Bagian 2

7.2K 449 15
                                    

Cinta dan waktu adalah satu hal yang tak bisa kau pisah. Jika waktu telah habis, maka jangan pernah mengaharap cinta untuk tetap bersamamu. Sudah pasti cinta akan pergi seiring berjalannya waktu.

A.K.N

*******

"Ngapain sih disini, kaya gapunya cowo aja." Ujar Arez sambil menarik tangan Shila kedalam genggamannya.

Shila yang tadi tertunduk, kini mendongak menatap wajah Arez yang tersamarkan oleh air hujan.

"Lo--"

"Ayo pulang." Potong Arez yang kemudian menarik tangan Shila untuk mengikuti langkahnya menuju parkiran.

Shila! Lo udah punya Arez. Ngapain sih mikiri Vano lagi? Bego. Batin shila.

******

"Segitu hobinya ya lo main hujan?" Gerutu Arez sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang tersedia di dashboard mobilnya.

Shila pun hanya mengangguk.

Ia berbohong. Shila bermain hujan hanya ingin menyamarkan air matanya yang harus lagi lagi tumpah karena orang yang sama.

Alvano. Cuma Alvano yang berhasil buat Shila nangis.

"Malah bengong," Ujar Arez yang kini menghentikan aktivitas mengeringkan rambutnya.

Arez meletakkan handuk kecil tadi ke kepala Shila, "Ngelamunin apa sih? Melow banget perasaan." Ujar Arez sambil mengusap usapkan handuk tadi kerambut Shila dengan lembut.

Shila menggeleng dan kemudian mengatakan, "Gue aja." Ujar Shila sambil melepaskan tangan Arez dari handuk yang kini berada diatas rambutnya.

Mau tak mau Arez pun melepaskan tangannya.

Hampir 3 bulan hubungan mereka terjalin, namun Shila tetap saja bersifat dingin dan datar kepada Arez.

Entah apatis atau apa, Arez memang tidak pernah perduli ataupun sekedar ingin tahu tentang hubungan apa yang sudah terjalin antara Shila dan Vano selama ini.

Padahal hampir satu sekolahan tahu bahwa Shila sangan mencintai Vano sejak dulu.

"Yaudah, lain kali kalo mau main hujan ajak ajak dong. Jangan sendirian kaya tadi Shil. Gue gamau liat lo sakit sendirian." Ujar Arez sambil melemparkan tatapannya kearah Shila yang tengah sibuk mengeringkan rambutnya.

"Hmm." Jawab Shila.

Lagi lagi Arez harus mendengus sebal dengan tingkah cuek Shila kepadanya.

Namun Arez tetap berusaha santai, agar Shila tidak merasa Arez bersikap posesif kepadanya.

Karena,

Arez sangat mencintai Shila. Bahkan Arez sangat takut jika kata 'putus' keluar dari mulut Shila.

Tak ada yang tahu alasannya, kecuali Arez dan Tuhan.

'Semangat Arez ganteng! 7 bulan lagi. Iya Rez, lo pasti bisa.' Batin Arez sambil menginjak pedal gas untuk menuju kerumah Shila.

*****

"Bang, lo kaga sedih apa pisah kelas sama kak Shila?" Ujar Vero yang kini berbaring diranjang Vano sambil melambung lambungkan Handphone-nya ke udara.

Vano diam. Ia tak berniat merespon pertanyaan kembarannya itu.

"Rumah sepi ya gaada kak Shila sama Michel." Lanjut Vero yang kini menatap langit langit kamar Vano dengan tatapan sendu.

Vano terdiam sejenak hingga kemudian melanjutkan membolak balik buku pelajarannya.

"Lo ngerasa gak sih ada yang berubah sama kak Shila sekarang?" Lanjut Vero.

Vano tetap diam, sontak membuat Vero frustasi.

"Elah gue dikacangi."

"Bang--"

"Baaang,"

"AARGGH!! BANG!" Teriak Vero yang kini bangkit dari posisinya tadi.

"Hmm?" Jawab Vano.

"Lo pake Hp Esia Hidayah lagi ya?"

"Maksud lo?"

"Kenapa lo ngomongnya irit banget sih. Kezel gue!" Ujar Vero sambil menggeram kearah kembarannya itu.

"Gue lagi belajar. Gih sana balik ke kamar lo." Ujar Vano tanla memalingkan wajahnya dari buku pelajarannya.

Dengan berat hati Vero pun bangkit, "Biasa kalo gini gue dulu bisa gangguin michel. Lah sekarang? Boro boro Michel. Yang ada malah papan es---"

"Apa?" Ujar Vano sambil melirik Vero dengan tatapan tajamnya.

Vero pun bersiul sambil mengelak, "Wah, cat dinding kamar lo bagus juga ya bang. Ini lampunya ju--"

"Ver,"

"Iya bang?" Ujar Vero dengan wajah sok imut andalannya.

"Keluar." Ujar Vano dengan tatapan membunuh.

"Iya bang iya."

Alhasil Vero pun langusng ngacir balik ke kamarnya.

Setelah Vero benar benar pergi dari kamarnya, Entah apa yang mendorong Vano untuk menarik laci meja belajarnya.

Dan mengambil sebuah album foto bergambar mickey mouse dan minnie mouse.

Tanpa sadar Vano pun tersenyum tipis melihat isi album foto tersebut.

Ada luka yang terasa perih dihatinya, namun Vano sadar bahwa tak sepantasnya ia menyesal.

Ini adalah kesalahannya. Maka ia harus menerima siksaannya sekarang.

"Gue harap lo tetap senyum kaya gini walaupun bukan dengan gue." Lirih Vano sambil mengelus sebuah foto didalam album itu.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang