Bagian 21

3.8K 289 5
                                    

Pagi itu Shila mengayuh sepedanya kembali setelah hampir 1 bulan tak ia sentuh karena selalu pergi bersama Arez.

Namun kali ini, ia kembali ke aktifitasnya yang dulu.

"Woy! Minggir!" Teriak seorang lelaki dari dalam mobilnya.

Alhasil Shila pun terjatuh.

Suara tawa mulai menggelegar ditelinga Shila berhasil membiat emosi gadis itu melonjak.

"Gila ya--- lo." Ucapan Shila melemah ketika ia melihat Bobby, Fandy, Frans dan-- Arez berada didalam mobil tadi.

"Shil, lo gapapa?" Ujar Vano yang tiba tiba berdiri disebelah Shila.

"Eh-- enggak. Gue gapapa." Lanjit Shila setelah bertemu pandang cukup lama dengan Arez yang hanya diam melihat dirinya terluka.

"Ikut gue." Ujar Vano yang kini menarik lembut tangan Shila.

"Eh, ngapain?"

"Udah ayo."

Mau tak mau Shila pun menurut.

Tanpa ada yang tau, sejak tadi tangan Arez telah terkepal kuat.

Entah dia marah dengan teman temannya, Vano, atau bahkan kepada dirinya sendiri.

TIN! TIN!

Frans yang tadi duduk di balik kemudi kini mendecak sebal ketika sebuah mobil sedan hitam berada dibelakangnya.

"Woy! Lo kira ini jalan nenek moyang lo apa?! Minggir gak! Sebelum mobil mahal lo ini gue langgar." Ujar gadis itu geram kepada Frans.

"Etdah, ni cewek-- WOY! Lo kira lo siapa? Cewek cupu, belagu lagi."

"Percuma kaya, tapi gapunya etika!" Ujar Milly kesal yang kemudian menendang pintu samping mobil Frans.

Kemudian Milly pergi begitu saja meninggalkan Frans dengan wajah shocknya.

"Itu macan asia kok bisa lepas sih?!" Ujar Frans kesal.

"Elu sih! Pake berenti di tengah tengah gini." Ujar Fandy.

"Udah lah. Ayo masuk. Kita harus menghargai momen ini. Karena ini kali pertama kita datang sepagi ini." Ujar Bobby.

Dengan senyum tipis, Frans pun menginjak pedal gas untuk memasuki parkiran sekolah.

****

Setelah menghabiskan waktu dengan buku matematika dan guru terkiller didunia, akhirnya bel istirahat berbunyi dan membuat senyuman para siswa IA-3 merekah, termasuk Milly dan Shila.

"Yes! Akhirnya!" Ujar Milly sambil merenggangkan badannya.

"Aw," ujar Shila ketika sadar bahwa sejak tadi telapak tangannya terluka.

"Kan--" ucapan milly terhenti, " lo kenapa Shil?"

"Oh, gue tau! Ini pasti kerjaan si frans sama temen temennya itu kan?! Emang ya. Mereka tuh--"

"Mil, udah udah gapapa. Gue ke UKS dulu ya." Ujar Shila meninggalkan Milly begitu saja.

"Yah, gue ditinggal lagi."

******

Entah sial atau apa, kini Shila dan Arez harus duduk didalam UKS berdua.

Arez yang hendak meminta obat untuk pak Vino kini harus tertahan di UKS bersama mantan.

"Kak, bentar ya. Aku ambilin obatnya dulu." Ujar salah satu anggota PMR kepada Arez.

"Iya udah, sana cepat!"

Berbeda halnya dengan Shila. Kali ini ia terlihat pasrah menunggu anggota PMR lainnya mengambil obat merah untuknya diruang sebelah.

Tinggal lah mereka berdua.

Sepi, senyap tak ada yang berbicara.

Shila pun hanya mampu menatap nanar luka ditangannya.

Shila teringat, jika dulu ia terluka maka Arez akan segera mengobati lukanya. Bahkan Arez pernah membentak salah satu anggota PMR ketika mereka sangat lama menangani luka Shila.

Namun kini, Arez hanya diam.

Hingga akhirnya, Arez memutuskan untuk membuka suara, "Sakit?" Tanya Arez kepada Shila yang sejak tari sibuk meniup lukanya.

Shila menatap wajah Arez tak percaya, "Gue tanya, masih sakit?" Ulang Arez.

Shila mengangguk.

"Shil, ma---" Ucapan Arez terhenti ketika Vano memasuki ruang UKS.

"Masih sakit?" Tanya Vano yang kini memegang tangan Shila meniup lembut luka ditangan gadis itu.

"Gu--gue gapapa kok." Ujar Shila sambil menarik tangannya dari tangan Vano.

Shila yakin Arez pasti sedang menahan emosi saat ini.

"Yakin?"

Shila mengangguk.

"Em-- Rez tadi lo mau ngomong apa?"

'Ma-- maaf Shil. Karena temen temen gue, lo jadi luka. Maaf.' Batin Arez.

Namun, ia tak ingin menampakkan sikap perdulinya lagi. Ia ingin Shila benar benar melupakannya, dan kembali berbahagia dengan Vano.

"Rez, apa?" Tanya Shila.

"Ma-- makanya, kalo naik sepeda jangan seenaknya. Jadi jatoh kan lo." Bentak Arez kepada Shila dan kemudian pergi.

"Eh-- kak, ini obat--"

Arez pun mengambil obatnya dengan tatapan membunuh hingga kemudian berlalu begitu saja.

Shila tersenyum miris.

'Gue kira, lo bakal bilang maaf.' Batin Shila kecewa.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang