11 : : YOUR PROBLEM, MY PROBLEM

2.6K 166 20
                                    

Enggak semua masalah bisa diselesaikan dengan hanya dipendam. Adakalanya seperti sampah, sesekali harus dibuang. Ketika masalah itu terus ditumpuk, maka akan membusuk, dan menyakiti si pemiliknya.

-Boy Under The Rain

...

Sepi. Benar-benar sepi.

Kedua mata bundar Radin mengerjap memerhatikan sekeliling ruangan yang tidak terlalu besar itu. Sungguh seperti terasa asing, hanya ada dirinya, Dhei, dan beberapa alat musik di ruangan ini. Sedangkan Rein? Ya, berusaha mungkin Dhei merancangkan begitu banyak kata agar gadis itu keluar sejenak, tanpa ada niat mengusir gadis itu secara kasar tentunya.

Dhei yang tadi berdiri, kini mendaratkan tubuh. Duduk di samping Radin. masih terlihat serius. "Lo benar enggak ada masalah?" tanya Dhei, tanpa menoleh ke arah samping.

Radin mengernyit, lalu menggeleng, tersenyum tenang. "Enggak."

Dhei tertawa datar, diam-diam cowok itu menerawang, mengutuki Radin di sampingnya. Bodoh! Ingin sekali ia berteriak sepuas-puasnya di hadapan cowok itu. Radin benar-benar bodoh. Memang wajah bundar itu terlihat tenang, memang jika dilihat sekilas seperti tidak ada masalah. Tapi faktanya?

Percayalah, Radin tak cukup pintar untuk menipu orang seperti dirinya. Sebelah sudut bibir Dhei terangkat seraya menggeleng pelan. Bagaimanapun juga, dulu dirinya pernah bersikap seperti Radin. Terlihat tenang, namun menyimpan rasa sepi yang amat sangat.

Ketika beberapa tahun lalu, disaat semua orang yang ia mulai anggap berharga perlahan meninggalkannya.

Mungkin bukan keluarga, tetapi lebih terikat dengan pertemanan. Disaat ia sudah memercayai seseorang sebagai sahabatnya, maka sudah dipastikan tidak butuh waktu yang lama untuk menghancurkan harapan itu. Di saat seseorang yang dianggapnya berharga telah memiliki teman yang baru, maka dirinyalah yang dibuang.

Dan saking bodohnya lagi, dirinya seolah-olah pernah dianggap layaknya pengemis. Memohon, memaksakan diri untuk berteman padahal orang itu sudah tidak lagi menganggapnya lagi sebagai teman.

Ya! Hanya orang asing semata! Dan Dhei berharap, Radinlah orang yang tepat, yang tidak akan mengecewakannya untuk kesekian kalinya.

"Lo masih ingat waktu awal kita temanan?" tanya Dhei, mencondongkan tubuh, untuk kesekian kalinya tanpa menoleh ke arah Radin, cowok itu menautkan jari-jarinya dengan erat, menahan emosinya.

Radin mengangguk. "Ingat."

"Jangan sahabatan sama gue," Dhei tersenyum sinis, melirik Radin sejenak. Tubuh itu bergerak seakan tampak tidak tenang. Terasa risih mungkin ketika ia mengatakan hal seperti ini. "Kalau lo mau tahu aja, gue sebenarnya enggak ada niat bercanda waktu itu."

Dengan duduk menegak, diam-diam Radin mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Terasa begitu dingin, bukan hanya tangan begitu juga kaki. Radin menoleh, wajah itu mendadak pucat seakan-akan baru saja menghadapi ketakutan terbesarnya. "Kenapa?"

"Takut gue punya ide gila, mau balas dendam terus ninggalin sahabat gue yang sekarang tiba-tiba," ucap Dhei langsung. Namun tak lama suara bass tertawa, memukul lengan Radin dengan kuat begitu melihat wajah bundar itu berubah semakin muram. "Gue bercanda. Gue enggak sebodoh itu."

Radin tertawa datar, dalam hati mengatakan humor Dhei benar-benar tidak lucu baginya.

"Gue jera aja," Kedua sudut bibir Dhei terangkat tipis, seraya memandang gitar listrik putih yang berdiri di sudut ruangan. "Gue terlalu gampang anggap seseorang jadi sahabat, dan yah... gue juga sering dikecewakan. Orang yang pernah gue anggap sahabat biasanya teman sekelas gue, dan setelah mereka pindah kelas, gue dilupain gitu aja."

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang