Bab 51

628 92 23
                                    


Ki Sabrang Lor

Begitulah ia memperkenalkan diri dulu kepada murid barunya yang seorang putra salah seorang tumenggung Malwapati. Tubuh tegap dan wajah serius dengan kumis dan jambang tipis yang telah beruban itu memang meyakinkan banyak orang bahwa ia mempunyai ilmu kanuragan, walau perawakannya sedikit lebih pendek dari lelaki kebanyakan. Berbekal ingatan masa lalu, ia menuju Galung Asri sendirian. Tidak banyak rintangan yang dia hadapi, terlebih dengan penampilannya yang seperti peminta-minta dengan caping gunung yang berlubang di beberapa bagian. Untung saja, ia tidak tersesat, menandakan ingatannya masih bisa diandalkan.

Sampai di sebuah gapura, ia berhenti. Dipandanginya dengan saksama keadaan sekeliling. Tidak banyak yang berubah, pikirnya. Gapura itu masih sama bentuknya, masih terawat. Hanya sekarang lebih banyak bangunan penduduk dekat padepokan ternama di Haningan tersebut. Dan sepertinya, padepokan itu juga telah mendirikan bangunan-bangunan baru. Terlihat dari beberapa hiasan atap yang tampak dari luar. Mungkin muridnya semakin bertambah, pikirnya lagi.

Setelah memantapkan diri, dilangkahkan jua kakinya menuju gapura tersebut. Sebuah pintu yang terbuat dari kayu tebal dengan tinggi sekitar dua tombak mulai nampak jelas. Pintu itupun masih sama seperti dulu, ukiran daun semanggi yang akan terbelah apabila pintu terbuka tetap menjadi simbolnya.

Sebuah senyumanpun tercipta. Rasanya dia seperti kembali ke masa lampau. Dan akhirnya sebuah ketukan dengan nada tertentu ia pukulkan pada pintu tersebut. Tidak butuh waktu lama baginya mendapat perhatian dari para murid Galung Asri yang tengah berjaga. Segera saja pintu itu terbuka walau hanya sebagian. Dua orang cantrik mendekatinya dengan tatapan heran bercampur curiga.

"Sugeng raharja, Kisanak sekalian," salamnya santun.

"Sugeng raharja, Kisanak. Kalau boleh tahu, siapa Kisanak ini dan ada keperluan apa datang kemari?" tanya salah seorang cantrik.

"Saya ingin bertemu dengan guru Galung Asri."

"Siapakah guru yang ingin ditemui Kisanak? Dan siapa nama Kisanak?"

Ah, Ki Sabrang Lor hampir lupa bahwa Galung Asri mempunyai beberapa guru. Sehingga ia pun segera mengutarakan maksudnya.
"Maaf, Kisanak. Saya ingin menemui Resi Bimaka dan Resi Gesang. Apakah beliau-beliau ada?"

Saling pandang dua cantrik tersebut. Tapi kemudian, cantrik itu berkata lagi,
"Apakah Kisanak sudah membuat janji sebelumnya?"

"Apakah harus membuat janji terlebih dahulu sekarang?"

"Bukan begitu, Kisanak. Masalahnya, Resi Bimaka dan Resi Gesang tengah melakukan geniwara terkait tragedi yang menimpa beberapa murid di sini. Sehingga, beliau berdua belum bisa menerima tamu."

Sedikit kecewa Ki Sabrang Lor mendengarnya. Kedatangannya kemari untuk memperingatkan dua guru besar tersebut, tetapi sekarang mereka berdua malah tidak ada di tempat. Ki Sabrang Lor pun memahami bahwa tapa yang dilakukan para Resi pastilah membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Apakah Kisanak mempunyai pesan khusus kepada beliau? Jika memang iya, Kisanak bisa menyampaikannya lewat guru Lokahita."

Lokahita. Nama yang tidak asing baginya. Tentu saja Ki Sabrang Lor mengenal perempuan lemah lembut namun sebenarnya garang tersebut. Tetapi, apakah tepat bertemu dengannya saat ini?

"Tidak, tidak perlu, Kisanak. Saya hanya ingin bersua saja dengan para guru tersebut. Sudah lama saya tidak berjumpa. Tetapi, mungkin kami memang belum berjodoh. Kalau begitu, saya undur diri." Ki Sabrang Lor segera pergi untuk meninggalkan padepokan.

"Tunggu, Kisanak."

Tetapi sebuah panggilan membuat langkahnya terhenti. Ditolehnya salah seorang cantrik mendekat.

MIRUDA (SELESAI)Where stories live. Discover now