DEEP [TIGA PULUH LIMA]

986 82 0
                                    

Dekka semalaman tidak bisa tidur karena terpikir sikap Arel yang tidak biasanya. Sudah beberapa hari ini Dekka tak menemukan batang hidung anak itu. Nomernya juga tidak aktif. Aneh. Sikap Arel menujukkan perubahan semenjak Arel bertanya soal hubungannya dengan Nila. Dekka menduga bahwa sahabatnya itu bermasalah terkait ia berhubungan dengan Nila lagi. Namun itu hanya dugaannya saja. Dekka perlu menemui seseorang sebagai sumber terpercayanya.

Dekka Faikar : Lo di mana?

Abel galak tapi sayang : Lagi gak di rumah, gimana? Kangen?

Dekka Faikar : Udah gue bilang, gue itu gak kangen, tapi kalo sayang iya.

Abel galak tapi sayang : Intinya mas.

Dekka Faikar : posdim, gue jemput lo, ada yang perlu gue bicarain.

Abel galak tapi sayang : taman biasanya, lo di jemput gue di sana.

Dekka Faikar : Otewe beb

Setelah mendapati persetujuan sang narasumber, Dekka menuju garasi. Menaiki motor sportnya dan menancap gas meninggalkan rumah.

🌊🌊🌊

Abel sudah siap dengan pakaian rapinya. Dia ada janji bertemu dengan Dekka di taman biasanya. Baru saja dia akan melangkahkan kaki keluar, terdengar suara bundanya memanggil namanya.

"Abel, mau kemana kamu?"

"Pergi Bun,"

"Kamu ini taunya pergi terus. Gak kasian sama bunda di rumah sendiri terus? Jadi anak tu yang berguna sedikit. Abang kamu udah gak bener. Kerjaannya ngehabisin uang bunda buat hura-hura sama balapan mobil. Ini kamu juga kerjaannya keluyuran. Pusing Bel bunda." Terang Bela panjang lebar.

"Terus bunda nyalahin Abel? Abel tu keluar supaya gak suntuk Bun. Abel tu capek liat bang Varo yang berubah, denger bunda yang marah terus tanpa kejelasan. Salah Abel apa sih Bun?"

"Kamu bilang bunda marah-marah gak jelas? Di pikir bunda kayak gini gak ada alasannya? Bunda capek pikiran Bel. Mikir biaya sekolah kamu, mikir kelakuan abang kamu, mikir biaya kontrakan. Di pikir bunda gak capek?" Bela menaikkan suaranya.

"Udah ah Bun, Abel gak mau debat sama bunda lagi. Silakan Bunda mau salah-salahin Abel juga gak papa. Abel keluar dulu."

"Anak gak tau di untung!"

Sebelum mendengar kata-kata pedas dari bundanya lagi, Abel memilih segera keluar dari rumah itu. Matanya memerah menahan tangis. Bundanya berubah akhir-akhir ini. Dia menjadi pemarah tanpa sebab, menyalah nyalahkan Abel, dan mempermasalahkan hal sepele. Semua masalah itu, Abel—lah yang menjadi sasaran empuknya. Abel muak dengan semuanya. Abel tidak menyangka bundanya itu akan berkata kasar dan pedas padanya.

Akhir-akhir ini tutur kata bundanya selalu saja melukai hati Abel. Abel sudah sampai di taman, dari kejauhan Abel melihat Dekka dengan motornya. Abel segera menghapus jejak air matanya dan menghampiri Dekka.

"Lama ya?"

"Baru lima menit doang, Lo habis nangis?" tebak Dekka.

"Enggak tu,"

"Yaudah yuk, cus."

"Loh? Gak di sini aja?"

"Kagak, bosen. Udah naik dulu aja."

Abel mengangguk. Dia naik ke boncengan motor itu. Tapi setelah naik, motor itu tidak segera melaju.

"Kok gak jalan?"

-DEEP-Where stories live. Discover now