DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]

107 16 0
                                    

Matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamar Dekka. Sungguh hari ini baginya adalah hari buruk. Hari yang sama sekali tidak pernah dibayangkan oleh Dekka sebelumnya. Kebimbangan masih saja menggelayut manja dipikirannya. Apalagi tadi malam dia berbuat sesuatu yang jika dipikir lagi malah membuatnya semakin ragu-ragu untuk melakukannya. Apakah benar cara ini adalah cara untuk tidak menyakiti siapapun? Apakah benar ini adalah cara yang dimaui semesta?

Dekka menghela napasnya kasar. Ia rasanya malas sekali. Kepalanya terlalu berat untuk sekedar bangkit dari posisi tidurnya. Rasa-rasanya tidak ada pagi yang seberat ini. Bahkan ia belum mengabari teman-temannya untuk datang atau tidak. Sungguh Dekka belum siap untuk menerima kenyataan yang akan menjadi tontonannya hari ini. Namun bukankah jika dia tidak datang sama saja dia tidak menyayangi gadis itu? Bukankah itu adalah sebuah kesalahan? Bukankah gadisnya akan semakin kecewa dan membencinya? Ah entahlah jam masih menunjukkan pukul 8 pagi namun pikiran Dekka telah berkelana kemana-mana. Rasanya Dekka ingin meninggalkan kepalanya atau paling tidak meninggalkan ingatannya ini dan mengganti dengan yang baru agar otaknya tidak di isi oleh gadis itu lagi.

Dengan susah payah Dekka bangkit dari tidurnya. Ia langsung menuju kamar mandi untuk mandi. Bukan, ia memang masih belum memutuskan untuk pergi atau tidak. Namun rasanya otaknya ini perlu diguyur air agar segar kembali.

🌊🌊🌊

Arel, Quinta, Gladis, Aruna, dan Nila sudah siap dengan berbagai bawaannya. Mereka sepertinya sudah siap berangkat menuju bandara ke sebuah tempat. Memenuhi undangan sahabatnya itu. Namun sejak tadi tidak ada satu pun yang menunjukkan ekspresi bahagia atau semacamnya. Hanya terlihat raut cemas di wajah-wajah mereka. Bagaimana tidak? Orang yang dihubungi sejak tadi tidak aktif. Siapa lagi jika bukan Dekka? Mereka semua menduga bahwa Dekka sengaja mematikan handphonenya.

Awalnya mereka tidak ingin menghubungi Dekka terlebih dahulu. Karena dia sudah bilang jika akan ikut dia akan mengabari terlebih dahulu. Namun nyatanya sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kabar dari Dekka.

Quinta terlihat cemas. Bagaimana tidak? Dia sangat bingung sekarang. Apalagi rencana Dekka semalam. Bagaimana jika cowok itu jadi ikut dan ingin melancarkan aksinya itu? Bagaimana jika semua tidak ssuai dengan ekpektasi Dekka? Bagaimana jika semuanya hancur? Quinta ingin sekali mengatakan apa rencana Dekka untuk nanti. Namun ia urung kan segera. Karena Quinta sudah berjanji pada Dekka tidak akan memberitahu teman-temannya sampai nanti mereka melihatnya sendiri. Pada saat itulah Quinta baru boleh memberikan penjelasan.

Maafin gue gais, gue ga maksud bohong smaa kalian tapi bukan hak gue buat ngasih tau. Biar kalian nanti lihat sendiri aja ya, maaf ya batin Quinta.

Arel melihat jam melingkar di tangannya dengan penuh kecemasan, "Gimana nih gais? Udah jam 9, setengah jam lagi take off. Kita harus sampe bandara takut macet ga kekejar pesawatnya."

Semua bingung harus menjawab apa. Bagaimana mereka akan meninggalkan Dekka sendirian di sini?

Sampai pada akhirnya Gladis bersuara, "Menurut lo gimana Rel?"

"Apa kita tunggu di tempat aja? Kita ke sana duluan? Mungkin dia butuh more time buat mikir lagi. Gimana?"

"iya sih gapapa, gue yakinnya juga gitu." Aruna menimpali.

"Yauda kita ke sana duluan aja keburu pesawatnya take off soalnya. Entar gue hubungin Dekka ngabarin kalo kita duluan. Gue juga bakal sering2 mastiin dia jadi ikut apa engga. Gue takutnya dia kalap." Tambah Gladis.

Semua menganggur setuju. Dan mereka akhirnya berangkat duluan meninggalkan Dekka. Mereka yakin ini adalah opsi terbaik saat ini. Karena Dekka mungkin butuh waktu untuk berpikir lagi.

-DEEP-Onde as histórias ganham vida. Descobre agora