16 : : SIDE

1.9K 119 10
                                    

If you understand it, your life is wonderfull.

-Boy Under The Rain

...

Jika seandainya semua orang dapat belajar bersyukur, menikmati setiap hidupnya, baik susah maupun senang maka kata tenang dan bahagia dapat tercapai.

Memang awalnya sulit, namun jika kita belajar, mungkin saja hal itu dapat terwujudkan, asalkan tidak menyerah.

Dimas mengembus napas panjang, cowok dengan tubuh tegapnya itu turun dari kendaraan lalu berjalan menuju halaman rumah.

Rumah?

Dimas menggeleng pelan, perlahan menatapi langit malam yang sudah tampak gelap seraya memerhatikan rumah besar dengan motif susunan papan di bagian seperempat dinding rumah.

Baiklah, ini bukan rumahnya, mungkin lebih tepatnya ini sebuah panti dimana tempat ia tinggal sedari kecil dahulu. Tak ada yang namanya sepi di sini, semua terasa berisik, bukan sebuah rumah dengan penghuni yang bisa dihitung dengan jari.

Sosialisasi, saling tolong menolong sangat dibutuhkan, dan dirinya yang sudah lumayan dewasa wajib menjaga anak-anak yang jauh lebih kecil.

"Kak Dimas! Kak Dimas!"

Dimas mengernyit seketika, baru saja dirinya masuk ke dalam. Suara beberapa anak kecil menyambutnya, terdengar beruntun, anak-anak itu berlari berkerumun.

Berusaha mungkin Dimas tersenyum, lalu mengacak puncak kepala anak itu satu persatu. "Iya, kenapa? Udah pada makan kan?"

Anak-anak sekitar sepuluh orang itu mengangguk, lalu mengarahkan jari telunjuknya di sudut ruang tengah, tampak seorang cewek itu tengah menunduk disana. Duduk di meja belajar, berusaha berkutat dengan bukunya.

"Kak Anggi kak."

Entah berapa kali Dimas mengernyit. Dirinya baru saja sampai dan anak-anak ini sudah berhasil membuat dirinya bingung. "Kak Anggi kenapa?"

Salah satu anak perempuan berumur sepuluh tahun menggeleng, mengangkat kedua bahu. "Kak Anggi daritadi baca buku terus, enggak main sama kita, enggak ngobrol sama kita."

Dimas menelan ludah sejenak. Tanpa basa-basi lagi ia melangkah, mengintip apa yang dibaca anak perempuan yang tengah menduduki bangku SMP tingkat akhir itu.

Benar dugaannya, gadis itu tengah ada masalah. Dan hebatnya lagi entah kenapa ketika gadis itu yang memiliki masalah, dirinyalah yang naik pitam.

"Enggak ada bacaan yang lebih bagus lagi ya, selain baca tulisan ejekan dari teman-teman lo? Kalau enggak ada biar besok gue pinjamin buku perpus." ucap Dimas, setengah meninggikan suara, berhasil membuat gadis itu tersentak seketika.

Anggi. Cewek dengan rambut sepinggangnya itu menoleh belakang. Secepat mungkin cewek itu menutup buku tulisnya begitu memerhatikan wajah Dimas yang sudah tidak enak.

Dimas menggertak geram, kedua tangan anak itu tergepal di dalam saku celana, memandang anak perempuan itu dengan datar. "Siapa yang nulis? Siapa yang bully lo? Kasih tau gue biar gue hajar."

Anak cewek itu menggeleng, menunduk takut.

"Kasih tau gue," suruh Dimas datar, menelan ludah, berusaha mungkin menahan getaran tubuhnya, dimana emosinya meminta untuk dikeluarkan sekarang.

"Cewek kak," Kedua mata bulat Anggi terangkat, memerhatikan Dimas dengan memelas. "Jangan ya."

"Gue enggak peduli dia cowok atau cewek, kalau dia nyakitin adik-adik gue, tetap enggak bakal gue maafin," ucap Dimas, datar. "Kalau dia enggak mau nanggung resiko dihajar sama gue, jangan pernah berhadapan atau nyakitin adik gue. Segampang itu."

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang