Bagian 38

3.6K 266 67
                                    

Demi menghindari cemooh atau perkataan yang mungkin akan membuat mood-nya semakin rusak, disinilah Shilla menghabiskan waktu istirahatnya.

Perpustakaan.

Shilla berjalan menghampiri rak buku dan mulai menjelajahi satu persatu judul buku yang ingin ia baca.

Yap. Shilla menemukannya. Namun sayang, letak buku itu terlalu tinggi baginya.

"Gue kena kutuk apa sih, setiap buku yang gue suka selalu di rak paling atas." Rengek Shilla sambil melompat lompat berusaha meraih buku yang ia incar di rak buku paling atas.

"Pendek." Suara khas milik Vano pun terdengar jelas ditelinga Shilla.

Bukannya membantu, Vano malah melipat kedua tangannya di dada dan meledeknya sambil bersandar dengan rak buku disebelah Shilla.

"Ish Vano, bukannya bantuin malah ngeledek."

Vano hanya tersenyum tipis menahan tawanya.

"Ini bantuin dong."

Vano hanya diam sambil menatap Shilla.

Entah kenapa Vano merindukan sosok Shilla yang bawel seperti sekarang.

"Iya iya gue tau gue pendek." Ujar Shilla pasrah.

Vano hanya diam mengamati wajah Shilla.

"Ih Vano! Kok lo liatin gue mulu sih, Bantuiiin--"

Rengekan Shilla terhenti ketika Vano tiba tiba meraih buku yang tadi Shilla inginkan dan membuat punggung Shilla menempel dengan rak buku.

Bak adegan di dalam drakor-drama korea- kini jarak wajah Shilla dan Vano hanya tinggal satu jengkal.

Bahkan Shilla mampu mencium aroma parfum Vano yang dulu menjadi favoritnya dengan jelas.

Dan nyatanya hingga saat ini, wangi aroma parfum Vano masih menjadi favoritnya.

Shilla ingat, kejadian ini pernah terjadi.

Entah mengapa rasa yang dulu hadir, kini masih dapat ia rasakan kembali.

Masih sama. Degup jantung dan deru nafas Shilla tak beraturan sama seperti dulu.

'Gue-- jadi gugup gini. Kan gue udah lama move on dari Vano si raja es. Kenapa sekarang gue ngerasain gini lagi sih. Kok deg-degan gini, astaga.'

Setelah momen tatap tatapan yang berlangsung 1 menit, kini Vano mundur.

Shilla pun akhirnya dapat bernafas dengan lega setelah sempat menahan nafasnya ketika beradu tatap dengan Vano.

"Ma-makasih." Ujar Shilla yang mendadak gugup dihadapan Vano.

"Move on?" Ujar Vano membaca judul buku yang ada ditangannya sambil mengerutkan dahinya bingung.

Shilla mengangguk ragu ragu.

"Mau move on dari siapa?"

"Eng-- dari--"

"Arez?" Ujar Vano sambil mengangkat sebelah alisnya menatap Shilla.

Mau tak mau Shilla pun mengangguk. Walaupun Shilla ingin berbohong, tapi tetap saja ia yakin Vano akan mengetahui kebenarannya.

"Mau gue bantu?" Ujar Vano sambil tersenyum menggoda Shilla.

"Ca-caranya?"

"Cukup liat gue seperti dulu lo ngeliat gue sebelum dia muncul."

"Ih apaansih, udah ah. Gue mau balik ke kelas." Ujar Shilla yang yakin saat ini Vano hanya menggodanya, tanpa memiliki niat serius.

Kini Vano sadar, menggoda Shilla tetap menjadi hal favoritnya selama hidup.

Vano hanya terkekeh pelan melihat punggung gadis itu yang kini mulai menghilang dari balik pintu perpus.

'Andai gue ga mengulur waktu buat nyatain perasaan ke lo, mungkin lo gabakal disakitin gini sama cowok brengsek itu Shil.' Batin Vano.

****

"Loh? Kok balik Shil?" Ujar Milly heran kepada Shilla yang tadi baru saja izin kepadanya untuk bersembunyi di perpus.

Shilla hanya duduk disebelah Milly dan menghela nafas panjang.

"Kenapa? Ada Arez?"

"What?! Arez? Gamungkin lah dia ada di perpus."

"Terus kenapa?"

"Vano. Dia gangguin gue tadi."

"Ganggu gimana?"

"Ah gatau deh. Baper gue." Ujar Shilla keceplosan.

"Ha? Baper? Lo diapain emang sama Vano?"

"Eh-eng-maksud gue--"

"Ciee baper. Balikan dong."

"Ih Mil, apaansih."

"Lagian tuh ya, gue selalu setuju kalo lo balik sama Vano. Apalagi kalo gue inget waktu dulu Vano bentak gue cuma karena dia pengen nolongin lo. Gila sih itu Shil. Dia gentle banget."

"Tuhkan, makin ngaco. Udah deh lo kerjain aja tuh soal dari Pak BD."

"Shil, gue serius."

"Astaga Milly, Vano udah sama Gita. Gue gamau dianggap pegebor sama Gita."

"PEGEBOR? Apaan?"

"Perebut Gebetan Orang. Tuhkan, lo kudet banget."

"Bahasa lo aneh aneh sih. Ya mana gue tau."

Shilla pun tertawa.

"Yaudah, sana lo lanjut ngerjain tugas, gue lanjut baca. Ok?"

Milly memutar matanya malas.

"Iya deh iya."

Shilla pun kini melihat buku yang tadi ia ambil.

Ralat, yang tadi Vano ambil.

'Kok kayanya putus dari Arez kali ini gue ga sesedih waktu tau Vano jadian sama Gita ya. Move on dari Arez juga ga sesulit move on dari Vano. Hati, kenapa sih lo sulit banget dimengerti.' Batin Shilla sambil membolak balik bukunya tak berniat untuk membacanya lagi.

Hingga tiba tiba tangan Shilla berhenti pada lembar terakhir buku itu.

Wajar jika kamu sulit melupakan atau move on dari orang yang pernah kamu cintai. Karena cinta hanya hadir sekali dalam hidup, percayakah? Jika kamu mengalaminya, maka kamu harus percaya.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang