Bab 24

613 80 6
                                    


Nastiti tampak geli mengamati tingkah Lembayung yang seperti sibuk memilih. Jemari lentiknya terus meraba-raba barang pemberian calon suaminya, seolah ingin menilai kain mana yang bagus untuknya.

Kemarin, sepulangnya mereka dari pasar seni, Abisaka memberikan dua kain dan dua jarit untuk Lembayung. Dua kain yang sangat cantik. Yang satu berwarna kuning telur, satu lagi berwarna biru langit, keduanya dengan pinggiran satin halus. Dua jaritnya berwarna coklat gelap berbatik parang, dan coklat terang berbatik bunga cempaka. Nastiti sendiri mengakui bahwa pemberian Abisaka itu sangat bagus. Dan yang pasti harganya mahal. Mungkin butuh beberapa keping emas.

"Ini untukmu, Nasti."

Lembayung menyerahkan satu pasang kain dan jarit secara acak. Nastiti sedikit terkejut melihat Lembayung menyerahkan kain biru langit dan jarit berbatik cempaka padanya.

"Apa yang kau lakukan, Yunda? Itu adalah pemberian Kang Abi untukmu. Kang Abi ingin kau memakainya nanti. Mengapa malah kau berikan padaku? Dia akan kecewa padamu nanti."

Lembayung tertawa. Sungguh manis melihat gadis itu tertawa.
"Nasti, tentu saja aku sudah minta ijin pada Kang Abi. Sebelumnya dia bilang akan memberiku sesuatu dan aku ingin membaginya denganmu nanti. Kang Abi telah menyetujuinya, jadi tenang saja Nasti. Terimalah."

Agak ragu Nastiti menerima barang tersebut. Tapi, akhirnya barang-barang itu sampai juga di tangannya. Begitu halus kain biru langit itu. Juga pinggiran satinnya yang serasi. Sementara jarit berbatik cempaka itu begitu manis dan dingin bahannya.

Nastiti harap jarit itu dibuat pendek saja. Dia benar-benar tidak menyukai jarit panjang, dia merasa tidak leluasa dan membuat cara berjalannya aneh, juga tidak bisa berlari karena rapatnya jarit. Semoga saja ibu Lembayung tidak mengomel jika ia utarakan keinginannya itu nanti.

"Yunda, apakah Yunda tahu sesuatu tentang Kang Sapta?"

Lembayung, yang baru selesai meletakkan kain pemberian Abisaka di dalam lemari kayu, mengambil tempat di pinggir ranjangnya. Sementara Nastiti berada di sebelahnya.

"Ah, ternyata adhi temon gedheku* ini sudah penasaran dengan pangerannya."
[*Adik ketemu besar, maksudnya di sini adalah orang lain yang sudah dianggap saudara sendiri]

"Yunda... bukan itu maksudku. Aku bertanya seperti itu karena ingin tahu bagaimana dia berteman. Apakah dia menyukai berteman dengan banyak gadis?"

Lembayung mengernyitkan keningnya tapi sebentar kemudian dia tertawa.

"Nasti-Nasti... apa kau khawatir jika Kang Sapta mempunyai banyak teman perempuan? Yah, Kang Abi memang pernah cerita jika sahabatnya itu mempunyai banyak teman. Terutama teman perempuan. Aku juga tidak tahu banyak, Nasti. Kang Abi tidak terlalu sering bercerita tentang Kang Sapta. Dia bilang, sahabatnya itu orang yang ramah, pandai bergaul dan tidak segan membantu sesama. Kang Abi juga bilang, ayah Kang Sapta yang menjabat sebagai Demang itu juga orang yang baik. Setahuku itu saja. Aku juga tidak tahu bagaimana pendapat orang-orang di desa sebelah tentang pemimpinnya tersebut."

Nastiti manthuk-manthuk*. Dengan sedikit penjelasan dari Lembayung, dia bisa menyimpulkan bahwa Sapta adalah orang baik, meski cara berteman dengan banyak perempuan sangat aneh.
[*Mengangguk-anggukkan kepala]

Mungkin Nastiti terlalu berburuk sangka, meski dia juga tidak menampik bahwa dia tetap sungkan pada pemuda itu. Untuk sementara, Nastiti akan menganggap kebiasaan aneh Sapta adalah sebuah cara anak pejabat menarik simpati dan memperluas pergaulan. 

**

"Ugh!"

Seorang pemuda berumur belasan tahun jatuh tersungkur setelah beberapa saat lalu punggungnya terkena tendangan telak dari pemuda lain yang terlihat lebih tua. Seorang pelayan laki-laki, yang notabene telah dewasa, tidak bisa berbuat banyak melihat junjungannya terlihat kesakitan sembari berusaha bangkit.

MIRUDA (SELESAI)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora