40 : : LITTLE THINGS...

1.2K 91 6
                                    

Entah ini yang dinamakan kesalahan atau bukan, yang pasti saya ingin begitu cepat melupakan hal-hal kecil, entah itu indah ataupun tidak yang pasti saya hanya ingin melupakannya. Karena yang saya tahu, ada hal yang jauh lebih penting yang harus saya capai.

-Boy Under the Rain

...

Sebagai manusia, kita tidak pernah tahu seperti apa rencana Tuhan. Yang pasti semuanya memiliki porsi yang sama, ada kelemahan begitu juga kelebihan, semuanya diberi agar manusia bersyukur, agar seorang tahu bagaimana rasanya berjuang dan berhenti untuk mengeluh terus menerus.

Bisa jadi hidup yang kita inginkan dulu malah berbalik menjadi tidak kita inginkan di masa sekarang. Dan anehnya, terkadang adakalnya kita menginginkan hidup yang dulu, serta ingin berlari di dalam hidup yang sekarang.

Masa depan, waktu, cinta, dan kematian. Segala sesuatu yang tak tampak selalu terasa mengerikan bukan?

Ya, mengerikan.

Radin mengembus napas panjang, cowok yang tengah duduk taman belakang rumah itu terdiam, hanya bersama buku dan gitar di tangannya. Menerawang, memerhatikan rerumputan hijau serta pagar putih yang cukup tinggi.

Prangg!

Bunyi pecahan barang-barang, bentakkan dan saling teriak terdengar begitu kencang dari dalam rumah. Diam-diam Radin meringis, memejamkan mata seraya membenamkan setengah wajahnya ke atas gitar.

Langit tampak senja, angin sore berhembus kencang berhasil membuat suasana sore ini semakin sendu. Sungguh Radin tidak pernah tahu ini hal bagus apa tidak baginya.

Yang pasti semenjak dirinya duduk di tingkat akhir sekolah, Papa dan Mama kini sering pulang begitu cepat. Ya, tiada lagi malam hingga lembur dan sampai memilih untuk tiada pulang ke rumah.

Tapi siapa sangka jika kedua orang itu sudah bertemu malah jadi seperti ini?

Pertengkaran tiada henti, suara barang pecah serta suara bentakkan seolah telah menjadi makanannya sehari-hari. Ingin saja Radin keluar sekarang, hanya saja dirinya tidak tahu mau harus kemana apabila keluar.

Rumah Dhei? Tidak, anak itu tengah jalan berdua bersama Rein.

Bertemu Dimas? Bukannya anak itu terkadang sibuk mengurus adik-adiknya di pantk asuhan?

Percayalah seumur ini bukan seperti ini yang Radin harapkan. Mungkin dirinya pernah berharap kedua orangtua itu pulang dengan cepat, dirinya bisa berkumpul dengan keluarga lalu berbicara bersama seperti keluarga lainnya.

Tapi jika seperti ini? Jika keributan terus ada disetiap harinya? Sungguh dirinya lebih senang jika ada di masa lalu, sepi memang, dirinya memang seakan menuntut hanya saja masa itu jauh lebih baik dibandingkan masa sekarang.

Radin menelan ludah, semakin membenamkan wajah di atas gitar, perlahan kedua tangan itu terangkat seolah-olah ingin menutup telinga dengan erat, berharap semoga ini hanya halusinasinya belaka, hanya khayalan gilanya yang sudah terlalu sering memikirkan hal terburuk terlebuh dahulu.

"Den..."

Radin menoleh pelan. Bibi, perempuan paruh baya itu tersenyum lembut seraya menurunkan kedua tangan Radin yang perlahan tampak mulai terangkat. "Den Radin kenapa enggak jalan-jalan Den? Latihan band, belajar kelompok? Biasanya Den Radin keluarkan?"

Kedua sudut bibir Radin terangkat, menggeleng pelan. Radin tahu kenapa Bibi bertanya hal seperti ini kepadanya, jika perempuan itu biasanya malah menginginkan dirinya jangan terlalu sering keluar, sekarang malah sebaliknya.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang