DEEP [ENAM PULUH TUJUH]

88 17 0
                                    

Quinta sedang bersantai di belakang rumahnya. Ia sedang menikmati secangkir teh hangat sambil memandangi Mamanya yang tengah asik berkutat dengan tanaman. Lihatlah Mamanya itu sepertinya lebih menyayangi tanamannya ketimbang Quinta.

"Mama segitu sayangnya apa sama tanaman sampe di siramin pake susu?" Quinta memberengut.

Mamanya tertawa kecil, "Yee emang kamu doang yang butuh gizi. Taneman juga dong."

Sedang Quinta hanya tepuk jidat melihat kelakuan Mamanya yang berlebihan itu.

"Mah?"

"Hm?"

"Kira-kira sekarang Abel kayak apa yah? Udah lebih dari lima tahun Mah dia ilang. Apa dia sekarang udah lupa Mah sama Quinta?" Mendadak Quinta sedih.

Mamanya yang mendengar nada suara Quinta berubah langsung bergagas meninggalkan tanaman dan mendekati anaknya. Ia duduk di samping Quinta. Dielusnya puncak kepala Quinta dengan sayang.

"Ta, sabar. Pasti Abel kembali. Mama yakin itu. Kamu hanya perlu menunggunya untuk siap."

"Tapi kapan Mah?" Suara Quinta sarat akan kepasrahan.

"Mama bukan semesta yang tahu takdir mau mempertemukan kalian kapan. Tapi Mama mau bilang satu hal sama kamu. Kamu lihat pohon mangga itu?"

Mata Quinta mengikuti arah tunjuk mamanya. Lalu dia mengangguk cepat.

"Lihat ada luka sayatan disepanjang batang dan dahannya?"

Lagi-lagi Quinta mengangguk.

"Sayatan di batang dan pohon mangga itu kan namanya luka. Luka itu butuh waktu untuk pemulihan kembali ke semula. Ke pohon mangga yang mulus tanpa sayatan. Begitupun Abel. Mama rasa begitu. Abel butuh penyembuhan Ta. Dia butuh waktu untuk memulihkan segala luka yang ia terima bertahun tahun lalu." Terang Mamanya Quinta dengan lembut.

Quinta hanya terdiam. Pikirannya menjadi overthingking. Bagaimana tidak? Membahas luka Abel, bukankah dirinya dan sahabat-sahabatnya itu ikut andil di dalam luka Abel? Bukankah luka Abel itu adalah akibat dari gagal paham antara mereka bertujuh? Ah persahabatan macam apa ini? Quinta benar-benar pusing sekarang.

"Mama ke taneman lagi ya? Di minum tehnya keburu dingin."

Quinta hanya mengangguk seperti manusia tidak bernyawa. Namun tiba-tiba suara Papanya membuat setengah nyawanya terpaksa kembali.

"Ta?"

"Hah? Papa? Kenapa Pah?"

"Ini tadi Bibi ngambil surat di kotak pos. Dan ada satu buat kamu." Papanya Quinta menyerahkan kertas agak tebal ke Quinta. Papanya tersenyum simpul dan mengusap puncak kepala Quinta sambil berkata, "Ta, selesaikan semuanya. Good luck." setelah berkata seperti itu, Papanya berlalu begitu saja meninggalkan Quinta yang masih berusaha mencerna kata-kata Papanya.

Quinta memandangi kertas tebal di tangannya. Semacam undangan pikirnya. Di bolak baliknya kertas itu dan menemukan nama seseorang di sana. Quinta yang menderita diseleksia berusaha keras membaca apa yang ada di depannya. Karena hanya dua kalimat saja yang tertera, Quinta masih bisa mencerna tulisan itu. Seketika mata Quinta terbelalak. Bagaimana bisa ia menemukan nama Abel dan nama orang asing, Orion di undangan ini?

Apa mata gue sekarang rabun juga? Batin Quinta

Namun Quinta masih berpikiran positif, siapa tau undangan ini adalah undangan ulang tahun. Tapi mana mungkin menggunakan dua nama. Quinta kemudian memanggil Mamanya. Ia butuh Mamanya untuk membaca undangan ini.

"Mama sini bentar deh, Quinta minta tolong bacain ini."

Mamanya menghampiri Quinta, "Apa ini?"

Quinta menggendikkan bahunya, "Kayak undangan tapi gatau juga. Quinta belom baca. Makanya Quinta suruh bacain Mama."

-DEEP-Where stories live. Discover now