Bagian 11

4.6K 319 3
                                    

Kini Shila berdiri di depan pintu ruangan dimana dokter sedang menangani Vano. Dengan tubuh gemetar, pakaian yang basah kuyup, Shila terus berdiri didepan pintu tanpa perduli anggapan orang orang terhadapnya.

Hingga kemudian Shila menghadang seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD, "Dok--dok, gimana?" Tanya Shila dengan tatapan penuh tanya dan airmata nya yang mengalir deras.

Dokter hanya diam dan menatap iba kearah Shila.

Shila menaikkan kedua alisnya heran, sambil mencoba memahami maksud dari dokter yang tengah berada dihadapannya itu.

Dengan keras Shila berpikir, hingga akhirnya dokter mengeluarkan satu lagi petunjuk bahwa ia gagal menyelamatkan nyawa Vano.

Ya, dokter menggeleng, "Maaf." Ujar dokter dengan penuh penyesalan.

Tangisan Shila kini semakin menjadi.

Dunia Shila seakan runtuh.

Vano gamungkin ninggalin gue. Engga. Lo gaboleh pergi sekarang. Setidaknya izinin gue liat lo bahagia, walaupun disaat lo sadar nanti, bahagia lo bukan gue lagi. Tuhan, Shila mohon bangunin Vano. Bilang ke dia semuanya belum selesai. Batin Shila sambil memejamkan matanya erat dan menahan sesak didada.

Kemudian Shila membuka kedua matanya dan menarik-narik jas dokter seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi, "Dokter bohong kan? Vano ga mungkin pergi. Engga dok! Ga mungkiin!!" Teriak Shila histeris hingga seluruh manusia yang berada dikoridor itu menatap Shila heran.

Tuhan? Shila mohon jangan ambil Vano. Tolong jangan ambil dia.

Hingga tiba tiba seorang suster keluar dari ruangan, "Dok, jantung pasien mulai berdetak kembali."

Dengan cepat, dokter pun bergegas kembali memasuki ruangan.

Shila pun kembali bernafas lega, dan senyuman tipis kini tergambar di wajahnya, sekuat tenaga ia berusaha menahan tangisan yang seakan tak dapat berhenti saat ini.

"Shila?! Mana Vano? Gimana--Vano--Vano gimana?" ujar Popy dengan air matanya, dan ia baru tiba di rumah sakit.

Dalam tangisnya, Shila tersenyum. "Everything's Ok tan." Ujar Shila kemudian memeluk Popy erat.

*****

"Woy Rez, main hp mulu. Ini ada kakak lu yang ganteng lagi main PS malah di anggurin. Ayo sini main. Walaupun gue tau lo pasti bakal kalah lawan gue." Ujar Haikal, alias kakak kandung Arez.

"Berisik lo, lagi sibuk nih gue." Ujar Arez masih sibuk dengan layar handphonenya yang tak menimbulkan tanda tanda bahwa kekasihnya membalas pesan yang ia kirim sejak siang tadi hingga sekarang sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB.

"Sibuk apaan? Hp sepi kaya gitu. Ngakunya punya pacar. Tapi sama aja noh hp lu sepinya sama hp nya bi Rumi yang udah janda 7 tahun." Ujar Haikal sambil fokus dengan layar PS dikamar Arez.

"Bacot lu." Ujar Arez melempar bantal kearah kepala kakak kandung nya itu yang beda 3 tahun dengannya.

Kemudian Arez merebahkan dirinya diatas kasur berukuran king size miliknya sambil menatap langit langit kamar.

Shila kemana ya? Tumben banget dia ngacangin gue satu harian. Biasa juga dibales walaupun cuma titik doang. Lah ini, cuma di read. Batin Arez yang kini memiringkan tubuhnya kearah balkon kamarnya.

Atau Shila ngambek? Ga. Ga mungkin. Shila bukan tipe cewek yang bakal ngambek kalo gue tiba tiba ngilang apalagi karena gue ga nganterin dia pulang. Gamungkin lah. Batin Arez lagi yang kini bangkit dari posisinya.

"Atau gue samperin aja kali ya?!" Ujar Arez tiba tiba yang berhasil membuat Haikal menyemburkan kopi yang baru saja diteguknya akibat kaget mendengar suara adik bungsunya itu.

"Anjir lu! Tiba tiba ngomong ditelinga gue." Omel Haikal.

Namun Arez tak merasa berdosa. Ia terus berjalan dan mengambil asal boomber kesayangannya dan pergi meninggalkan sang kakak yang tercengang melihat tingkah adiknya itu.

Hampir 18 tahun gue hidup sama dia, gapernah ngerti gue jalan pikiran tuh anak. Heran gue. Batin Haikal yang kembali fokus kepada layar PS nya.

*****

Suara alat pendeteksi jantung kini terdengar memenuhi ruangan Vano dirawat.

Shila terus menatap Vano tanpa sekali pun mengarahkan pandangannya ke arah lain.

"Kak Shil, pulang gih. Biar gue sama mama yang jagain abang disini." Ujar Vero yang kini berdiri disebelah Shila.

Shila menggeleng.

"Tapi lo juga harus istirahat kak. Lo belum makan kan dari tadi siang? Udah deh. Mending lo pulang. Jangan sampe lo ikutan dirawat juga disini." Terang Vero.

"Shil, pulang yuk. Disini ada Vero dan tante Popy juga kan. Vano bakal aman disini. Please jangan paksain diri lo gini." Ujar Michel sambil mengelus pundak Shila yang kini masih menggenggam tangan Vano.

"Gu--Gue takut Vano pergi lagi, Chel." Ujar Shila.

Michel dan Vero pun saling melempar tatap.

Michel tau, pasti Shila trauma dengan kejadian ini. Tapi sebagai kembaran, Michel juga tidak tega melihat Shila dengan matanya yang bengkak dan seragamnya yang sudah acak acakan harus bertahan disamping Vano, menatap Vano yang tak menunjukkan tanda tanda akan sadar malam ini.

"Shil, please." Bujuk Michel.

Kemudian dengan berat, Shila pun memutuskan untuk mengikuti kembarannya ini.

"Shil, pulang gih. Disini ada tante. Kita harus kuat, oke?" Ujar popy menguatkan Shila yang terlihat sangat hancur hari ini.

Shila pun bangkit dari bangkunya dan memeluk Popy sekali lagi.

"Shila pamit ya tan." Ujar Shila yang kemudian dibalas anggukan oleh Popy.

"Vero, anterin Michel dan Shila ya." Ujar Popy.

Vero mengangguk kemudian menuntun Michel dan Shila menuju parkiran.

Menuju parkiran, Shila menatap nanar kearah Vero dan Michel yang kini berjalan berdampingan dihadapannya.

Disaat gue kangen jalan berdua bareng sama lo, mungkin cuma mereka yang bisa gue liat. Karena mereka adalah pantulan nyata kisah bahagia kita, Al. Batin Shila sambil berjalan dan menahan pilu di hatinya.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang