34 : : DREAM

1.3K 94 15
                                    

Setiap masa, entah itu anak-anak, remaja, dan dewasa, pasti memiliki kebahagiaan dan kesedihan masing-masing bukan?

-Boy Under the Rain 

...

Mari cobalah yang terbaik pada perjalanan ini
Dengan memainkan gitar, maka bernyanyilah

Suara Dhei melantun dari ruangan musik seraya memainkan gitarnya anak itu mendekatkan mulut bibir mic. Benar-benar sulit.

Baik Rein maupun Dimas merasakannya. Tahu sendiri sifat bagaimana Dhei, sulit menemukan kata serius dari anak itu.

Terlalu gampang tertawa terhadap hal yang kecil dan fokusnya sangat mudah teralihkan. Mau tak mau lagu dimainkan berulangkali hingga latihan benar-benar terasa baik.

Dua pasang mata anak dengan seragam putih abu-abu itu terangkat memerhatikan sekeliling ruangan. Dimas melirik, begitu juga Rein yang tampak mengancam, jika latihan ini gagal maka habislah sudah kesabaran dari dua orang itu.

Msuik dimainkan. Dimas mengernyit, menoleh ke arah Dhei. Itu bait terakhir, seharusnya semua sudah berakhir, tak ada lagi suara musik di sini.

Dhei tersenyum, menyeringai jail. Memaikan gitarnya.

Apa salah dan dosaku, sayang

Jrengg!!

Cinta suci kau buang-buang

Jrengg! Jrengg!

Lihat jurus yang ku berikan

Jreng! Brughh!

Sontak gepalan tangan Dimas mendarat, menjitak kepala sahabatnya itu dengan kuat. Dhei meringis lalu melirik tajam. "Gila lo Dim!"

"Lo yang gila, Ferret," gerutu Dimas, tak terima. Cowok itu membenarkan sandangan gitarnya kembali lalu meraih pick gitar di saku bajunya. "Latihan lagi, sampai lo serius."

Dhei mengembus napas pasrah. "Gue pengen maksa Radin lagi kalau kayak gini."

Rein yang tadi hanya duduk diam membaca buku di tangannya itu kini mengangkat kepala begitu juga dengan Dimas, mata anak laki-laki itu menyipit tajam, tampak tidak terima.

"Gue enggak kenal namanya Radin. Jangan pernah lo ajak dia lagi."

☔☔☔

"Sekarang, asalkan baik dan tidak merepotkan kerjaan Papa, Papa kasih kebebasan untuk kamu."

Sinar mentari memasuki kelas, angin siang berhembus begitu pelan berhasil menerbangkan setiap ujung tirai yang bergantung di sisi jendela. Kelas terlihat sepi, hanya ada suara kipas angin dan tas-tas anak kelas yang tampak berantakkan, ada di lantai, ada di atas meja, begitu juga digantungkan di belakang kursi.

Perlahan kedua sudut bibir Radin terangkat, anak berjaket biru dengan buku di tangannya itu, menoleh sejenak, mengedarkan sekeliling pandangannya. Mulai tampak lelah dan jenuh dengan bacaan di hadapannya.

Dhei, Rein, dan Dimas. Tiga orang itu sedang berada di ruang musik sekarang dan jika Radin boleh jujur, entah kenapa atmosfernya berbeda sekali.

Terasa dingin dan asing. Sungguh tidak menyenangkan.

Radin menoleh sejenak memerhatikan bangku Dimas di sampingnya, Dimas masih tampak marah dengannya, jangankan berbicara, sapaannya saja tidak di balas. Rein? Ya, agak aneh, terasa canggung, dan kaku. Meskipun anak itu masih berusaha mungkin tersenyum, berpura-pura terlihat seperti biasa di hadapannya.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang