DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]

Start from the beginning
                                    

"Budhe minta tolong boleh?"

Abel hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Budhe minta tolong kamu belanja keperluan untuk toko kue bisa?"

"Bisa Budhe, bentar ya Abel mau ganti baju dulu."

Qia mengangguk dan meninggalkan Abel di kamar. 

Abel mengganti bajunya dengan celana jeans selutut dan sweeter warna merah kebanggaannya. Tak lupa dengan tas selempang kecil berwarna senada. Abel menghampiri Budhe Qia untuk bertanya mengenai kunci mobil milik Budhenya. Abel berdehem untuk menyela percakapan kedua sahabat itu. Budhenya itu langsung menyadari kehadiran Abel. 

"Emm maaf Budhe, kunci mobilnya di mana ya?"

"Jangan naik mobil sendirian nduk, di anter sama Orion aja ya? Bahaya atuh anak gadis pergi sendiri." Budhe Asti menyambangi. 

"Iya nduk, sama Orion gakpapa ya?"

Belum sempat Abel menolaknya secara halus, Orion sudah bangkit dari duduknya dan memberi isyarat kepada Abel untuk mengikutinya.

Lagi - lagi Abel tersenyum kepada Budhe Asti dan Budhe Qia lalu membuntuti Orion keluar. 

"Saya tidak perlu diantar. Saya naik angkot saja sendiri."

Cowok didepan Abel mengerutkan dahinya.

"Kenapa? saya sama sekali engga mau nyulik kamu. Saya juga ga makan kamu kok. Udah saya anter aja. bahaya. Dan saya maksa." 

Orion membukakan pintu mobil untuk Abel.

"Saya cukup sehat untuk membuka mobil sendiri." celetuk Abel ketus.

Orion tidak menggubrisnya. Ia melajukan mobilnya. Atmosfer canggung memenuhi mobil yang mereka naiki. Tak ada obrolan sama sekali. Bahkan ketika ke toko membeli bahan - bahan untuk kue, sama sekali tidak ada percakapan. Pada saat pulang pun suasana masih sama, canggung dan mencekam. Hingga akhirnya Orion memutuskan untuk memutar lagu - lagunya. Ketika lagu diputar, tanpa sadar Abel ikut bergumam mengikuti alunannya. 

"Kamu dengerin lagu - lagu indie juga?"

"Iya, saya suka dari dulu."

"Kok kita sama ya? wah, sejak kapan?"

Abel tersenyum untuk pertama kalinya kepada Orion "Sejak awal SMA."

Orion tersenyum balik. Dan dia baru saja menyadari gadis di depannya ini mempunyai senyum yang manis. 

"Mau mampir sebentar?"

"Kemana?"

"Ya ada. Dan ga boleh nolak. soalnya kita udah sampe ditempatnya. ayok turun. Kamu cukup sehatkan buat buka pintu sendiri?"

Abel cengo dibuat Orion. Abel turun dari mobil dan membuntuti Orion. Mereka berdua duduk dipojokan kanan.

"Kedai es krim?"

"Iya, kamu suka es krim?"

"Banget." seketika mata Abel berbinar.

"Disini kedai es krim favorit saya."

Abel hanya ber oh ria. Setelah es krim pesanan mereka datang, mereka menikmatinya dalam keterdiaman. Sampai akhirnya Orion memecah gelembung keheningan itu. 

"Kamu unik ya,"

Abel yang hendak menyendokkan es krim ke mulutnya berhenti seketika. Matanya menatap Orion dengan bingung "Maksudnya?"

"Gapapa."

"Jangan gombal ke saya. Gak mempan." 

Setelah berkata seperti itu, diam-diam Orion tersenyum kecil. Entah kenapa sikap Abel membuatnya malah menjadi tertarik. Biasanya gadis mana saja kalau di ajak ngobrol dengan Orion matanya berbinar binar penuh harap bahkan cenderung genit. Namun Abel malah sebaliknya. Ia malah cenderung tak peduli dengan pesona Orion bahkan tidak memapan sama sekali untuk Abel. Entah kenapa dari dalam lubuk hatinya Orion ingin mengenal Abel lebih dalam. 

-DEEP-Where stories live. Discover now