Bagian 1

10.4K 497 7
                                    

Juni,2017

TRIING!!

Denting bel pulang sekolah berbunyi.

Seluruh siswa SMA Merpati pun berhamburan keluar kelas dengan semangat.

Kecuali, Shila.

Walaupun ini hari pertamanya duduk dibangku kelas 12, namun tetap saja. Semangatnya tak lagi ada.

Tetapi Shila sedikit bersyukur karena kelasnya dan Alvano sudah tak lagi sama. Hingga ia tak harus menatap wajah Vano setiap saat.

"Shil, gue luan ya." Ujar Milly kepada Shila yang kini berdiri di pinggiran koridor, menatap setiap tetes air langit yang jatuh membasahi bumi.

Shila pun mengangguk.

"Daahh!!" Ujar Milly sambil berlari menerobos hujan menuju mobil sedan hitam miliknya.

Sementara Shila hanya melambaikan tangannya.

Shila pun mulai menghela nafasnya.

"Hujan memang selalu tau suasana hati gue." Ujar Shila, kembali melangkahkan kakinya.

Memutuskan untuk menikmati setiap tetes hujan yang jatuh kepermukaan kulitnya.

Jika semua orang terlihat berlari ditengah guyuran hujan siang ini, Shila justru berjalan santai, dengan pandangan kosong.

Hingga tiba tiba sebuah payung melindungi tubuhnya dari hujan.

"Eh?" Gumam Shila setelah merasa seseorang memegang tangannya.

Shila menatap kesebelahnya.

Lelaki itu menarik tangan Shila agar menggenggam payung yang ia bawa, dan kemudian melangkah pergi.

Jantung Shila lagi lagi harus berdegup.

Namun kali ini berbeda. Degupan itu diiringi rasa perih dihatinya.

"Tunggu!" Teriak Shila sambil berlari kecil kearah lelaki tadi sembari memegang payung hitam milik lelaki itu.

Sontak lelaki tadi pun menghentikan langkahnya.

Shila menyodorkan payung tadi kearah lelaki itu, "Ini payung lo." Ujarnya.

"Buat lo." Ujar lelaki itu datar dan kemudian ingin melanjutkan langkahnya, namun sempat ditahan oleh Shila.

"Tunggu---Tapi gue gabutuh payung lo." Ujar Shila menahan sesak didadanya menatap lelaki yang entah kenapa Shila merindukannya.

"Udah pake aja." Lanjut lelaki itu.

"Ta--tapi---" Shila pun mulai gugup.

Lelaki itu pun melangkah kan kakinya hingga jarak mereka sangat dekat. Sulit rasanya shila untuk bernafas dengan jarak seperti ini dihadapan  lelaki yang ingin ia lupakan.

"Udah pake aja. Kenapa lo jadi bawel sih."

"Kenapa? Kenapa lo harus ngasih ini ke gue?"

Kenapa lo selalu treat me like your queen, kalo ujung ujung nya yang ada dihati lo bukan gue.

"Gue cuma ga suka liat cewek bodoh kaya lo hujan-hujanan," Ujar lelaki itu sambil menempelkan jari telunjuknya ke jidat Shila sambil tersenyum jail yang dulu selalu membuat Shila tersenyum.

Namun kali ini Shila masih dengan ekspresi datarnya.

Pertahanan Shila hampir runtuh dengan perlakuan Vano tadi. Namun lagi lagi Shila menguatkan dirinya. Mengingatkannya akan kenyataan.

Shila pun mundur satu langkah,

"justru karena gue bodoh, lo gaperlu ngasih ini ke gue." Ujar Shila kembali memberikan payung tadi ke genggaman Vano. Namun vano mengelak.

"Gue bercanda. Gaada cewek bodoh yang pernah berjuang bertahun tahun demi gue." Ujar vano dengan wajah datarnya.

Shila pun terdiam ditempat sambil menggenggam erat payung tadi.

"VAN!! AYO!" Ujar Rayn teman vano dari dalam sebuah mobil sport, yabg shila yakin itu milik vano.

Setelah menatap Rayn, Vano pun menatap Shila sambil mengembuskan nafasnya kasar.

"Yaudah, habis ini lo langsung pulang. Jangan kemana mana, terus langsung istirahat. Gue pergi ya." Ujar Vano hendak berbalik menuju mobilnya.

"Tapi gue mau pergi bareng Arez. Dan juga gue harap lo ga lupa kalo gue sekarang udah punya Arez." Ujar shila datar.

Vano lagi lagi menghela nafas nya kasar.

"Iya. Gue tau. Makanya gue ga mau lo lewat batas sama Arez. Karena sekarang gue cuma bisa mantau lo dari jauh Shil."

"Kenapa lo seperduli ini sama gue?" Ujar Shila dengan nada meremehkan Vano yang tiba tiba saja bertingkah sok perduli kepadanya.

Dan untuk yang terakhir kalinya, Vano menghela nafasnya berat sambil merutuki betapa keras kepalanya Shila yang tak pernah memikirkan perasaanya.

Tatapan datar Vano pun berubah lembut.

Vano mengelus pucuk kepala Shila, "Gimana pun juga, lo tetap sahabat kesayangan gue Shil. Jadi gue mohon jangan bertingkah bodoh." Ujar Vano lembut bahkan sangat lembut sampai sampai Shila hampir berhambur kepelukan Vano.

Namun lagi lagi Shila sadar. Ia dan Vano memang tak seharusnya bertemu.

Kemudian Vano langsung membalikkan tubuh kearah mobilnya yang berjarak tak jauh dari tempatnya tadi.

Shila pun melemah, dan air matanya kembali menetes, namun kali ini tangisannya tersamar oleh air hujan.

Payung yang Vano berikan tadi kini jatuh menyentuh tanah dan menyipratkan percikan air yang tergenang disekitarnya.

Shila menangis.

'Kenapa rasanya harus sesakit ini? Padahal gue janji sama Gita untuk lupain rasa ini, rasa gue ke Vano yang ga seharusnya ada.'

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang