5 : : CARE

4.5K 277 41
                                    

Sahabat, sejatuh apapun kamu, mereka akan berusaha mengulurkan tangan untuk membangkitkanmu.

-Boy Under The Rain

...

Adakalanya kita harus belajar melupakan dan mengikhlaskan. Dan seandainya kedua hal itu sulit dilakukan maka berpura-puralah. Setidaknya dengan cara itu semakin lama akan menjadi nyata. Berawal dari kata pura-pura kita dapat melupakan satu hal sesungguhnya.

Setidaknya itulah yang Radin coba lakukan beberapa minggu ini.

Suara siswa-siswi tampak riuh memenuhi tiap sudut kelas. Ada yang tertawa terbahak, ada yang melantunkan lelucon garing di depan kelas, dan berbagai macam tingkah aneh lainnya.

Percayalah ini bukan karena jam istirahat. Ini sedang jam pelajaran, dimana kelas samping maupun seberang tengah berkutat dengan materi memusingkan. Hanya kelasnya saja yang tidak.

Free class? Berharap saja iya, masalahnya jadwal hari ini adalah ulangan matematika, dan guru yang mengajar belum saja datang.

Dari bangku belakang, tepat samping jendela itu tampak Radin menunduk, berkutat dengan buku bacaan di tangannya.

Bohong jika dirinya begitu cepat lupa dengan perintah Mama. Jujur saja, hingga sekarang ia masih kepikiran, dan karena masalah itu pula Radin dapat merasakan rumah yang terasa dingin itu kini semakin dingin sekarang.

Dan pura-pura tidak memikirkannya adalah cara yang terbaik. Baik untuk kesehatannya, maupun nuansa batinnya.

"Radin!"

Kedua bola mata Radin terangkat memerhatikan seseorang yang baru saja memanggilnya. Rein, gadis dengan rambut sebahu itu menoleh belakang, kedua sudut bibir cewek itu terangkat, memerlihatkan barisan gigi putihnya.

Rein dan Dhei, teman bangku depannya, dan ia duduk sebangku bersama Dimas. Teman sekelasnya saat ia menduduki bangku SMP dahulu.

Entah sebuah keberuntungan apa tidak, Radin seratus persen tidak yakin kalau ia bisa akrab dengan Dimas, dirinya keras kepala begitu juga Dimas. Dan jika sudah berdebat maka dua orang di depan itulah yang dapat menenangkan.

"Kamu udah belajar buat ulangan matematika?" tanya Rein penasaran. Sekedar basa basi agar satu baris dengan 4 bangku itu tidak terlalu hening.

Radin mengangguk, mengangkat buku cetak matematika di meja belajarnya. "Gue lagi ngulang materinya."

Rein menggumam, mengangkat bibir bawahnya. Berhasil membuat wajah oval yang berkulit cerah itu tampak imut. "Kalau Bahasa Asing?"

"Sedikit," jawab Radin, meraih selembar kertas di laci, berisi coretan yang berisikan huruf hiragana dan katakana dasar. Rein mencondongkan tubuh memerhatikan tabel huruf tersebut. "Gue agak sulit hafalin yang katakana," ucap Radin.

"Sama," jawab Rein. Tak lama cewek itu mengetuk meja Radin dengan kuat, tampak bersemangat. "Gimana kalau nanti kita ke perpus! Belajar sama-sama!"

"Kita..." gumam Radin, seolah berbicara dengan diri sendiri.

Kita. Kata yang tak pernah Radin dapatkan ketika pertemanan. Entahlah rasanya menyenangkan, seperti dianggap ada, dan dirinya terasa hidup mungkin?

"Sekalian ngajarin dua curut itu," ucap Rein mengerlingkan pandangan ke arah depan. Tampak Dhei dan Dimas tengah melantunkan lelucon garingnya, berhasil membuat beberapa siswa di kelas tertawa terbahak.

Radin tertawa pelan lalu mengangguk.

"Oh ya!" Rein menunduk sejenak, meronggoh dalam tas berusaha mencari sesuatu. Belum sempat cewek itu menyerahkan selembar kertas ke arah Radin, suara bass yang heboh milik Dhei dan Dimas kini menghampiri.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang