DEEP [EMPAT PULUH TIGA]

998 75 4
                                    

Cek mulmed di atas ya 🔝🔝

.
..
...
....
.....
......

Abel masih menunggui Ayahnya. Dia dalam keadaan tertidur. Sampai suara monitor pendeteksi jantung membangunkannya. Suara itu begitu memekakakan telinga.

Abel langsung terbangun. Di lihatnya monitor itu menunjukkan garis lurus.

Rasa kantuknya hilang begitu saja terganti dengan kepanikan. Abel memencet tombol darurat. Tak lama kemudian, dokter datang mengambil alih. Sedangkan Abel berpegangan pada dinding. Takut jika sewaktu-waktu dia mengambruk dan jatuh pingsan.

Abel membekap mulunya sendiri. Menahan isakannya agar tak terdengar nyaring. Bahkan ia mengigit bibir bawahnya sendiri agar isakannya tak terdengar memilukan.

Dokter itu memacu jantung ayahnya. Sekali dipacu masih sama. Monitor pendeteksi itu masih menunjukkan garis lurus. Dua kali di pacu masih sama. Tiga kali di pacu juga masih sama. Padahl joule nya sudah di naikkan.

Dokter itu menggelengkan kepalanya pelan pada beberapa suster yang mendampinginya.

Beberapa suster itu mencopot semua peralatan yang terpasang di badan ayahnya. Dan yang terakhir salah satu suster menutup ayahnya dengan selimut itu sampai nenutupi kepalanya.

Abel menggeleng gelengkan kepalanya tak percaya. Tangisannya pecah begitu saja. Dia merosot hingga terduduk di lantai.

Orang yang selalu dibanggakannya telah pergi untuk selamanya. Orang yang selalu dia sayang telah terbujur kaku tak berdaya.

Kaki Abel lemas, hingga mau bangkit saja dia sampai tak mampu.

Varo yang baru saja datang langsung berlari menuju kamar itu. Dan dia juga terkejut dengan apa yang di lihatnya.

Dia tidak sehisteris Abel. Yang dilakukan Varo hanya tediam mematung. Namun tak dapat disembunyikan raut kesedihan dan kehilangan yang mendalam dari wajah dingin itu.

Varo yang melihat Abel terduduk di lantai langsung mendekati adeknya. Merangkulnya erat.

Orang yang membuatnya menjadi laki-laki tangguh kini hanya bisa terbujur kaku tanpa bisa memarahinya lagi. Kini orang itu hanya tinggal nama yang terkenang di hati Varo.

Bela yang melihat mantan suaminya sudah tidak ada juga menahan isakannya. Bukan karena dia masih ada rasa dengan mantan suaminya itu. Melainkan dia miris dan kaget karena kejadian itu begitu mendadak dan tanpa direncana.

Bahkan Bela masih tak percaya jika mantan suaminya itu sudah menghembuskan napas terakhirnya.

Abel masih sesengukan. Ingatan-ingatan tentang ayahnya langsung berada di memori teratasnya. Membuat air mata Abel lagi-lagi lolos tanpa ampun.

Abel melihat ayahnya itu dibawa keluar dari kamar rawatnya untuk disucikan. Setelah itu akan dikebumikan.

🌊🌊🌊

Abel menaburi bunga di atas gundukan makam bertuliskan nama ayahnya dengan perasaan yang sangat kacau. Antara masih tidak percaya dan percaya. Hatinya remuk dan sebagian remukannya itu ikut di bawa ayahnya pergi ke sana. Ke tempat yang tak akan bisa Abel gapai ketika dia masih hidup.

Varo menatap gundukan di depannya itu dengan penuh rasa kehilangan yang mendalam. Tangannya terulur untuk menyentuh nisan itu. Untuk pertama kalinya seorang Varo meneteskan air mata.

Tenang di sana ya Yah, maafin Abel sama bang Varo.

Setelah berkata seperti itu, Varo langsung mengajak adeknya pulang ke rumah.

Bela menatap makam mantan suaminya itu dengan rasa miris dan prihatin. Semua perlakuan mantan suaminya itu sudah Bela lupakan. Sudah Bela maafkan. Bela berharap mantan suaminya itu tenang di sana.

Tenang di sana mas, Varo sama Absl sama aku. Tsnang saja, aku akan menjaganya baik-baik.

Setelah berkata sepertu itu, Bela meninggalkan makam itu dengan senyuman salam perpisahan kepada gundukan bernisan di depannya.

🌊🌊🌊

Malam ini hati Abel tak bisa dikondisikan. Malam ini hatinya remuk redam. Ingatan demi ingatan tentang ayahnya mengalir bagai sungai. Deras dan tidak bisa di berhentikan.

Otaknya mengajak dia untuk memutar memori itu.

Flashback on

"Ayah, aku mau jadi harimau." Kata Abel kecil serius.

Anto tertawa mendengar lelucon gadis kecilnya itu.

"Kok jadi harimau? Harimau itu makluk hidup sama sepertu kita. Jadi kita gak bisa jadi seperti dia." Terang Anto sabar.

"Tapi ayah, aku pengen jadi harimau." Keukeh Abel.

"Lha kenapa? Coba ayah pengen tahu alasannya."

"Biar bisa ngelindungin bunda sama ayah sama bang Varo. Kan Harimau itu galak. Harimau itu ditakuti. Jadi biar gak ada yang berani nakal sama Ayah, Bunda, sama bang Varo." Jawab Abel dengan nada menggemaskan.

"Gitu ya? Boleh deh. Besok ya kita belajar jadi harimau?"

Abel kecil mengangguk semangat.

Lalu Anto mengajari Abel suara harimau. Dengan lucunya Abel kecil menirukan suara itu. Walaupun lebih mirip suara anak kucing yang terjepit pintu.

Setiap kali Abel menirukan suara harimau kakaknya dan bundanya tertawa terbahak bahak hingga sakit perutnya. Lalu di susul gslak taaa dari ayah dan Abel kecil.

Anto tak menyangka, anaknya ini unik. Di usianya yang lima tahun, tutur kata dan gaya bahasanya sudah seperti orang dewasa. Anto bangga terhadap anaknya. Suatu saat nanti Anto yakin, pasti gadis bontotnya itu akan jadi orang yang sukses.

Flashback off

Ingatan itu benar-benar terpatri terus di otaknya. Mesin-mesin di otaknya meminta terus memutar dan memutar hingga rasanya Abel ingin menganti isi kepalanya. Karena memori itu hampir saja membuat otaknya meledak di tempat.

Malam itu Abel hanya dapat meringkuk dan menangis sejadi jadinya. Ayahnya telah pergi. Tapi kali ini tidak sementara tapi selamanya.

Bahkan didetik-detik ajalnya, tak ada kata-kata perpisahan atau sekedar meminta maaf atas semuanya.

Bahkan Abel tidak bisa melihat senyum manis itu di detik-detik terakhir hidup ayahnya. Yang dia lihat hanya wajah datar tanpa ekspresi. Dan tangan yang dingin serta badan yang terpujur kaku.

Perih jika mengingat perubahan drastis yang tak pernah Abel duga. Bahkan hanya membayangkan saja tak pernah terlintas sedikitpun di pikiran Abel.

Kini penyelasan seutuhnya hanya tinggal penyesalan saja. Tak ada yang bisa di perbaiki. Ketika takdir dan tuhan telah bekerja sama meminta ciptaannya itu kembali maka tak ada yang dapat menghalangi ataupun mengembalikan nyawa orang itu lagi.

Kini semua telah berakhir dengan sadis. Abel kini seutuhnya benar-benar kehilangan Ayahnya. Bukan hanya kehilangan sifat aslinya. Namun kehilangan raga dan jiwanya.

Malam itu hujan turun deras di luar sana. Seakan mengerti bagaimana derasnya luka yang mengalir di hati Abel. Malam itu menjadi saksi seorang Abel menangis sejadi jadinya tanpa jeda.

Malam itu bahkan bulan dan bintang malu menampakkan keindahannya karena ikut berkabung atas Abel.

Malam itu membuat memori Abel semakin bermunculan satu persatu. Mengambang bagai minyak jika di tuangkan ke dalan
air. Selalu ada di atas dan kelihatan jelas.

🌊🌊🌊

-DEEP-Where stories live. Discover now