DEEP [TUJUH PULUH SATU]

97 11 10
                                    

.
..
...
....
.....

Sudah tiga hari yang lalu Abel melewati hari-hari menjadi pasangan hidup seseorang yang tidak pernah bosan mengukuhkan kata bahagia. Abel tidak menyangka bahwa hidup dan waktu akan berjalan secepat ini dan semesta bersedia mengembalikan bahagianya kembali. Abel masih tidak percaya dia bisa sampai di titik ini.

Namun rasanya walaupun sudah mencapai titik ini sejujurnya ada sedikit rasa menganjal yang diam-diam menyelinap di hati Abel. Siapa lagi jika bukan si penghuni abadi hatinya? Semenjak pertemuannya malam itu dengan Dekka, segalanya menjadi sedikit goyah ya pikirannya ya hatinya. Bahkan sudah tiga hari rasanya perasaan itu masih menggelayut manja.

Apa benar memang semua ini sudah selesai yang benar-benar selesai walaupun tanpa ada kata selesai? Salahkan Abel bersikap demikian? Apakah ini adil untuk hatinya jika rasa Dekka untuknya saja Abel sama sekali tidak tahu. Apa ini juga adil untuk Dekka? Abel sama sekali tidak tahu apakah cowok itu juga ingin mengatakan sesuatu kepadanya? Karena Abel paham Dekka adalah sejenis manusia yang tidak ingin menyakiti perasaan orang lain demi kelegaan hatinya.

Abel menghembuskan napas pelan. Kopi hitam dipangkuannya sudah mulai dingin karena terlalu lama di didiamkan. Sejak tadi ia hanya melamun dan memutar-mutarkan jarinya di bibir cangkir itu. Kegamangan memenuhi kepalanya. Sungguh Abel ingin mensetting ulang otak dan hatinya agar dia tidak ingat apa-apa. Bukankah begitu lebih baik?

Orion mengamati Abel dari jendela ruang tamu. Entah mengapa Orion merasakan ada sesuatu yang di simpannya sendirian. Sudah tiga hari ini Orion melihat Abel sering melamun. Sejujurnya Orion ingin menanyakan keadaan Abel sejak tiga hari yang lalu. Namun niat itu diturungkan. Orion hanya ingin memberi ruang untuk Abel menenangkan hati dan pikirannya. Dan hari ini Orion akan menanyakan kepada Abel. Siapa tahu dia bisa membantu. Karena bagaimanapun Abel adalah nafas hidupnya untuk sekarang dan selamanya. Segala yang menjadi masalah Abel, Orion akan mencari penyelesaiannya.

Orion melangkah menghampiri Abel yang tengah duduk di kursi teras rumah sambil memegangi cangkir kopi hitam, di tepuknya pundak Abel dengan lembut, "Sayang?"

Yang ditepuk pundaknya langsung mendongakkan kepalanya dengan ekspresi terkejut. "Huh? Iya?"

Orion menarik kursi dan di letakkan di depan Abel duduk.

"Kenapa? What happen with you? Kamu ada masalah? Mau cerita?"

Abel hanya diam, kemudian menggeleng pelan, "Nothing. Aku cuma capek aja."

Orion mengangguk pelan dan mengelus-elus puncak kepala Abel. Meskipun Orion tahu Abelnya berbohong, Orion memilih diam dan memahami hal tersebut. Karena jika semakin di desak akan membuat Abel tidak nyaman dengannya.

Namun tiba-tiba otak Orion mengajak kilas balik kejadian tiga hari yang lalu. Yah dia ingat sesuatu. Dekka menitipkan sesuatu untuk Abel dan Orion lupa memberikannya kepada Abel.

"Sayang bentar ya aku mau ngambil sesuatu ke kamar."

Abel menganggukan kepala dan tersenyum manis sekali ke Orion.

Entahlah senyum itu selalu membuat Orion ingin mengawetkannya.

Orion bangkit dsri duduknya dan membisikan sesuatu pada Abel, "Kamu manis banget kayak sakarin."

Spontan Abel langsung meneplak Orion, "Bikin batuk dong aku."

Orion tertawa melihat Abel yang memberengutkan bibirnya itu.

"Kenapa kek gitu bibirnya? Minta dicium? Hm?" Orion menaikkan satu alisnya.

"Mentang-mentang udah sah. " Abel melengos.

-DEEP-Where stories live. Discover now