Bab 18

702 91 16
                                    

**

Brakk!! Bugh!!

Terdengar suara pintu yang jebol, juga suara tubuh yang menghantam lantai tanah rumah yang keras. Erang kesakitan yang entah milik siapa begitu menyayat hati tapi itu tidak bertahan lama. Seseorang segera menebas kepala orang yang baru saja jatuh tersebut. Cipratan darah mengotori dinding bambu yang sudah kusam. Sementara kepala orang itu terlempar tepat di atas tempat persembunyian seorang bocah yang gemetaran. Kedua matanya menatap nanar pada kepala yang kedua matanya terbelalak sementara mulutnya ternganga. Darah yang masih menetes deras seketika membasahi wajah bocah itu.

Si bocah menutup mulutnya yang seakan ingin berteriak. Dia mengenal pemilik kepala tersebut. Seorang pemuda, anak tetangganya. Si bocah kesulitan mengingat tentang nama. Rasa takutnya telah mengendalikan seluruh tubuh hingga tidak mampu berpikir.

Terdengar langkah yang diyakini si bocah sebagai pembunuh anak tetangganya itu berseliweran mengitari pondok kecil itu. Suaranya semakin dekat. Agaknya si pembunuh mencurigai tumpukan kayu yang disusun menyerupai meja pendek tempat si kepala korbannya kini tergeletak. Si bocah semakin menutup rapat mulutnya, tidak ingin gemeretak giginya terdengar. Namun sayang, si pembunuh telah mengetahui ada seseorang yang bersembunyi di sana.

Dengan sekali gebrakan, pembunuh itu berhasil mengagetkan si bocah. Terdengar teriakan nyaring dari pondok itu. Bukan dari mulut si bocah, tapi dari si pembunuh yang kini tergeletak di tanah dan tidak bergerak lagi. Si bocah masih gemetaran di tempat persembunyiannya yang telah berantakan akibat gebrakan si pembunuh tadi. Tatapan matanya hampir kosong karena melihat peristiwa mengerikan yang baru saja terjadi di dalam rumahnya. Hingga ia tidak menyadari bahwa seseorang telah berdiri di hadapannya.

"Nawala!" teriakan ke sekian telah menyadarkan kembali si bocah.

"Kau tidak apa-apa?"

Si bocah yang dipanggil Nawala hanya memandang tanpa mimik wajah pada orang yang kini menggendongnya.

"A-ayah...

Orang yang dipanggil 'ayah' tersenyum lega, lalu dibersihkannya darah yang ada di wajah si bocah. Segera saja sang ayah membawa putranya keluar di mana seorang perempuan telah menunggu.

"Ibu!" Si bocah langsung memeluk perempuan yang telah menunggu di luar itu. Tangis haru menghiasi wajah ayu si wanita.

"Kau tidak apa-apa, Nak?"
Si bocah menggeleng cepat tanpa melepas pelukannya.

Sang ibu merasa diawasi. Ditatapnya sang suami yang mengangguk pelan seolah itu adalah sebuah isyarat untuk melakukan sesuatu. Seketika mereka menaiki kuda-kuda mereka. Dan dalam sekejap, si bocah berada di atas seekor kuda bersama sang ibu.

Si bocah masih belum mengerti apa yang terjadi. Desanya yang damai tiba-tiba saja menjadi lautan api. Suara jeritan seolah berlomba menjadi yang paling keras dan memilukan. Sekali dua kali didengarnya teriakan para perempuan dan anak-anak seumurannya bahkan tangisan bayi lalu dalam sekejap lenyap tidak terdengar. Entah apa yang terjadi pada mereka karena si bocah terus saja memejamkan mata.

Dua kuda itu terus melaju. Tidak menghiraukan segala rintangan yang menghadang. Lelaki berkuda yang memimpin telah membebaskan jalan istri dan anaknya dari segala gangguan.

Tiba di hutan, para penunggang kuda itu turun. Dengan cepat si anak berpindah tangan, dari sang ibu ke seseorang yang langsung membawanya lari bersama orang-orang lain. Si bocah yang masih linglung akhirnya menyadari bahwa ayah dan ibunya tidak mengikuti. Dilihatnya kedua orang tuanya masih berdiri mematung disana.

Baru disadarinya sang ayah yang hanyalah seorang petani memakai pakaian yang keras dan kokoh yang melindungi bagian dada, pakaian yang biasa ia lihat ketika iring-iringan prajurit kerajaan melintas, pakaian yang dulu ingin sekali ia pakai jika dia dewasa nanti karena pasti akan terlihat gagah dengan kuda dan pedang. Baru disadari juga bahwa sang ibu yang biasanya hanya berkutat di dapur, memasak, mencari kayu di hutan, dan menjahit pakaiannya yang berlubang berubah menjadi sosok yang berbeda. Dipinggangnya terselip pedang dan di punggungnya tersampir busur beserta anak panah.

MIRUDA (SELESAI)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz