9 : : WHEN I MEET THEM

3K 183 14
                                    

Ketika bertemu mereka, sungguh saya merasa tenang. Tenang dalam artian yang sesungguhnya, bersama mereka saya seolah menjadi diri saya yang sebenarnya, dan tentu saja kami saling menguatkan.

-Boy Under The Rain

...

Jika ada yang bertanya apa hal yang paling indah ketika berada di masa SMA maka jawabannya adalah sahabat. Dengan adanya sahabat, kita dapat saling menguatkan, kita dapat bertukar pikiran, dan menjalankan kerasnya hidup bersama-sama.

Meskipun tak dapat dipungkiri, pasti pernah merasakan salah paham dan bertengkar antar satu sama lain.

Rein, gadis dengan rambut ikal setengah bahu itu tersenyum cerah. Dengan dress putih yang dikenakannya, cewek itu turun dari kendaraan beroda dua seraya memegang sandangan tasnya dengan erat.

Rein melepas helm, seraya menyerahkan kepada si pemilik motor yang berbaik hati ingin menemaninya ke toko buku hari ini.

"Gue kira helmnya mau dibawa masuk juga."

Rein tertawa pelan. Memerhatikan Radin di depannya sejenak, cowok itu turun dari kendaraannya seraya tersenyum senang, memerhatikan toko buku yang menjulang. "Enggak nyangka gue bakal pergi ke tempat ini."

Enggak nyangka? Dahi Rein mengernyit heran. Rein yakin, untuk anak seperti Radin, maka ke toko buku bukanlah hal yang tabu untuk cowok itu. Malah sebaliknya, begitu menyukainya seperti menjadi seorang sahabat.

"Maksudnya?" tanya Rein. Tanpa jawaban, kedua bahu Radin terangkat, secepat mungkin cowok itu melangkah diikuti Rein dari belakang.

"Hei!" panggil Rein, berlari kecil. Tak tahan melihat Radin berjalan terlalu cepat darinya, secepat mungkin jari lentik itu meraih belakang baju Radin. Berhasil membuat cowok dengan kaos krimnya itu menghentikan langkah.

Radin menoleh belakang. Bibir bawah Rein terangkat, kini berjalan menaiki tangga, beriringan menuju rak novel bersama cowok itu. "Hei, tadi maksudnya apa?"

Sebelah alis tebal Radin terangkat, setengah berjalan seraya meneliti judul buku yang berderetan di sana. Tak lama Radin tertawa, memerhatikan Rein. Wajah gadis itu terlihat lucu terlebih lagi ketika gadis itu begitu penasaran. "Cari tau sendiri."

"Radin!" panggil Rein geram, setengah mendorong tubuh tunjang itu sekuat tenaga, nyaris saja jika Radin tidak menahan, mungkin sudah dipastikan cowok itu akan telungkup bersamaan jajaran tumpukan buku di sana. Nihil, bukan memberitahukan jawabannya, cowok itu hanya tertawa, mengambil sebuah buku lalu mencoba melihat sampul belakangnya. 

Rein mengambil salah satu novel berwarna merah muda, sesekali melirik cowok bermata bundar di sampingnya. "Sejak kapan kamu suka baca?" 

Radin menoleh ke arah kiri, bibir bawahnya terangkat sejenak, begitu juga dengan kedua bahunya. Entah Rein saja yang baru sadar, ataukah tidak yang pasti anak laki-laki di sampingnya itu terlihat begitu manis, meskipun harus sedikit bersabar, apalagi ketika ingin mencari topik pembicaraan. "Lupa."

"Ada banyak hal yang harus diingat," sambung Radin tersenyum samar, meletakkan buku di jajaran rak kembali, lalu berusaha mencari bacaan yang lain lagi. "Dan banyak juga hal yang harus dilupakan." 

Kedua mata bulat Rein mengerjap. "Kamu enggak bisa ingat hal-hal yang kecil ya?" 

"Bisa," jawab Radin, sebelah alis tebal itu terangkat, lalu menarik napas sedalam-dalamnya, seolah-olah tengah memenuhi ruang oksigen ke dalam dadanya. "Cuma adakalanya melupakan satu langkah terbaik buat gue. Dengan melupakan, lo bisa menerima hal yang baru kembali. Menerima satu hal yang baik." 

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang