Bagian 24

3.7K 253 5
                                    

🔊 Kekasih Bayangan - Cakra Khan

"Mbak-- bangun mbak. Kita udah tutup. Maaf." Ujar salah satu pelayan kafe tersebut.

Gita pun terbangun.

'Astaga! Gue ketiduran.' Batin Gita sambil menatap arlojinya yang menunjukkan pukul 11.00

"Eh, i--iya mas. Maaf ya, saya ketiduran."

"Iya, gapapa mbak. Kalo gitu saya permisi." Ujar pelayan itu kemudian pergi meningalkan Gita.

Gita pun mengangguk, kemudian langsung menatap kelayar ponselnya yang sama sekali tak menunjukkan tanda tanda bahwa Vano menghubunginya.

'Lo kemana sih?! Lagi lagi gue harus berteman sama harapan palsu yang lo kasih Van.' Batin Gita.

Dengan kesal, Gita pun memutuskan untuk keluar dari kafe tersebut.

Bukannya pulang ke rumah, Gita malah memilih berkeliking sejenak di taman yang terletak tak jauh dari kafe ini.

Gita berjalan dengan lesu. Berusaha memahami apa alasan Vano mengabaikan dirinya malam ini.

"Padahal, gue kira ini malam yang paling bahagia buat gue. Tapi nyatanya---" Ucapan Gita terhenti ketika melihat sepasang kekasih yang duduk disalah satu bangku taman tak jauh dari tempatnya berdiri.

Gita langsung tertawa hambar sambil meneteskan airmata yang tak dapat lagi ia bendung.

"Gue bego." Ujar Gita yang merasa hatinya ibarat tertusuk mata pisau paling tajam di dunia.

Bahkan saat ini, untuk bernafas saja ia susah karena sesak dihatinya.

Mereka bukan sepasang kekasih. Melainkan dua orang sahabatnya. Lebih tepat lagi, bahwa lelaki yang tengah merengkuh wanita disampingnya adalah lelaki yang paling ia cintai.

Mereka Vano dan Shila.

Tiba tiba ponsel Gita pun berdering.

Alvano calls you...

Gita pun mengangkatnya, "Halo?"

"Lo dimana?"

"Gue-- Gue dirumah." Bohong Gita.

"Syukurlah. Gue kira lo datang ke kafe. Gue lupa Git. Maaf." Ujar Vano yang ia yakin sangat merasa bersalah saat ini.

"I--iya. Gue juga ketiduran kok. Lain kali aja." Ujar Gita yang lagi lagi berbohong.

"Yaudah, gue lanjut tidur lagi ya. Bye." Ujar Gita yang lansung memutuskan sambungan telfonnya.

Setelahnya, Gita langsung terisak.

"Gue emang gapernah penting kan? Sampe lo lupain gue semudah itu. Gue yang udah nungguin lo berjam jam kaya orang bego disana."

Kemudian Gita memutuskan untuk menghapus airmatanya, "Tapi itu wajar kok. Vano emang cinta sama Shila. Lo harus sadar sama kenyataan. Ga seharusnya lo berharap sama sahabat lo sendiri! Bodoh!" Ujar Gita sambil mengusap airmatanya kasar.

Disaat hendak melangkahkan kakinya untuk kembali kerumah, tiba tiba kaki Gita tersandung hingga membuat heels-nya patah.

"Aaw--" Ringisnya.

"Kenapa lo se sial ini sih! Ga. Gue bukan cewek lemah. Gue harus bangkit. Sesakit apapun, i'm okay." Ucap Gita menyemangati dirinya sendiri yang saat ini benar benar terpuruk.

Dengan rasa nyeri yang hebat, Gita pun bangkit dan memaksa kakinya berjalan.

'I'm ok. It's ok. And everything will be ok Git.' Mantra itu terus diucap Gita ketika ia merasa hati dan kakinya bekerja sama untuk membuatnya menyerah.

*****

Tiba dirumahnya, Gita terduduk diatas lantai.

"Non gita?! Non kenapa?" tanya salah satu pembantu rumah tangga dirumahnya.

"Gapapa bi." Ujar Gita yang berusaha bangkit, namun nyeri dikakinya semakin menjadi.

"Kaki non terkilir? Ayo non bibi bantu pindah ke kursi." Ujar pembantu itu sambil membanyu Gita berdiri.

"Bentar ya non. Bibi ambilin kompres."

Gita mengangguk, "Makasih bi."

Tak lama sang bibi peegi, ibunya pun keluar dari ruang kerjanya.

"Gita? Kamu kenapa?"

"Keseleo ma."

"Oh, yaudah. Bibi mana? Bi--"

"Udah ma. Bibi lagi ngambil kompres."

"Oh yaudah, mama balik kerja--" Ucapan wanita paruh baya itu terhenti ketika pnselnya berdering, "iya, halo?"

Kemudian wanita itu berlalu begitu saja meninggalkan Gita.

Padahal tadi Gita ingin menceritakan kesedihannya kepada sang ibunda.

Namun sayang, lagi lagi ia kembali diabaikan demi pekerjaan.

"Kok bisa atuh non kakinya keseleo gini?"

"Lagi sial bi." Ujar Gita sambil menyenderkan kepalanya di sofa dan memejamkan matanya.

"Lain kali mah hati hati atuh non. Ini kakinya bisa bengkak teh kalo bibi tidak obati."

"Aaww,"

"Sakit? Makanya jalan hati hati non." Ujar sang bibi kesal dengan kecerobohan Gita.

Gita malah tersenyum kearah sang bibi, "makasih ya bi." Ujarnya sambil tanpa sadar meneteskan airmatanya.

"Eh non, kenapa nangis atuh?" Ujar bi Sari kepada Gita sambil merengkuh nya kedalam pelukan.

"Aku gatau lagi kalo gaada bibi disini. Mungkin aku coba bunuh diri lagi." Ujar Gita.

"Eh non, ga boleh atuh ngomong kaya gitu. Bunuh diri teh gaada manfaatnya. Justru nanti non bakal di hukum Tuhan. Bunuh diri teh ga bakal nyelesain masalah. Istighfar non. Istighfar."

"Iyaa bi. Untungnya ada bibi disini yang buat aku sadar. Makasih bi."

"Iya non sama sama. Udah mendingan kakinya?"

Gita mengangguk.

"Ayo non, bibi antar ke kamar."

'Padahal yang aku butuhin saat ini mama. Disaat duniaku segelap ini, harusnya mama yang muncul. Bukan malah bi Sari.' Batin Gita sambil berusaha menyembunyikan kehancuran hatinya malam ini.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang