Bab 38

568 95 15
                                    


"Sebenarnya, siapa di antara kalian yang bergelar Gusti Raden?"

"Apa maksudmu?"

Nastiti tidak sempat menjawab. Seseorang telah masuk terlebih dahulu.

"Maaf mengganggu, Gusti Raden. Saya membawakan obat-obatan untuk luka Gusti Raden." Seorang lelaki dengan tubuh kurus meletakkan sebuah piring dari tanah liat berisi dedaunan yang telah ditumbuk beserta tiga buah tempat minum dari bahan yang sama, juga sebuah kendi, di dipan, sebelah kiri Nastiti.

"Apakah Gusti Raden membutuhkan bantuan saya untuk merawat luka-luka Gusti Raden?" tanya pesuruh tersebut.

"Tidak perlu, Kisanak, terima kasih. Saya bisa sendiri, lagi pula ini hanya luka gores," jawab Nawala sembari mengamati beberapa luka di lengannya.

"Baiklah, Gusti Raden." Pesuruh itu melihat Nastiti sejenak.

"Apakah Nimas juga membutuhkan sesuatu?"

"Oh, mmm--

"Bisakah Kisanak memberikannya pakaian ganti?" potong Nawala, sementara Nastiti yang ingin bicara kembali mengatupkan bibirnya.

Pesuruh itu memandang Nastiti lagi, diperhatikannya kain lilit biru langit itu telah bernoda, juga jaritnya.

"Ampun, Gusti Raden, kami tidak memiliki pakaian ganti untuk perempuan."

"Baiklah, tidak mengapa."

Sesudahnya, pesuruh itu meninggalkan Nawala dan rekan-rekannya. Usai melumuri lukanya dengan tumbukan dedaunan tadi, Nawala membuka buntalan yang diberikan Nyi Sukmi kala itu. Dipilihnya setelan pakaian berwarna coklat terang dengan garis hitam di bagian tepiannya. Juga celana panjang ikat berwarna hitam yang sebelumnya ia potong bagian bawahnya dengan meminjam pedang pendek milik Yudha Erlangga. Segera ia kembali menghampiri Nastiti, disodorkannya pakaian itu.

"Pakai ini."

"Apa ini?"

"Bubur jagung. Sudah jelas ini pakaian untukmu, Nyisanak. Ganti pakaianmu dengan ini."

Nastiti merengut mendapat jawaban seperti itu, tetapi ia periksa juga setumpuk kain yang diberikan si Jaka Tarub. Alisnya bertaut kemudian.

"Tapi ini pakaian lelaki," protesnya.

"Pakai saja yang ada. Aku tidak mau melihatmu telanjang lagi karena jaritmu yang sobek ke mana-mana."

Nastiti seketika mendelik mendengar ucapan si Jaka Tarub, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Selain karena ia merasa malu, si Jaka Tarub juga segera meninggalkannya, diikuti rekannya yang sama sekali tidak berani menatap.

"Oh, demi Bhumi Malwapati yang masih berdiri, dia benar-benar... ugh!"
Begitu kesal Nastiti sampai ia meremas pakaian yang diberikan si Jaka Tarub. Dada dan wajahnya serasa panas menahan malu dan amarah, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti saran pemuda tersebut.

**

"Apakah maksud Paman? Apakah maksud Paman dan Kisanak sekalian dengan akan melakukan perlawanan dengan Raka Gangsar?"

Pertanyaan Nawala membuat Wanda Tirta dan segenap orang di sana saling pandang dalam heran. Setelah membicarakan sejenak perihal langkah berikut yang harus dilakukan, Wanda Tirta dan kelompoknya mengajak Nawala berembug.

Kali ini, rencananya adalah mereka akan melakukan perlawanan terhadap Raka Gangsar, namun hal tersebut malah membuat Nawala terkejut. Dirinya bahkan tidak pernah berpikir untuk melakukan itu, terlebih kepada orang yang notabene masih dibilang saudaranya.

"Bukankah sudah jelas apa yang dikatakan Paman Wanda Tirta, Gusti Raden. Kami akan melakukan perlawanan, itu artinya, kami akan berperang," jawab Renggala dengan keyakinan penuh.

MIRUDA (SELESAI)Where stories live. Discover now