DEEP [TIGA PULUH TIGA]

1K 77 0
                                    

Quinta sudah siap sejak lima belas menit yang lalu. Sore ini dia diajak Amar jalan-jalan. Betapa senangnya hati Quinta. Hatinya masih tak yakin bahwa status mereka berdua sudah berubah menjadi pacaran.

Lima belas menit menunggu, datanglah Amar dengan kendaraannya. Tapi kali ini bukan dengan mobil melainkan dengan motor sportnya.

Amar melambaikan tangan ke arah Quinta agar Quinta keluar menghampirinya. Quinta yang mengerti isyarat itu berlari kecil mendekati Amar. Dia mengerutkan dahinya samar.

"Tumben pakai motor?"

"Biar lebih asik aja. Sore-sore kayak gini tu enaknnya di nikmati pake motor." jawab Amar santai.

"Tapi gue gak ada helm,"

"Udah gampang, naik dulu."

Quinta mengangguk pelan. Dia naik ke boncengan motor sport itu. Sepersekian detik kemudian, motor itu sudah melaju meninggalkan rumah Quinta.

Baru sepuluh menit mereka di perjalanan, motor itu berbelok ke toko helm.

"Ngapain ke sini?"

"Beli kucing, ya beli helm lah." jawab Amar datar.

Quinta meruntuki kebodohannya sendiri. Jelas saja jika berhenti di toko helm pastilah beli helm. Gak mungkin mau beli kucing.

Kayaknya virus lemot Gladis nular nih.

"Lo suka yang mana?"

Quinta tampak berpikir keras seperti menjawab soal matematika. Ia mengedarkan pandangannya dari satu rak ke rak yang lain. Sampai pandangannya jatuh pada helm warna abu-abu di rak atas.

"Yang itu gimana?" Quinta menunjuk helm pilihannya.

Amar menganggukkan kepalanya.

"Mas yang itu ya, gak usah dibungkus, soalnya mau dipake langsung aja." Mas penjual helm itu mengerti permintaan Amar.

Tak lama mas nya itu kembali dengan helm pilihan Quinta.

"Ini mas,"

Amar menerima helm itu dan menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu.

"Kok yang bayar elo?"

"Diem aja gak usah protes." empat kata dari Amar berhasil membuat seorang Quinta diam tanpa suara.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan.

"Mau kemana?" kata Amar setengah berteriak. Karena dia yakin suaranya teredam suara kendaraannya.

"Kan yang ngajak elo, kenapa tanya gue?"

"Muter-muter aja ya, gue juga gak tau kita mau kemana."

Quinta mengangguk. Meski Amar tak menengok, tapi Amar bisa melihat isyarat itu dari kaca motornya.

Sepanjang perjalanan, Quinta bercerita banyak. Tentang sekolahnya, tentang sahabat-sahabatnya, tentang kesehariannya. Sedangkan Amar mendengarkan dengan baik tanpa menyela. Sesekali menanggapi dengan kalimat panjang, sesekali tertawa karena hal lucu yang diceritakan Quinta.

Hati Amar menghangat. Dia suka celotehan Quinta. Dia suka melihat ekspresi Quinta yang berubah ubah setiap kali bercerita sesuatu. Dia suka senyum itu. Manis.

"Mau gak gue ajak ke suatu tempat?"

"Kemana?"

"Nanti juga lo tau,"

Motor yang dikendarai Amar berhenti di sebuah angkringan pinggir jalan.

Amar menarik tangan Quinta memasuki angkringan itu.

-DEEP-Where stories live. Discover now