33 : : TALK

1.4K 112 5
                                    

Adakalanya kamu harus berbicara, meluruskan sebuah pemikiran agar tidak terjadi sebuah kesalahpahaman.

-Boy Under the Rain

...

Tak ada lagi balasan pesan dari Rein.

Kedua mata bundar Radin mengerjap. Cowok yang tengah duduk di pinggiran tempat tidur itu menutup handphone-nya sejenak lalu mengembus napas panjang, menatap  setiap sudut ruangan kamar dengan tenang. Rak dan buku-buku memenuhi setiap dinding kamar. Kaca jendela yang terbuka lebar berhasil membuat angin di luar sana masuk menyegarkan pikirannya.

Seingatnya Radin dirinya hanya berapa hari terbaring di rumah sakit, dan entah mengapa rasanya ia begitu merindukan ruangan ini. Seperti sebuah privasi yang membuatnya begitu nyaman dan menampung segala bentuk emosinya.

Tok... tok...

Pintu kamar terbuka, tampak kepala Bibi menyembul di balik pintu, memerhatikan keadaan. Perempuan paruh baya itu berdecak lalu menggeleng begitu melihat tingkah laku anak majikannya. Ya, Radin memang kuat dengan caranya sendiri dan jangan lupa pula anak itu juga nakal dengan caranya sendiri.

"Tidur Den, udah mau tengah malam. Den Radin baru sembuh."

Radin yang tadi menatap satu persatu judul di rak buku kini menoleh, kedua sudut bibir anak laki-laki itu terangkat, tampak begitu manis. Radin mengangguk. "Sebentar lagi Bi."

Kedua alis perempuan paruh baya itu terangkat, memerhatikan Radin dengan pandangan lembutnya. Entah kenapa pandangan lembut yang seharusnya dimiliki Mama kini seolah digantikan oleh Bibi. Sedangkan Mamanya sendiri? Entahlah, perempuan itu sulit dideskripsikan, dan demi apa pun Radin sedang tidak ingin ribut sekarang. "Enggak ada yang sakit lagi kan Den?"

Radin menggeleng. Secara fisik ia memiliki jawaban tidak. namun secara batin? Ah, ya, sedikit, dirinya masih merasakan ada yang aneh ketika Rein menyetujui dirinya bersama Winny. Padahal dirinya sudah susah payah ingin menjauhi senior itu, entah kenapa ketika sedang di perpustakaan seolah-olah Radin merasa Rein menatapnya, dari kejauhan, diam-diam.

Lagipula cewek itu selalu berbicara dengan ekspresi yang aneh, ada rasa tidak enak, dan tampak terpaksa, sesekali melirik Winny yang berada di dekatnya. Seperti gugup? Kaku? dan... cemburu?

Entahlah, Radin tak berani menebaknya lagi. Yang pasti apa yang ada di pikirannya saat itu sepenuhnya salah. Gadis itu tidak memiliki perasaan lebih kepadanya, gadis itu lebih menganggap dirinya sebagai seorang sahabat.

Sebelah sudut bibir Radin terangkat samar, larut dalam pikirannya. Meskipun ada kalanya ia ingin menepis, meskipun ada rasa yang berlawanan dialaminya sekarang, tapi percayalah berusaha mungkin ia meyakinkan diri kalau ia beruntung. Ya, beruntung masih bisa bersahabat dengan gadis itu.

"Den..." panggil Bibi. Radin menoleh. "Bibi tidur duluan ya Den, ngantuk banget Den."

Radin mengangguk, belum sempat perempuan itu berjalan menjauhi pintu, suara bass lembut Radin memanggil kembali. Perempuan itu membalikkan badan, memerhatikan Radin.

Radin menggumam, kedua alis tebal itu nyaris tampak menyatu, terlihat ragu. "Papa udah tidur belum Bi?"

"Belum Den," jawab Bibi setengah mengantuk. "Lagi nonton bola di lantai bawah."

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang