DEEP [DUA PULUH]

Mulai dari awal
                                    

"Abel kuat kan?  Kalo ada masalah cerita aja jangan diem. Seenggaknya elo lega bisa berbagi beban. Jadi gak berat. Ya kan?"
Abel mengangguk. Dia membenarkan kata-kata Runa.

"Abel bisa kok, Jangan cengeng ya, ada om Arel di sini." Arel mengusap pundak Abel. Abel membalasnya dengan senyuman.

"Ada gue Bebel, sini-sini sandaran di pundak gue." Dekka menuntun Abel untuk bersandar di pundaknya. Abel nurut-nurut saja. Karena dia memang butuh itu. Butuh pundak itu.

"Lo kuat Bel, gue tau itu." Quinta tersenyum ke arah Abel. Abel membalas senyuman.

Memang benar. Hatinya sedikit lega ketika berbagi. Hatinya menghangat. Semangatnya mulai bangkit kembali berkat sahabat-sahabatnya.

Makasih buat kalian semua, kalian itu berarti banget buat gue. Tapi maaf, gue cuma bisa cerita sampai itu. Selebihnya biar gue yang nanggung. Suatu saat nanti kalian pasti tahu.

"Gak papa Bel, gue pernah hampir ngalamin hal yang sama kok." Nila membuka suara.

"Hal yang sama?" Abel mengrenyitkan dahinya. Ia mengubah posisinya dari bersender di Dekka jadi duduk tegak.

Nila menghela napasnya.

"Maaf, gue gak cerita ini. Gue cuma belum siap aja waktu itu. Kejadiannya udah lama sih. Waktu itu gue baru kelas 8, ortu gue mau cerai gitu karena salah paham. Tapi gue sama kakak kakak gue gak setuju. Terus di selesaiin secara kekeluargaan. Dan akhirnya nemu titik terang. Dan mutusin buat gak cerai." terang Nila. Ekspresinya berubah sedih ketika kembali mengingat kejadian itu.

"Sekarang baik-baik aja kan La?" Dekka angkat suara.

"Iya, alhamdulilah."

"Gimana rasanya? Plong?"

Abel dan Nila mengangguk bersama.

"Besok-besok lagi jangan minta di suruh baru cerita. Kesadaran diri aja. Kalian gak sendiri. Kalian punya kita."

Semua mengangguk mengerti.

"Eh, gue pengen ngomong deh," Wajah Arel berubah jadi srrius

"Apaan?"

"Menurut kalian senioritas di sekolah  tu gimana sih?"

"Kalo menurut gue itu gak baik. Mengatasnamakan senioritas berkedok sopan santun itu gak banget. Jelas-jelas beda." jawab Dekka.

"Di sekolah kalian masih ada gak?"

"Masih, tapi cuman waktu jaman gue kelas 10 doang, anngkatan terusan gue kagak. Ya kan Bel?" jawab Runa menggebu gebu.

"Iya, waktu angkatan gue sampe di forum gitu. Ah di marahin habis-habisan. Gegara apa sih Na itu?"

Runa mengingat-ingat, "Oh, gara-gara angkatan kita berani pake sepatu warna warni, pake lipstik, terus gak nyapa kakak kelas."

"Apa coba faedahnya forum?" Quinta angkat bicara.

"Gak tau tuh. Berasa bangga kali, nunjukin kalo dia itu kakak kelas."

"Pokoknya waktu itu ngeri banget." Abel bergidik ngeri mengingat kembali kenangan kelas 10.

"Harusnya senioritas itu dihapus, mau jadi apa bangsa kita kalau masih ada penindasan kayak gini?" Arel mulai bijak.

"Sok bijak lu! Berasa kayak pidato sumpah pemuda" Dekka menoyor Arel.

"Biarin, suka suka Arel." Arel sewot.

"Di sekolah gue juga masih ada. Ini kejadian belum lama sih. Akhir-akhir ini. Kan gue ikut ekskul teater. Nah gue kan ketuanya, kan ngadain event, gue maunya tu murni cuma pengurus teater angkatan gue doang sama adek kelas yang terlibat. Maksudnya tu biar ya mandiri gitu. Eh tau-tau ada kakel mantan ketua teater line gue, marah-marah gitu. Intinya kenapa gak libatin dia. Terus di katain gak usah sok karena gue ketua. Ya apa sih salah gue, secara dia tu padahal udah alumni, tapi masih aja mau dilibatin dalam teaternya, kalau mau bantu gakpapa, tapi kan dia udah gak sekolah di situ, udah enggak berwenang lah istilahnya. Kesel gue rasanya" Nila terbawa emosi.

"Sabar buk," Runa mengusap punggung Nila.

"Ah aneh kalo itu. Ya udah lah ya, kan udah alumni. Harusnya gak berhak marah-marah. Kalo mau minta di libatin ya seenggaknya ngomong baik-baik lah." Arel menyahuti.

"Udah biarin aja La, lo fokus aja sama planing pentas teater lo." Dekka menambahkan.

"Iya La, anggep aja angin lalu. Kakel mah emang suka gitu."

"Ada yang mau cerita lagi mungkin?"

Semua menggeleng.

"Udah hampir magrib nih, pulang yuk?"

Semua mengangguk. Dekka mengantarkan teman-temannya sampai depan.

Dekka mendekati Abel. Berbisik ke Abel.

"Dont worry, I always beside you Bel."

Abel mengangguk kecil.

"Thank you, gue pulang dulu ya?"

"Take care beb"

"jijiq." Abel bergidik ngeri.

Sedangkan Dekka tertawa.

Satu persatu mobil mereka hilang meninggalkan rumah Dekka.

🌊🌊🌊

Salam jomblo!

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang