12 : : BAND

2.4K 148 12
                                    

Tak semua orang dewasa memahami arti  tulus dalam jiwa seorang anak.

-Boy Under The Rain

...

Dalam hidup, seseorang membutuhkan sahabat. Dengan adanya sahabat seseorang lebih berani menghadapi hidup, saling mengasihi, dan saling melindungi. Satu hal yang penting, dengan adanya kehadiran mereka, kita merasa tidak sendiri, hidup dalam sepi, dan dapat bertukar pikiran satu sama lain. 

Dan jujur saja, itu terasa menyenangkan. 

Radin mengembus napas lega, seraya mendorong pintu rumah. Langit yang tadinya senja kini berubah menjadi kelam, dipenuhi titik bintang, dan bulan yang bersinar cerah. Tak cukup sampai sore, setelah dirinya mengantar Rein pulang, Dhei mengajaknya pergi sejenak. Seperti biasa, sahabatnya itu terlihat bersemangat, senyum itu terukir cerah, dan jujur saja, diam-diam Radin juga merasakan hal yang sama. 

Membentuk suatu band? Dalam hati, Radin seakan bersorak girang. Percayalah, tanpa sadar  dirinya mempunyai mimpi yang sama seperti Dhei, dirinya juga pernah mengidamkan bagaimana kerennya melakukan hiburan seperti itu bersama sahabat. Bernyanyi, meluapkan seluruh beban dalam lirik lagu dan irama musik. 

Meskipun mengingat baik dirinya, Dhei, Dimas, maupun Rein sama sekali tidak bisa memainkan alat musik, sudah dipastikan rasanya sulit sekali. 

Radin berjalan mengendap, sesekali membenarkan letak tas gitar yang menggantung di punggungnya, perlahan kepalanya ia tolehkan kiri-kanan memerhatikan setiap sudut ruangan rumah. Seolah-olah tengah menghindar.

Bukan takut mendapat teguran akibat pulang malam, percayalah apabila Papa melihatnya, ini mungkin lebih parah dibandingkan teguran karena dirinya pulang malam. 

"Den Radin?"

Radin tersentak, termundur belakang, bunyi benturan antara kaki dan kaki meja ruangan tengah terdengar kuat. Radin meringis, mengangkat kepala memerhatikan bibi yang tengah berdiri di ambang pintu dapur. 

"Bi..." Radin merunduk, mengusap-usap bagian kakinya yang tampak memerah. "Jangan ngagetin Radin ngapa bi."

Perempuan itu mengangkat bibir bawah, tidak terima. "Bibi enggak ngagetin Den. Den Radin aja tuh kagetan, udah tua ya jantungnya?" 

"Masih muda," jawab Radin mendengus.

Diam-diam perempuan paruh baya itu tersenyum, memerhatikan anak majikannya itu dengan tulus. Ada sedikit rasa senang menghantuinya begitu melihat Radin yang tidak uring-uringan seperti pagi tadi.

Suasana hati anak itu tampaknya mulai bisa terkontrol dengan baik.

Kedua alis tebal Radin terangkat, cowok itu masih saja memerhatikan sekeliling ruangan. Radin mendekat ambang pintu dapur seraya berbisik. "Papa sama Mama belum pulang Bi?"

Tampak bibi gelagapan sekarang. Bukan karena ingin berbohong atau apa, masalahnya kedua orang itu belum saja pulang, dan tampaknya lembur hingga begitu malam. Jika saja Radin tahu, maka ia akan merusak mood anak itu lagi.

Bagaimana pun juga Radin sudah terlalu benci dengan pekerjaan yang telah merebut kasih sayangnya itu kan?

"Belum Den," jawab Bibi pelan.

"Selamat," Radin menghela napas lega, sesekali mengurut dadanya yang untuk berapa kali nyaris jantungan berada di rumah ini.

Kedua alis perempuan paruh baya itu terangkat. Menatap Radin dengan jail. "Ayo kenapa? Den Radin takut kena marah gara-gara pulang malam ya? Den Radin darimana aja memangnya?"

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang