42 : : HEAR

1.2K 96 6
                                    

Untuk malam ini, aku rekomendasikan play musik yang ada di mulmed, sama tahan napas pas baca ya :'). Happy reading!

...

Bicara tentang hidup, yang pada akhirnya kuketahui, berhentilah mencari tempat nyaman, berhentilah lari dari kenyataan, berhentilah bergantung kepada seseorang.

Sakit? Ya, sakit, sulit, terkadang ingin menyerah dan berhenti. Tapi itulah hidup. Jika kamu belum cukup kuat, menangislah sepuas-puasnya sampai rasa sedihmu hilang, sampai rasa takutmu hilang.

Tak apa, tak masalah bagimu abaikan ucapan-ucapan miring itu. Menangislah terlebih dahulu  hingga sampai kamu kebal dengan rasa sakit itu, dan pada akhirnya...

Kamulah orang yang akan tersenyum di akhir cerita.

-Boy Under the Rain

...

Mungkin hujan tidak seperti petir yang dapat menerangkan perasaannya secara langsung. Ketika diujung amarah, maka petir seolah akan berbunyi dengan kuat, meluapkan kekesalannya.

Namun tidak dengan hujan, tiap tetesnya mengandung berbagai makna, memberi berbagai isyarat yang tak bisa bisa diucapkan. Dan na'as semua isyarat hanya si pemikir itulah yang mengerti, menerjemahkan perasaan di balik titik hujannya. Bercerita melalui hatinya.

Sama seperti Radin. Pemilik sepasang mata bundar itu menerawang, memerhatikan setiap titik hujan yang turun melalui jendela kamarnya. Jika ditanya apa yang ia rasakan sekarang, maka Radin akan menjawab seperti ada rasa ingin begitu sangat namun tidak bisa digapai, ya sama seperti ketika harapannya yang senantiasa bertentangan dengan Mama, tak dapat dikabulkan, hanya kenekatan dan entah seperti apa akhir yang didapatkan.

Suara bentakkan, gebrakan, kini terdengar dari sebelah. Hebat,awal yang Radin kira dengan adanya waktu di antara kedua orang itu hubungan keluarga ini bisa menjadi harmonis. Namun faktnya?

Diam-diam sebelah bibir Radin terangkat sinis. Parah, semakin parah. Dirinya ingin menenangkan pun mustahil rasanya, kedua orangtua itu bertengkar hebat, bahkan hingga larut malam.

Radin mengembus napas panjang, dalam kamar bernuansa klasik itu Radin menyilangkan kedua tangannya ke ambang jendela, setengah membenamkan wajahnya di sana. Bodoh, ingin rasanya Radin mengutuki, rasa mual lagi mendera tubuhnya, selalu seperti itu jika dirinya terlalu larut dalam pikiran dan parahnya kedua mata ini tidak bisa terpejam dengan erat.

Berusaha untuk mengalihkan pikiran, secepat mungkin Radin membalikkan badan, turun dari ranjangnya sejenak, seraya mengambil hp hitamnya dengan cepat.

Dhei...

Radin memandang jam dinding. Sudah pukul dua belas malam, semoga anak itu belum saja menuju alam mimpinya.

Suara sambungan telpon terdengar begitu lama, dan sampai akhirnya...

"Yosh! Kutil!"

Radin mendesis, namun tak dipungkiri ada rasa senang sekaligus lega mendengar jawaban dari seberang. Jujur, Radin tidak pernah tahu mulai sejak kapan dirinya tidak bisa memendam masalah.

Mungkin semenjak terlalu sering bersama sahabatnya itu, semenjak ketiga orang itu sering mendesaknya untuk berbicara, berhenti memendam masalah, dan jujur saja memang terasa nyaman, membuat dirinya merasa seperti orang normal lainnya. Tapi?

Percayalah di sisi lain dirinya juga merasa ketakutan. Bergantung? Ya, tanpa sadar, dirinya telah menggantungkan hidupnya kepada ketiga orang itu, semua mimpi dan harapannya ia serahkan.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang