DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]

1.2K 95 4
                                    

Quinta menatap kepergian Abel tanpa rasa curiga sama sekali. Dia tidak tahu bahwa di balik kata-kata Abel tadi ada makna kepergian dalam jangka waktu lama bahkan kemungkinan kembali pun kecil.

Quinta sekarang menatap seseorang yang sejak tadi hanya diam mematung di depannya. Dia seperti patung pajangan. Tidak bergerak dan tidak berbicara. Pandangannya menatap tajam pada mata Quinta. Perlahan mata itu meneduh dan meluruh. Perlahan, langkah seseorang itu berjalan mendekati Quinta. Perlahan, tangan itu meraih tangan Quinta. Menatap mata Quinta. Mata itu menyiratkan penyesalan yang mendalam.

"Maaf," hanya satu kata itu yang lolos dari mulut Amar.

Quinta tertawa hambar, "Semudah itu kah kamu bilang maaf?"

Amar diam. Tawa Quinta terdengar sumbang di telinganya. Sorotan mata itu terlihat luka yang mendalam. Terlihat kekecewaan yang sudah lama terpendam.

"Gue tau gue salah."

"Terus?"

"Oke, gue salah Ta. Gak seharusnya gue kayak gini sama lo. Gue harusnya ada di samping lo waktu lo kalut, tapi gue malah pergi ngilang gitu aja. Gue salah Ta. Maaf." Amar benar-benar merasa bersalah pada gadisnya.

Mata Quinta berkaca kaca, "Bukan masalah kamu ada pas aku lagi kalut atau enggak Mar, tapi kamu Mar. Kamu yang gak bisa bagi waktu antara aku dan teman-teman kamu. Kamu yang gak pernah ada kabar dan ngilang gitu aja. Dan kamu yang selalu membatalkan janji pas hari H. Oke. Satu atau dua kali aku maklumin. Tapi kalo udah lebih dari lima kali aku harus juga maklumin? Aku juga punya hati Mar. Aku juga punya batas kesabaran."

"Maaf Ta, gue terlalu asik sama dunia gue sampe gue lupa kalo sekarang ada lo. Maaf Ta." pandangan Amar menunduk.

"Aku juga pengen Mar jadi bagian dari dunia kamu. Aku juga pengen kamu bagi dunia kamu sama aku. Sebenernya aku mau cerita tentang masalah yang di bilangin Abel ke kamu. Tapi lagi-lagi aku ragu. Aku ragu kamu bakalan gak suka aku cerita kayak gitu. Kamu tahu aku ragu kenapa? Karena kamu terlalu menutup pintu dunia mu buat aku masukin Mar." mata Quinta sudah berkaca-kaca.

"Maaf Ta. Gue yang terlalu kaku menghadapi cewek. Maaf gue terlalu cuek dan jutek sama lo. Gue gak tau harus gimana." Lagi-lagi nada itu menyiratkan penyesalan.

"Aku minta apa sih Mar sama lo? Mobil lamborgini? gak kan? Aku cuma minta waktu aja kok. Apa susahnya Mar bagi waktu. Kamu udah dewasa, seharusnya kamu bisa bagi waktu kamu." Emosi Quinta mulai terpancing.

"Gue emang childish ya? Gue gak pantes Ta dapetin lo. Gue gak pantes."

"Sebegitu menyerahnya elo sampe bilang gak pantes?"

Amar diam. Dia kehabisan kata-kata. Amar paham betul gadisnya itu marah besar. Gadisnya itu kecewa terhadap dirinya. Amar semakin mendekatkan diri ke Quinta. Pelan, Amar merengkuh Quinta yang tertunduk. Awalnya Quinta berontak, namun lama kelamaan Quinta luluh dan membalas rengkuhan itu.

Tenang dan nyaman.

Itulah yang Quinta rasakan saat untuk pertama kalinya Amar merengkuh dirinya dalam dada bidangnya. Untuk pertama kalinya dia merasakan bau maskulin Amar yang membuat jantungnya berdetak hebat. Untuk pertama kalinya pula dia bisa merasakan deru napas cowok itu di dekat telinganya.

Lama mereka berpelukan, Amar mendekatkan bibirnya di dekat telinga Quinta. Membisiki sesuatu.

"Maafin aku Quinta. Mulai sekarang kamu bisa cerita apapun yang kamu mau. Entah itu hal kecil sekalipun. Kita perbaiki sama -sama ya? Ajari aku si kaku ini."

Quinta diam. Namun tiba-tiba air matanya jatuh begitu saja tak tertahankan. Amar yang melihat itu jadi panik.

"Apa aku salah ngomong?"

-DEEP-Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz