DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]

304 30 9
                                    

Cek mulmed diatas yaa .....

.

..

...

....

....

......

Dua tahun kemudian ...

Hari - hari Abel disibukkan dengan berbagai adaptasi di kota barunya. Di kehidupan barunya. Di rumah barunya. Bersama orang - orang baru juga. Abel sekarang tinggal di rumah budhenya. Mama dan kakaknya mengurus perusahaan di luar negeri. Di sini,perlahan Abel berusaha melupakan dia yang benar - benar mengisi penuh ruangan hatinya. Abel tahu,  itu membutuhkan waktu tidak sebentar. Namun setidaknya Abel telah mencobanya pelan - pelan. Meskipun terkadang ada beberapa malam yang dia lewati dengan tangisan ketika ingatan itu tiba - tiba datang menyerbunya tanpa aba - aba. 
Perlahan Abel mulai terbiasa mandiri dan sendiri. Tanpa sahabat - sahabatnya. Tanpa dia. Setiap ada sesuatu yang mengingatkannya kepada mereka, Abel melihat foto yang ia bawa. Foto mereka bertujuh. Dan itu adalah satu - satunya foto yang Abel bawa ke sini.  Sekarang keseharian Abel adalah membantu budhenya menjaga toko kue. Toko kue itu tidaklah kecil. Melainkan toko kue terkenal dan sudah buka cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia. Dan Abel di percaya memegang salah satunya. Yaitu toko pusat.  Kesibukan itu menguntungkan Abel. Membantunya untuk melupakan dia.

Biasanya setelah beres dengan toko kue,  sorenya Abel membacai buku. Dia berniat kuliah tahun depan. Menyusul mama dan kakaknya di luar negeri.  Untuk saat ini Abel hanya ingin menenangkan diri. Dan rumah budhenya adalah alternatif yang tepat.

Suatu sore, ketika Abel sedang asyik duduk di halaman rumah, tiba - tiba ada sebuah mobil chamry memasuki pelataran rumah budhenya. Tak lama kemudian,  dari mobil itu keluar dua orang manusia. Yang satu wanita seumuran budhe,  dan yang satunya lagi laki - laki. Memakai kacamata berwarna hitam. Seumuran dengan Abel.

Di tutupnya buku yang di baca. Segera Abel bangkit dari duduknya. Dia tersenyum canggung.  Wanita itu tersenyum ramah. Baru saja Abel akan membuka mulutnya,  Budhe Qia sudah muncul dengan kehebohannya.

"Eh jeng? Udah dari tadi ya?"

Budhe Qia heboh menghampiri wanita itu sambil bercipika cipiki ria. Sedangkan Abel hanya diam mematung. Terlebih memandangi laki laki di depannya. Abel sama sekali tidak tersenyum. Padahal laki - laki di depannya itu tersenyum ramah. Kacamata hitamnya masih bertengger manis. Menambah kadar ketampanannya saja.

"Oh iya jeng, ini siapa? Kok ga pernah liat?"

Sekarang wanita di depan Abel ini mengamati Abel lekat - lekat. Macam mengamati barang antik.

"Woalah ini keponakan saya jeng. Namanya Abel. Ini nduk,  namanya Budhe Asti."

Abel lagi - lagi tersenyum canggung dan menyalami Budhe Asti.

"Cantiknya anak ini." Asti memuji Abel dan membelai pipi Abel.

"Oh iya Abel,  ini anaknya Budhe. Namanya Orion. Dia seumuran sama kamu lho. " Asti tersenyum penuh arti. 

Lha terus kenapa kalo seumuran sama gue? Emang gue peduli?

Abel hanya tersenyum kecil. Lebih ke arah judes. Lalu dia pamit undur diri dari ketidaknyamanan itu. Masuk ke dalam kamar dan mengunci diri.  Begitulah dirinya sekarang. Lebih tertutup kepada siapapun yang baru di kenalnya. Bukan apa - apa. Dia trauma atas kehilangan. 

Tak lama kemudian, pintu kamarnya di ketok pelan.

"Nduk bukain pintunya, ini Budhe Qia Nduk."

"Buka aja Budhe, Abel ga ngunci pintunya."

Terdengar suara pintu dibuka.

"Kenapa Budhe?"

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang