Bagian 10

5K 338 9
                                    

🔊 Harus memilih - Widi Nugroho

"Gue udah punya Arez. Dan gue-- gamungkin nyakitin Arez. Gue rasa lo udah tau jawaban dari pertanyaan lo tadi."


Perlahan, Vano mulai melepaskan genggamannya dari tangan Shila.

Vano diam membisu. Hatinya kali ini terasa perih ketika mendengar jawaban gadis dihadapannya.

Hingga kemudian Vano menghela nafasnya, dan tersenyum kearah Shila.

"Thanks Shil, lo udah kasih jawaban ke gue, dan gue jadi tau apa yang harus gue lakuin setelah ini." Ujar Vano yang kini memeluk tubuh Shila erat.

"Apa? Apa yang mau lo lakuin?"

"Apapun itu, lo ga perlu tau. Tugas lo cuma jalani hidup bahagia sama Arez. Lupain gue. Dan-- gue mohon balik ke Shila yang dulu. Ceria dan ga gampang nangis kaya sekarang." Batin Vano sambil menghapus air mata Shila.

"Cukup gue yang sayang sama lo Shil. Lo boleh anggap gue gaada. Asal gue bisa liat lo selalu senyum, it's enough for me." Ujar Vano yang kini merengkuh Shila kedalam pelukannya.

Kini Vano dan Shila saling berpelukan, dengan hati yang sama sama hancur.

Tiba tiba kenangan itu hadir di benak Vano, dan Vano masih jelas mengingatya, kenangan pertama kali ia menyukai hujan.

#FlashbackModeOn

"Sini, Al! Ayo." Ujar shila menarik tangan vano.

Mereka disebuah tempat yang sangat indah pemandangannya.

Dan berdiri diatas papan yang dibawahnya tepat adalah air laut berwarna biru jernih.

Disinilah Vano dan Shila, ditengah hujan dikelilingi lautan.

"Shil, lo ngapain ngajak gue kesini?" Ujar Vano yang merasa tak nyaman dibawah guyuran air hujan sore itu.

"Nikmatin hujan."

"Hujan, apanya sih yang dinikmati." Gerutu Vano disebelah Shila.

"Sekarang pejamin mata lo deh."

"Ngapaiin?"

"Udah pejamin aja." Ujar Shila sambil menutup mata Vano.

"Nah sekarang nikmati aroma nya, suaranya, dan setiap tetes yang jatuh di wajah lo."

Vano pun menurut.

"Coba buka pintu memory lo, dan masukin kenangan ini kesana. Bayangin ini adalah kenangan terakhir yang lo punya dibawah hujan bareng gue." Ujar Shila.

Vano langsung menatap Shila heran.

"Ayo pejamin lagi matanya." lanjutnya.

Lagi lagi vano pun terpaksa menurut.

"Sekarang teriak. Sambil buang semua kenangan yang selalu buat lo sakit."

"Engga Shil. Gue gamau."

"Kenapa?"

"Ngapain sih teriak teriak? Kaya orang gila." Cetus Vano.

"Ih percaya sama gue, pasti abis ini lo bakal lega. Percaya sama gue, please." Mohon Shila.

Lagi lagi Vano menurut.

"Hitungan ketigga kita teriak ya! 1..2...3!!"

"Aaaaaaaa!!!" Teriak Vano dan Shila bersamaan.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang