43 : : SUNDAY

1.2K 129 23
                                    

Terkadang aku merasa jahat, bukan hanya aku, begitu juga kamu dan dia. Dan oleh karena itu, aku harus meminta maaf, aku harus menyelesaikan masalahku, dan mengakhiri sikap burukku.

-Boy Under the Rain

...

Minggu cerah?

Tidak. Mungkin ini memang hari minggu, hanya saja minggu kali ini tidak secerah hari-hari sebelumnya. Berawan, hanya memberi sedikit celah matahari masuk menyinari bumi, dan membuat cuaca seakan terasa dingin.

Radin. Sesuai dengan perjanjiannya. Cowok bermata bundar itu turun dari kendaraan roda duanya. Dilepaskan helm sejenak lalu mengetuk pintu rumah berwarna putih polos itu dengan kuat.

Pintu terbuka, tampak perempuan paruh baya tersenyum lembut memerhatikan si pengetuk tamu. Mama Dhei? Tentu saja perempuan itu sudah tidak asing lagi melihat wajah Radin.

Radin adalah sahabat anaknya. Satu keluarga ini juga sudah tahu dan seperti anugerah tersendiri bagi Radin ketika keluarga ini seolah menganggapnya sebagai salah satu anggota di rumah ini.

Mulai dari bermain di rumah ini sepuasnya, menonton tv, belajar bersama, dan satu hal terakhir yang membuat Radin begitu merasa canggung adalah ketika Mama Dhei sering membuatkannya bekal, tentu saja dititipkan kepada anaknya terlebih dahulu.

Perempuan itu juga seolah bertingkah seperti menganggap dirinya seorang anak di keluarga ini, mengajaknya bicara tanpa bahasa dan nada yang formal, membuat dirinya benar-benar merasakan kehadiran seorang Mama di dalam keluarga. Ya, bukan seperti Mamanya.

Saya-kamu, jangan membantah, atau kalimat segala macamnya yang membuat dirinya merasa seperti robot di rumah sendiri. Belum lagi pertengkaran Papa dan Mama semalam yang berhasil membuatnya  hampir sesak napas seketika. 

Kedua orang itu ingin berpisah?

Radin menggeleng pelan, mendaratkan tubuhnya di atas sofa, seraya menunduk, mencengram kedua lutut dengan erat. Tidak mungkin, dirinya pasti waktu itu salah dengar.

Atau tidak karena dirinya mulai mengantuk, makanya kalimat itu hanya sebagai halusinasi buruknya saja? Sungguh Radin berharap seperti itu.

"Yosh! Radin!"

Radin menoleh belakang, sebelah sudut bibirnya terangkat, begitu memerhatikan Dhei yang tengah turun meniti anak tangga. Anak itu tampak sibuk menggenggam gitar berwarna merah putih di tangannya.

"Lagi main gitar?" tanya Radin mengangkat sebelah alis.

"Enggak, mau gue makan nih gitar," jawab Dhei, menghempaskan tubuh di atas sofa dengan kasar, dapat diyakini mungkin anak itu sedikit meringis merasakan benturan yang cukup menyakitkan secara tiba-tiba.

Tak ada lagi suara dari Radin, Dhei yang tadi fokus dengan alat musiknya kini menoleh, memukul sebelah lengan Radin dengan kuat, tertawa. "Ngapa lo? Tumben canggung gini di rumah gue? Biasanya gila lo kalau udah di sini."

"Kurang ajar," Radin tertawa pelan, melirik sinis. "Jangan buka aib gue."

Dhei tertawa kencang, secepat anak itu bangkit dari sofa sejenak, seraya mengambil beberapa cemilan dari dalam kulkas. "Jadi..." tanya Dhei meletakkan cemilan itu di atas meja. "Gimana orangtua lo?"

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang