3 : : PLAN

6.2K 369 50
                                    

Terkadang hidup tak sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Semakin banyak pilihan, semakin besar pula rencana yang akan kita ubah.

Tidak konsisten memang, tapi tak ada salahnya jika perubahan itu memberikan peluang yang lebih baik ke depannya.

-Boy Under the Rain

...

Terkadang hidup tak cukup baik untuk mengabulkan apa yang kita inginkan, adakalanya kita harus belajar lebih keras atau mungkin mengubah jalur, mencoba mencari apa yang terbaik untuk kita ke depannya.

Ya, dan Radin yakin mungkin ini fakta yang harus diterima Mama mulai dari sekarang.

Radin. Cowok dengan seragam sekolahnya itu melangkah ke dalam rumah, dibukanya kedua sepatu sejenak lalu menuju westafel dapur, mencuci wajah.

Matahari tampak tenggelam, membuat langit menyorotkan semburat jingganya. Sejenak Radin memandang jam tangan, pukul lima. Ya meskipun jam belajar masih belum terlalu efektif, tapi sekolah sudah menerapkan jam pulang yang cukup lama.

Mungkin pulang lama memang melelahkan, tapi percayalah hal itu membuat dirinya malah menjadi senang. Ya, dengan pulang lama dirinya tidak perlu merasa sendiri ketika berada di rumah, dengan pulang lama dirinya tidak perlu stress melihat pekerjaan Papa dan Mama yang tiada habisnya.

Kedua orang itu terlalu sibuk, tak cukup bekerja di tempat kerja, yang ada pekerjaan itu dibawa hingga rumah. Menerima telpon sana sini selama seharian dan sibuk dengan laptop serta kertas-kertas menyebalkan.

Sungguh, mendadak saja Radin tidak tahu perbedaan robot dengan manusia. Senantiasa bekerja, sibuk, diprogram sana sini, dan mengabaikan rasa cinta satu sama lain.

Perlahan Radin tersenyum sinis, cowok itu berjalan menaiki tangga setelah melahap sesendok sayur yang berada di dapur.

Orang dewasa benar-benar menyedihkan.

"Radin..."

Radin menghentikan langkah, belum sempat dirinya memutar kenop pintu kamar. Suara Mama tengah memanggilnya dari lantai bawah. Ya, dari ruang keluarga, dan Radin berani bertaruh pasti Mama tengah memanggilnya seraya melakukan pekerjaan menyebalkan itu.

Radin menahan napas, dicengkramnya kedua sandangan tas dengan erat seraya menuju lantai bawah dengan cepat. "Ya?"

Perempuan paruh baya dengan kertas-kertas kerjanya itu menghentikan kegiatan sejenak. Dilepaskan kacamata yang bertengger di hidungnya seraya menatapi Radin yang kini duduk di sofa.

"Mama mau bicara serius sama kamu."

Radin mengangguk pelan. Meskipun dalam hati ingin rasanya ia tertawa datar. Bicara serius?

Tanpa diberitahu pun Radin sudah tahu sebenarnya. Orang-orang ini akan berbicara seperlunya saja. Baru berbicara jika ada hal yang menentang keinginan, dan menuju perdebatan yang berakhir dengan keributan.

Tak ada candaan, ataupun sekedar basa basi untuk meringankan otak sejenak. Seluruhnya kaku, dalam keseriusan, dan kedinginan.

"Bicara apa Ma?" tanya Radin, datar.

Perempuan itu melipatkan kedua tangan ke arah dada. Memandang wajah anaknya dengan serius. "Kamu udah jalankan perintah Mama?"

Perintah Mama? Radin mengernyit, mengerjapkan mata seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, berusaha mengingat-ingat.

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang