DEEP [DUA PULUH TIGA]

1.1K 97 0
                                    

Quinta sudah rapi dan wangi. Hari ini dia akan pergi dengan Amar. Entah kenapa hatinya merasa senang. Padahal ini ke empat kalinya dia jalan dengan Amar. Dan Quinta merasa Amar menjadi sosok berbeda ketika bersamanya.

Tanpa sadar,  cowok itu berhasil menarik perhatiannya karena dia berbeda. Dia pendiam dengan siapa saja yang baru di kenalnya. Namun kata orang-orang, dia menjadi orang berbeda ketika bersama anak-anak KAP. Anak-anak setongkrongannya.

Dia sulit di mengerti. Padahal Quinta paling bisa jika membaca gerak gerik seseorang. Namun untuk Amar, Quinta menyerah. Dia lebih sulit dari yang di bayangkan.

Sikapnya yang dingin tanpa alasan, namun menghangat ketika bersama Quinta. Sikapnya yang kaku seperti kayu, namun melunak ketika bersama Quinta. Kata Selika teman sebangkunya, dia pernah dengar bahwa Amar menyukai salah satu gadis yang ikut organisasi ambalan. Tapi mengenai namanya tidak ada yang tahu sampai sekarang. Betapa beruntungnya gadis yang di sukai Amar itu.

Quinta menunggu di depan rumahnya sambil mendengarkan materi pelajaran tadi siang sewaktu sekolah.

Sepuluh menit menunggu, datanglah mobil metalik di depan rumahnya. Yah, itu Amar.

Dari dalam mobil, Amar melambaikan tangannya kepada Quinta. Menyuruh gadis itu masuk ke dalam mobil.

Quinta yang mengerti segera melepaskan earphonenya dan masuk ke dalam mobil Amar.

Dalam perjalanan keheningan menyita ruang antara mereka. Tak ada yang saling bicara hingga mobil itu berhenti tepat di sebuah kafe.

Amar membukakan pintu mobil untuk Quinta dan menggandengnya.

Quinta agak kaget dengan perlakuan Amar, namun sesegara mungkin ia menetralkan keterkejutannya.

Mereka memilih meja di lantai dua. Ketika akan duduk, Amar tersadar bahwa sedari tadi tangannya terkait dengan tangan Quinta. Segera dia melepaskan tangan Quinta.

"Sorry,"

"No problem." Quinta tersenyum kikuk.

Setelah memilih menu, makanan mereka pun akhirnya datang juga.

Lagi-lagi tak ada yang berbicara. Hanya ada suara sendok dan garpu yang beradu.

Quinta jadi serba salah. Ingin mengajak ngobrol namun takut salah ucap. Dan jujur saja, Quinta benci keadaan hening seperti ini. Karena biasanya Quinta seperti cacing kepanasan alias heboh. Tapi untuk kali ini Quinta benar-benar diam.

"Kok diem aja?" Akhirnya Amar buka suara.

"Huh?" Quinta terkejut.

"Kok diem aja?" ulang Amar.

"Gak tau mau ngomong apa," jawab Quinta jujur.

"Gue garing banget ya?"

"Gak juga kok,"

"Maaf, gue gak biasa jalan sama cewek. Jadi gue bingung mau ngobrol apaan."

Ini orang jujur Amat

"Gak papa santai aja,"

"Enak gak makanannya?"

Quinta tampak berpikir sebentar, " Enak-enak aja, gue mah apa-apa juga doyan." Quinta nyengir.

"Gampang ya makannya gak ribet," Amar terkekeh pelan.

Sejenak Quinta terdiam setelah mendengar kekehan Amar. Bukannya apa-apa, tapi baru kali ini Quinta melihat Amar tersenyum. Sebelum-sebelumnya dia hanya memasang wajah datar.

Lo manis kalo ketawa

"Lo kok gak riweh kayak biasanya sih?"

"Hah? Kok lo tau kalo gue riweh?"

-DEEP-Where stories live. Discover now