30 : : MISS

1.6K 103 4
                                    

Jangan menggantungkan harapanmu kepada orang lain. Karena jika nanti orang itu pergi maka harapan kamu akan dibawa lari.

Dan itu tandanya, kamu akan merasakan sakit dan kehilangan dua hal terpenting sekaligus.

-Boy Under the Rain

...

Rindu memang berat namun bukan berarti menjadi alasan untuk tidak ingin merasakan cinta. Mungkin jika diibaratkan, rindu seperti seseorang yang tengah menjulurkan telapak tangan ketika hujan.

Tiap butiran yang turun seakan begitu terasa menyakitkan namun entah kenapa kita menikmati kesakitan itu membiarkan tiap tetesannya turun jauh lebih deras, membiarkan rindu semakin besar untuk mengetahui bahkan menguji diri sendiri seberapa cintamu untuk seseorang.

Dan itu yang Rein rasakan sekarang.

Gadis dengan jepitan di poninya itu mengembus napas panjang, duduk di bagian meja pendataan buku dengan setengah bosan. Diambilnya pensil sejenak, meraih sketchbook yang sedari tadi dipangkuannya.

Tangannya bergerak lincah, menggoreskan pensil di kertas putih sana. Tampak sketsa di ruang perpustakaan dimana meja panjang berada di tengah, lalu rak-rak buku mmenuhi sekelilingnya.

Mungkin jika ada yang mengingat, maka gambar itu adalah tempat favorit Radin disaat membaca buku di dalam perpustakaan. Tempat dimana ia selalu ingin menghampiri Radin namun sayangnya kak Winny lebih sering sudah terlebih dahulu menghampiri.

Ya, dengan gorden tipis berterbangan, sinar mentari siang masuk ke dalam ruangan perpustakaan, bersama dengan salah seorang cewek duduk memerhatikan seorang cowok yang tengah fokus dengan buku di seberangnya.

Perlahan kedua sudut bibir Rein terangkat, kembali masuk ke dalam imajinasinya. Diperhatikan buku tulis biru berisi coretannya. Tampak begitu beraturan, berisi peta outline, dan tabel-tabel.

Radin Anggana.

Kedua alis Rein terangkat, memerhatikan nama anak laki-laki itu. Apapun yang Radin ucapkan, tingkah lakunya akan selalu ia tulis di dalam buku ini. Seperti ia bilang, Radin merupakan tokoh utama dalam ceritanya. Entah cerita yang ditulisnya atau mungkin cerita di dalam hidupnya?

Cowok kaku, tidak banyak bicara, dan jarang menjadi sorotan siswa siswi sekitarnya.

Ini hari ketiga anak laki-laki itu tidak masuk sekolah. Ingin saja rasanya Rein mengirim pesan, menanyakan kabar anak itu, tapi jika mengingat ucapan Radin kemarin...

Bibir bawah Rein terangkat, memiringkan kepala, menggoreskan pensil ke kertas putih itu kembali. Rasanya niat itu harus ia urungkan dalam-dalam.

Radin ingin kembali seperti dulu, sendiri, berbicara jika hanya ada hal yang penting, dan berkutat dengan buku bacaan digenggamannya.

Tak seharusnya ia mengganggu ketenangan anak itu. Bukan hanya dirinya saja, Dimas juga tampaknya berusaha untuk tidak peduli, hanya Dhei yang terlihat biasa saja, seolah masih bersahabat, meskipun Rein tak yakin apa yang dirasakan anak laki-laki itu sebenarnya.

"Ahh... gue berasa kayak jomblo enggak ngelihatin taksiran satu bulan!"

Rein mengernyit. Suara yang tak asing lagi di telinganya. Nada bicara yang ceplas ceplos dan seenaknya itu hanyalah milik...

Rein bangkit, memerhatikan seseorang yang tengah berdiri di hadapan meja petugas perpustakaan. Dhei? Ya, cowok itu merenggangkan tubuh, menguap, menemani Dimas dengan buku di tangannya.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang