13 : : CHOOSE

2.3K 132 8
                                    

Hidup itu tentang kebersamaan, tentang saling tolong menolong, dan tentang saling membangkitkan satu sama lain.

Itulah alasannya kenapa kamu terasa mati ketika hidup seorang diri.

-Boy Under The Rain

...

Setiap manusia memiliki sisi kuat tersendiri. Jangan merendahkan, meskipun dari luar terlihat begitu lemah, namun bisa jadi orang itulah nanti yang membantu kita bangkit, disaat kita sendiri, terpuruk dan merasa sepi, mungkin bisa jadi merekalah yang akan mengulurkan tangan, merekalah memiliki hati yang begitu tulus, tanpa kepura-puraan. 

Begitu juga hidup, setiap manusia memiliki prinsip hidup masing-masing. Ada yang memilih untuk menyendiri, mencoba kebal terhadap rasa sakit, dan ada yang tampak begitu ramai, menanggung beban hidup bersama teman maupun keluarga bersama-sama. 

Sekali lagi tak ada definisi kuat di dalam dunia yang fana. 

"Ahh..." 

Rein. Gadis yang baru saja berkutat dengan buku di mejanya itu sontak merenggangkan tubuh, merentangkan kedua tangannya, mencoba mengusir rasa pegal yang menyelimuti buku-buku jarinya. Diedarkannya pandangan sejenak, memerhatikan pemandangan luar melaui jendela kelas yang bertingkat dua itu. 

Wilayah kelas seberang tampak begitu riuh, terdengar suara teriakan maupun tawaan secara bersamaan dari wilayah kakak kelas. Wajar saja, bel istirahat sudah berdering kencang, dan berhasil menenangkan saraf otak yang sedari tegang.

Perlahan Rein membalikkan badan, memerhatikan Radin yang duduk di belakangnya, seperti biasa anak itu tampak nyaman dalam kesendiriannya.

Meskipun Dhei dan Dimas sudah tampak tidak sabar ingin berlari menuju kantin, maka Radin sebaliknya, cowok itu seakan tidak sabar seperti ingin belajar kembali.

Brakk!!

Radin tersentak, cowok yang tengah larut dalam bacaannya itu kini mengangkat kepala. Lalu mengangkat kedua alis tebalnya.

Rein tersenyum cerah, cewek bermata bulat itu tertawa pelan, lalu menyodorkan selembar kertas ke arah Radin. "Sebenarnya udah lama aku mau kasih ini ke kamu, tapi aku kelupaan, kalau enggak..."

Bibir bawah Rein terangkat, mendesis begitu mengingat makhluk terkutuk bernama Dhei yang sering saja mengganggunya. "Yah gitu, diganggu Dhei."

Radin memerhatikan kertas itu sekilas lalu kembali lagi pada buku bacaannya. Tampak tidak selera. "Jangan tandatangan lagi," ucap Radin, setengah pasrah.

Rein tertawa pelan, bibir itu tampak mengulum lalu menggeleng kuat. Memerhatikan ekspresi wajah bundar Radin, tampak lucu.

Rein mendorong sebelah bahu Radin. Berhasil memgalihkan fokus anak itu kembali. "GR kamu."

"Dhei bilang gue harus belajar percaya diri," jawab Radin tersenyum miring. Namun seperti biasa, tak lama saja anak itu menyengir, lalu tertawa setengah hati. "Gue jadi malu-maluin gini ya?"

Mendadak tawa Rein lepas seketika, cewek itu mengangguk kuat, berhasil membuat kedua alis tebal yang tampak menurun itu kini semakin menurun. "Enggak apa kali malu-maluin di depan sahabat! Kapan lagi kamu bisa kayak gituan kalau bukan sekarang, kalau nanti sudah dewasa pasti kita bakal jadi kaku. Apalagi kamu, mungkin udah kayak robot."

"Sok tau," sembur Radin, cowok itu mengernyit sejenak, lalu meraih kertas putih yang disodorkan Rein.

Perlahan Radin tersenyum samar. Mendadak saja ia mengingat surat pindah jurusan atau tidak beberapa bulan yang lalu, begitu menyebalkan, menguras isi kepalanya, dan yah sampai sekarang memang benar dugaannya, rumah yang sudah dingin itu kini semakin dingin.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang