Bab 3

1.1K 123 5
                                    


"Bayanaka?!"

Anggara berdehem. Kedua matanya memberikan isyarat pada sang adik untuk membenahi ucapannya, menjaga kewibawaan Bayanaka, mengingat masih ada dayang dan beberapa prajurit jaga di sekitar mereka.

"Oh, maaf, maksud hamba Gusti Raden Bayanaka", Mayasari menunduk.

"Lebih baik, kita mencari tempat untuk bercakap-cakap. Agar lebih nyaman."

Bayanaka dan Mayasari mengangguk.
Tak lama, ketiga bangsawan itu sampai di sebuah taman sari milik Patih Sanjaya. Taman itu dibuat khusus untuk Mayasari. Berbagai macam bunga ada di sana. Bau harum selalu semerbak di sekelilingnya. Sang Patih sengaja membangun taman sari dekat kamar sang putri agar gadis itu tidak merasa bosan di kepatihan. Selain itu, sang putri berwenang untuk merawat taman yang indah tersebut. Dua burung kenari berkejar-kejaran di atas kolam ikan mas saat ketiga sahabat yang menarik mata itu berjalan melewatinya.

"Katakan padaku Kangmas, apa yang membuat seorang Bayanaka yang dulu jail dan suka membuat onar berubah menjadi seorang kesatria gagah dan terkenal akan kehebatannya melatih para prajurit."

Anggara, yang berjalan di belakang adik dan sahabatnya, hanya tertawa kecil.

"Katakan padaku juga, Anggara, apa yang membuat putri kecil kita menjadi seorang apsari jelita yang digilai para kesatria sampai-sampai dia lupa pada sahabatnya ini."

"Aku tidak lupa, Bayanaka. Aku hanya sedikit tidak ingat."

Bayanaka menghela napas.

"Sepertinya peluangku sudah tidak ada, Anggara. Lihatlah, begitu banyaknya kesatria rupawan yang datang kepadanya sampai dia lupa bahwa sahabat di sampingnya ini juga tak kalah menariknya dengan para kesatria itu."

"Sudahlah, Bayanaka, jangan menggodanya terus. Nanti aku juga yang kena imbasnya."
Anggara yang dari tadi mengawasi akhirnya membuka mulut.

"Jadi, putri kecil kita masih suka marah?"
Bayanaka menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mendecakkan lidah.

"Sayang sekali, putri secantik ini suka marah. Mungkin para kesatria itu mundur karena melihat dua tanduk di kepalanya."

Mayasari memejamkan kedua matanya sejenak. Habis sudah kesabarannya.

"Hei, hentikan! Hei! Mayasari, geli."

Tanpa belas kasihan, Mayasari menyerang Bayanaka dengan jurus menggelitiknya. Putri jelita itu paling tahu jika sang Gusti Raden sangat tidak suka digelitik.

"Rasakan ini." Mayasari terus menggelitik bagian perut Bayanaka yang kini wajahnya memerah.

"Jangan lari, Bayanaka!"

Mayasari mengejar Bayanaka yang berhasil meloloskan diri. Sementara adiknya asik bermain kejar-kejaran dengan sahabatnya, sang senopati muda hanya tersenyum. Pikirannya melayang ke masa lalu dimana Bayanaka kecil akan selalu menjahili adiknya, Mayasari. Jika putri jelita itu sudah merajuk dan mengancam akan mengadu pada Ramanya, barulah Anggara menenangkan. Anggara tahu, Ramanya tidak akan memarahi siapapun diantara ketiganya, tapi sebagai gantinya, adiknya itu akan mogok bicara, tak saling sapa beberapa hari sampai Bayanaka sendiri yang meluluhkan amarah sang adik, dengan bunga, wayang boneka, atau kejutan lain.

Diam-diam, Anggara merencanakan sesuatu. Rencana yang sudah ada sejak dulu tapi selalu diurungkan. Mungkin, Ramanya akan menyetujui hal ini. Menjodohkan adiknya dengan sahabat yang sudah lama dia kenal. Kenapa tidak? Mereka serasi. Dan ikatan keluarga mereka akan semakin erat. Bayanaka akan naik tahta sebentar lagi dan adiknya akan menjadi prameswari. Bersama, mereka bisa memperkuat nagara Haningan dan menjadikannya nagara terhebat. Anggara tersenyum lagi. Mungkin dia bisa membicarakan hal ini nanti jika Ramanya pulang.

MIRUDA (SELESAI)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن