DEEP [DUA PULUH EMPAT]

Start from the beginning
                                    

Buat apa mainan dan bahan dapur sebanyak itu? Jangan-jangan ..

Abel menggelengkan kepalanya. Dia harus berpikir positif dulu, karena dia belum tahu apa motif dan tujuan Gilang membeli semua ini.

Mobil yang ditumpangi Abel berbelok ke gang. Lalu berhenti tepat di depan rumah dengan halaman besar. Di situ banyak sekali anak-anak kecil, rata-rata sekitar anak-anak usia 5-12 tahun.

Begitu Gilang dan Abel keluar dari mobil, Gilang langsung diserbu oleh anak-anak yang tadinya asik main bola.

"Bang Gilang, robotku mana?"

"Abang, boneka doraemonku ada kan?"

"Bang Gilang aku kangen,"

"Bang, ayo main sepak bola."

Kurang lebih begitulah kata-kata yang di lontarkan anak-anak itu.

Gilang tersenyum senang mendengar hal yang di katakan anak-anak itu.

"Sebentar ya, Abang ambil di bagasi dulu."

Gilang membuka bagasi mobil, lalu menenteng beberapa kardus berisi mainan di tengah-tengah kerumunan mereka.

"Nih pesenan kalian, jangan pada berebut ya, ngambilnya antri satu-satu."

Setelah berkata seperti itu, anak-anak langsung mengantri dengan tertib. Mengambil mainan mereka.

Baru saja Abel asik mengamati anak-anak kecil itu, datanglah seorang wanita paru baya dengan senyum ramah.

"Eh mas Gilang?"

Mendengar namanya dipanggil, Gilang segera menghampiri wanita itu.

"Bu Rani, apa kabar Bu?"

"Sehat mas alhamdulilah, mas Gilang gimana?"

"Alhamdulilah bu sehat."

"Wah, mas Gilang sekarang sudah punya gandengan ya? Namanya siapa mbak?"

Abel yang merasa dipanggil langsung mengulurkan tangannya dan melemparkan senyum ramah.

"Saya Abel Bu,"

"Woalah mbak Abel namanya. Cantik. Pantes mas Gilang suka. Pacarnya ya mas?" Bu Rini tersenyum penuh arti.

"Doain Bu," bisik Gilang pelan, namun masih dapat didengar Abel.

Abel hanya diam menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Oh iya Bu, saya bawa sedikit rejeki buat ibu, ada di bagasi."

"Woalah mas Gilang ini lho, makasih banyak ya mas, nanti saya suruh bapak ngangkatin." Bu Rani tersenyum ramah. "Masuk dulu mas, saya bikinin kopi kesukaan mas, mbak Abel mau kopi atau teh atau apa?"

"Kopi aja gak papa Bu,"

"Mari-mari masuk,"

Gilang mengikuti langkah Bu Rani, sedangkan Abel membuntuti Gilang di belakang. Sebelum masuk, Abel mendongakkan kepalanya. Membaca tulisan spanduk tertera di dinding atas bagian luar rumah.

Panti asuhan Dharma Ceria

Abel mangut-mangut. Ternyata Gilang membawanya ke sini. Ternyata mainan banyak tadi untuk anak-anak panti asuhan. Ternyata kebutuhan dapur tadi untuk makan anak-anak di panti asuhan ini. Hati Abel diliputi rasa kagum kepada Gilang. Tak disangka, Gilang yang  notabennya playboy dan badboy, ternyata hatinya malaikat. Dia peduli sesama. Dia memberikan tanpa pamrih. Abel malu terhadap dirinya yang kadang suka lupa terhadap sesamanya yang lebih menderita.

Abel dan Galang duduk di ruang tamu. Namun telinga Abel menangkap suara tangisan bayi. Abel mengurungkan niatnya untuk duduk santai, dia bangkit lalu mencari sumber suara bayi itu. Di ikuti Gilang di belakangnya.

-DEEP-Where stories live. Discover now