Bab 76

393 75 15
                                    

-
-
Kembali alis Nastiti bertaut tetapi kali ini raut wajahnya turut terheran-heran.

"Tentu saja. Bukankah memang seperti itu di ceritanya?"

"Begitu? Lalu bagaimana kisah yang diceritakan oleh beliau? Ceritakan kepadaku sedikit saja."

Nastiti mengalihkan pandangan. Ia tampak mengingat-ingat.

"Singkatnya, Rahwana terpikat kepada Dewi Shinta kemudian menculiknya. Jathayu yang mengetahui hal tersebut mengabarkan kepada Rama. Rama kemudian mengutus Hanuman untuk membawa Dewi Shinta kembali. Kemudian, perang pun terjadi dengan Rama sebagai pemenang dan akhirnya bisa hidup bahagia bersama Dewi Shinta," tutur Nastiti.

Nawala manggut-manggut. Terdengar decakan lirih tetapi tidak sampai diperhatikan oleh Nastiti.

"Bagaimana jika kenyatannya mereka tidak bersama?"

"Maksudmu?"

Nawala menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Apa kau tidak tahu, jika setelah Rama berhasil membebaskan Dewi Shinta dari Rahwana, dia membuang istrinya tersebut ke hutan?"

"Bagaimana bisa begitu? Simbok tidak pernah bercerita seperti itu."

Melihat wajah Nastiti yang semakin kebingungan, Nawala tidak bisa menahan tawa.

"Malah tertawa," gerutu Nastiti.

Setelah berhasil meredakan gelaknya, Nawala kembali berujar,
"Setiap kisah kepahlawanan harus selalu menampilkan hal yang baik, Nasti. Akan tetapi, terkadang sebagai manusia, ada hal-hal yang sengaja disembunyikan agar kisah itu tetap bisa diterima masyarakat banyak. Seperti kisah Ramayana yang aku tanyakan tadi. Jika benar Rahwana jahat, mengapa ketika Rama dan pasukannya menyerang, rakyat Alengka serta merta membela? Jika Rahwana jahat, mengapa Dewi Shinta masih diperlakukan dengan baik walau hatinya tidak disambut? Mengapa pula, pasukan Rama dengan beringas menghancurleburkan Alengka padahal urusannya hanya dengan Rahwana? Menurutmu, apa hal itu diperkenankan oleh seorang yang disebut pahlawan?"

Nastiti tergagap, ingin menyanggah tetapi kemudian ia terdiam, berpikir.

"Tetapi, kisah itu menyatakan bahwa Rahwana menculik Dewi Shinta."

"Ya, benar. Memang dikisahkan seperti itu. Mana mungkin para pujangga mengisahkan bahwa Rahwana memiliki cinta yang lebih besar ketimbang Rama, sang pahlawan itu sendiri?"

Nastiti kembali terdiam. Gadis itu pada awalnya tidak mengerti mengapa Nawala mengatakan hal tersebut. Akan tetapi, ia mencoba kembali menyanggah.

"Tetapi, mana mungkin bisa begitu? Bukankah Rama ke Alengka untuk menyelamatkan Dewi Shinta? Para pujangga tentu ingin menunjukkan tentang kekuatan cinta mereka."

Salah satu sudut bibir Nawala terangkat.
"Jika benar begitu, mengapa Rama tetap menyelamatkan Dewi Shinta jika pada akhirnya ia meragukan kesucian istrinya sendiri dan memilih membuangnya ke hutan? Apakah itu yang dinamakan kekuatan cinta? Tidakkah ia percaya pada Dewi Shinta yang pada saat itu tengah mengandung?"

Mata bulat Nastiti terbelalak.
"Apa? I-itu..., aku benar-benar tidak mengetahuinya."

"Rama meragukan kesucian Dewi Shinta dan memintanya melakukan pati obong. Ketika tahu bahwa api itu membuktikan ucapan Dewi Shinta adalah benar, Rama mengajak kembali istrinya tersebut ke Ayodhya. Akan tetapi, di sana Rama meminta Shinta untuk mengasingkan diri ke dalam hutan sebagai hukuman atas lamanya waktu yang ia habiskan bersama orang lain, bukan bersama dirinya. Sampai di sini, apa kau sudah memahami, cinta mana yang lebih tulus?" 

Tampak jelas pada wajah Nastiti bahwa ia belum bisa menerima kisah tersembunyi tersebut. Gadis itu hanya bisa mengawang-awang. Yang demikian membuat Nawala mengulas senyum.

MIRUDA (SELESAI)Where stories live. Discover now