DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]

977 68 0
                                    

Hanya butuh waktu sepuluh menit, Arel sampai di rumah Dekka.

Arel mengetuk pintu rumah itu. Dan yang keluar adalah orang yang di cari.

Dekka mengerutkan keningnya samar.

"Kemana aja lo? Handphone gak aktif. Gue pikir handphone lo ilang."

"Gue mau ngomong sama lo." jawab Arel agak ketus.

"Masuk aja dulu tegang amat." Canda Dekka.

" Gak di sini. Ikut gue." ucap Arel dingin.

Tanpa menjawab, Dekka langsung mengunci pintu dan membuntuti Arel masuk ke dalam mobil.

Dalam perjalanan, tak ada yang berbicara. Arel sama sekali tidak menatap Dekka atau sekedar bercanda. Dia terlihat dingin dan fokus menyetir.

Melihat Arel yang seperti itu membuat Dekka bingung. Apakah ada yang salah dari Dekka sehingga Arel bersikap seperti ini padanya? Apa yang akan dibicarakan Dekka.

Belum selesai hati Dekka bertanya-tanya. Mobil itu berhenti di sebuah kafe tempat biasa mereka mengobrol.

Arel dan Dekka turun dari mobil. Mereka berdua memilih tempat seperti biasanya dan memesan menu seperti biasnaya.

Mereka lama saling terdiam. Arel sibuk dengan vapornya begitu juga dengan Dekka. Sampai akhirnya Dekka membuka pembicaraan.

"Handphone lo ilang? Kok gak bisa di hubungin?"

"Sengaja gue matiin."

"Kenapa?"

"Gakpapa. Lo gak perlu tahu."

Dekka begitu kaget dengan jawaban Arel yang terkesan dingin dan tak bernada. Membuat Dekka jadi berpikir ada yang salah dengan diri Arel. Akhirnya Dekka memilih topik lain untuk mengalihkan. Siapa tahu memang mood Arel sedang tidak baik.

"Elo mau ngomong apa? Serius banget."

Arel diam. Dia menaruh vapornya. Menatap Dekka lekat-lekat. Tatapan itu sulit di jelaskan hingga membuat Dekka tidak bisa menebak arah pembicaraan Arel.

"Jujur sama gue, ada yang lo sembunyiin dari gue?"

"Enggak tu," jawab Dekka santai.

"Yakin gak ada?"

"Enggak."

"Kita udah temenan berapa tahun sih Ka? Jujur Ka sama gue, lo ada rasa kan sama Nila?" Tembak Arel to the point. Dia memang tidak suka bertele tele.

Skak mat!

Dekka merasa langsung tertembak dengan omongan Arel. Dari mana Dekka tahu semuanya jika dia saja tidak memberitahunya.

"Jujur Ka." tekan Arel.

"Dari mana lo tau?"

"Lo pikir kita temenan baru seumur jagung? Jawab Ka." ucap Arel menahan emosi.

"Iya gue ada rasa sama dia." jawab Dekka lirih.

Perkataan itu berhasil membuat raut muka Arel berubah. Raut wajah kecewa terpancar seketika itu juga. Ternyata henar. Nila tidak bohong. Dekka memang ada rasa pada gadis itu. Lagi.

Dekka menangkap raut keterkejutan sekaligus raut kecewa itu.

"Jangan bilang elo juga—"

"Iya gue juga."

Mengerti maksud perkataan Arel membuat Dekka menghela napasnya kasar. Kenapa semua hsrus terulang lagi. Dan kenapa itu terjadi dalam lingkup persahabatannya sendiri.  Arel dan Dekka. Mempunyai rasa yang sama untuk kesekian kalinya untuk gadis yang sama.

Arel mengacak rambutnya frustasi. Dia meneguk kopi di cangkirnya hingga tandas. Perasaannya malam ini semakin kacau karena di tambah pernyataan dari Dekka.

Malam itu hanya ada keterdiaman di antara mereka berdua. Tak ada yang mau berbicara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Arel tak habis pukir juga kenapa rasa itu datang di saat waktu yang bersamaan. Pada siapa dia harus menyalahkan semua ini. Dan kenapa setiap Arel suka dengan seorang gadis pasti Dekka selalu menaruh rasa yang sama dengan gadis itu.

Kenapa semua ini selalu terjadi kebetulan. Dan kenapa sekarang gadis yang terlibat adalah sahabat mereka sendiri?

"Lo sayang sama Nila?" pertanyaan itu muncul dari Dekka.

"Gue gak ngomong pasti lo tau jawabannya."

"Kali ini gue ngalah aja. Nila buat elo. Gue gampang. Udah berkali kali kita kayak gini. Gue mau ngasih kesempatan buat lo. Gue gak mau jadi ngerebut kebahagiaan elo. Gue gak mau persahabatan kita rusak cuma gara-gara cewek." terang Dekka.

"Gak. Gak bisa gitu."

"Terus?"

"Gue juga gak mau persahabatan kita rusak cuma gara-gara cewek. Tapi gak adil kalo lo nyerahin Nila gitu aja. Nila bukan barang." jawab Arel dingin.

"Mau lo apa?"

"Gue mau jawaban dari Nila. Gue mau dia yang milih sendiri. Gue atau elo."

"Oke, gue setuju."

"Tapi gak sekarang, kita perlu cari waktu yang tepat. Gue gak mau bikin Nila pusing dan merasa bersalah cuma gara-gara kita."

Dekka mengangguk pelan.

Malam semakin larut. Dan mereka masih saja betah duduk berhadapan tanpa ada percakapan. Diam dan hanya saling tatap tajam.

🌊🌊🌊

Sudah kelewat tengah malam, tapi Nila tak kunjung memejamkan matanya. Pikirannya terus saja melayang pada kedua cowok itu. Pikirannya tambah ruyam semenjak kedua cowok itu mengutarakan pikirannya masing-masing. Nila tak habis pikir kenapa harus Arel dan Dekka.

Nila ingat betul bagaimana dengan mulusnya Dekka mengatakan rasa itu padanya. Dugaannya ternyata benar. Baik dugaannya kepada Dekka maupun dugaannya kepada Arel. Nila pernah mendengar cerita dari Abel bahwa kedua cowok itu sering kepergok menyukai gadis yang sama. Namun Nila sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang di perebutkan itu adalah Nila. Nila ingat betul bagaimana sadisnya Abel terhadap cewek yang telah membuat kedua sahabat itu renggang.

Nila juga ingat betul bagaimana dengan gamblang dan detail, Arel menceritakan semuanya dari awal mula sampai akhiran. Sekarang kedua cowok itu pasti tahu jika mempunyai rasa yang sama.

Nila takut jika kemungkinan-kemungkinan buruk terhadap mereka berdua terjadi. Nila takut mereka berdua kalap dan tidak bisa mengendalikan diri masing-masing.

Namun apa yang bisa di perbuat Nila terhadap keduanya. Nila tidak bisa menerima rasa itu. Dia tidak ingin di kira pemberi harapan palsu kepada kedua coowk itu. Dia juga tidak ingin menyakiti keduanya.

Karena nyatanya hati Nila hanya terjaga untuk satu orang di sana. Dia yang tujuh tahun mengisi penuh tempat di hati Nila.

Bukan hanya tentang kedua cowok itu saja yang dia pikirkan, tapi Abel juga. Dia takut jika disalahkan oleh Abel karena pasti Abel akan menganggap semua ini salahnya. Abel pasti akan menganggap semua ini Nila—lah penyebabnya.

Nila sangat takut jika Abel tahu. Dia merasa tidak enak hati kepada tiga orang sekarang. Ketiga sahabatnya sendiri. Jika ia bilang kepada Aruna, pasti tidak akan menyelesaikan masalah. Karena Aruna sendiri tidak tahu persis bagaimana tanggapan Abel jika Abel tahu semuanya.

Tiba-tiba di pikirannya terlintas Quinta. Yah. Dia harus menceritakan semuanya ini. Dia harus meminta pendapat tentang bagaimana gambaran tanggapan Abel jika dia tahu semuanya. Setidaknya Nila bisa jaga-jaga hati untuk kemungkinan kemungkinan buruk.

Setidaknya Nila dapat solusi dari Quinta tentang ini semua.

🌊🌊🌊

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang