35 : : ABOUT LOVE

1.4K 96 8
                                    

Memang menyebalkan, terkadang ketika seseorang sudah merasa nyaman, maka seseorang sulit untuk mengungkapkan arti yang sesungguhnya. Sulit untuk meruntuhkan rasa gengsi dan malah memutarbalikkan fakta yang ada.

-Boy Under the Rain

...

Terkadang untuk meraih suatu impian, tujuan, maupun cita-cita memang begitu banyak hambatannya. Terkadang memang tidak sesuai dengan khayalan yang tampaknya serba instan.  Mimpi untuk berhasil saja tidak cukup. Butuh tenaga, butuh mental yang kuat, jatuh lalu bangkit, ditolak serta dihempas lagi bukanlah suatu proses yang asing.

Karena yang menarik di dalam harapan adalah proses. Memang alangkah indah bila kita sudah mencapai tujuan, tapi jika mencapai tujuan tanpa menjalani proses yang panjang bukankah itu menyedihkan?

Tak ada pelajaran yang didapatkan, tak ada hal yang dapat dibanggakan. Karena yang kita tahu hanyalah menerima, menerima, dan menerima. Tanpa mau usaha keras, lalu sekali dihadapkan dengan sebuah persoalan ia menyerah, membiarkan mimpi serta harapan itu kandas.

Kedua sudut bibir Radin terangkat. Anak laki-laki itu mengangkat kepala, duduk di ambang jendela kamar seraya memerhatikan langit gelap yang berada di atas sana. Tampak begitu indah, belum lagi dengan titik-titik kecil kilaunya.

"Radin! Main yok!"

Suara panggilan ini... Radin mencondongkan tubuh, memerhatikan tiga orang yang tengah berdiri di halaman rumahnya. Dhei, Rein, dan Dimas.  Sudah Radin duga bunyi bel memalukan itu hanya milik Dhei seorang saja.

"Main masak-masak yok!"

"Haishh..." Radin mendesis, secepat mungkin anak laki-laki itu membenarkan jaket hitam dan kaos di tubuhnya sejenak begitu juga dengan celana jeans-nya.

"Den Radin..."

Suara panggilan Bibi kini mulai terdengar, lengkap sudah rumah yang biasa selalu sepi kini seakan ramai, meskipun hanya dipenuhi dengan suara Dhei dan Bibi.

"Iya Bi iya! Radin turun ke bawah!" jawab Radin, secepat mungkin meraih gitar barunya di atas meja belajar lalu menuju lantai bawah.

Radin menuruni anak tangga. Dari lantai bawah, tampak Dhei, Dimas, Rein tengah duduk di atas sofa. Ketiga anak itu sesekali tertawa dan jangan lupa kebiasaan Dimas yang selalu menjitak kepala Dhei dengan kuat.

Dhei menyengir, lagi-lagi memejamkan mata seraya membuat kedua tanganya seperti lingkaran lalu di dekatkan ke hadapan mulut. Setengah berteriak. "Radin! Main lompat tali yok! Enggak apa, Dhei jadi talinya terus Radin yang lompat, biar kita saling melengkapi."

"Jijik," desis Radin diam-diam. Di langkahkannya kaki, berdiri di belakang sofa. "Sini lo biar gue ikat pakai tali."

Dhei tersentak, nyaris jantungan begitu memerhatikan mata bundar Radin yang membulat seram. Bibir bawah Dhei terangkat manja, belum lagi dengan sorot mata yang berbinar, tampak memohon. Cowok itu menarik sebelah lengan Radin. "Ayo main, ayo..."

"Gue tabok lo Dhei," ancam Radin, sesekali membenarkan rambutnya sejenak, seperti biasa selalu terlihat manis dan begitu rapi.

Rein tersenyum, tak hentinya memerhatikan wajah cowok bermata bundar itu.

Dhei menelan ludah, memasang wajah gugup, berbisik ke arah Dimas. "Gue mau ditabok Dim, tolong gue."

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang