Bagian 15

4.2K 284 4
                                    

Shila mulai membuka matanya perlahan.

Awalnya Shila mengira ini hanyalah mimpi, dimana matanya bertemu dengan mata Vano. Tangannya berada digenggaman Vano.

"Hai Al. Gue kangen sama lo! Sadar dong, please. Jangan cuma didalam mimpi doang." Celoteh Shila dengan suara seraknya khas orang baru bangun tidur.

"Shil--"

"Lo udah tidur hampir seminggu tau gak! Lo kira gue ga sedih apa liat lo tiduran terus. Please! Please! Nanti kalau gue sadar dari mimpi, lo harus bangun ya." Ujar Shila seperti dulu.

Vano mengangguk.

Vano sangat senang melihat tingkah lucu Shila seperti ini, walaupun wajahnya tetap menampilkan ekspresi datar.

Shila pun memejamkan matanya untuk berusaha bangun dari mimpi.

'1...2....3...' Ujar Shila dalam hati.

Merasa hitungannya sudah pas, Shila pun membuka matanya sebelah, kemudian dilanjut dengan mata sebelahnya lagi.

Shila mengerjap kan matanya berkali kali.

"Kok gaada yang berubah?" gumamnya heran.

"Belum sadar?" Tanya Vano.

Shila mengangguk.

"Coba lagi, mungkin tadi niat lo kurang." Ujar Vano dengan nada datar yang berhasil membuat Shila percaya dan mengikuti perintah Vano.

Hingga disaat Shila memejamkan matanya, tiba tiba ia merasakan nyeri pada pipi nya.

"Aw!!" Ringis Shila sambil mengelus elus pipinya.

Vano mencubit gemas pipi Shila. Ia yakin dengan cara itu gadis ini akan sadar bahwa dirinya memang tidak sedang bermimpi.

"Vano, sakit--- kok sakit?!" Ujar Shila dengan mata terbelalak.

Ia pun melihat sekitarnya. Hanya ada Vano dan dirinya didalam kamar rawat Vano.

Shila dan Vano hanya saling melempar pandang, saling bingung.

Hingga tiba tiba pintu ruangan terbuka.

"Vano, sarapn dulu yuk sayang." ujar Popy sambil membawa bungkus bubur ayam di tangannya.

"Loh, Shila udah bangun. Itu Shil, tante udah beliin sarapan juga untuk kamu. Cuci muka dulu tapi. Itu mata kamu sembab gitu kemaren nangis seharian."

Kemudian Popy pun berbisik ditelinga Shila, "Vano udah sadar loh. Gimana Vano mau suka kalo liat kamu kaya gini." Goda popy.

Seketika pipi Shila langsung berubah merah seperti tomat.

"Jadi dari tadi gue ga mimpi?!" Pekik Shila kepada Vano.

Vano hanya tersenyum tipis sambil mengangkat bahunya pura pura tidak tahu.

Shila pun menyipitkan matanya kearah Vano, dan jika Shila adalah banteng, mungkin saat ini hidung dan telinganya sudah mengeluarkan asap seperti di acara televisi kebanyakan.

"Iih! Ngeselin!"

"Gamau peluk? Tadi katanya kangen."

"Tadi gue bohong kok." Ujar Shila yang kini melangkah cepat ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Vano pun langsung tertawa melihat tingkah lucu sahabatnya itu.

Popy juga ikut tertawa.

"Mama tau tadi Shila kenapa?"

"Enggak." Ujar Poppy disela sela tawanya.

"Terus kenapa ketawa?" Tanya Vano juga disela sela tawanya.

"Gatau. Liat kamu ketawa, ya mama ikut aja ketawa." Ujar Poppy.

Vano pun langsung berhenti tertawa.

'Ingat Van, gimana pun juga ini nyokap lo. Gaboleh kesal. Gaboleh. Astaghfirullah.' Batin Vano sambil mengelus dadanya.

******

Keesokan harinya, Arez tengah duduk dipinggiran rooftop yang mengarah ke lapangan basket SMA Merpati bersama Fandy.

Semilir angin tak Arez hiraukan ketika matanya menangkap sosok gadis berambut coklat gelap berjalan sendiri dengan wajah cerahnya.

'Akhirnya lo sekolah juga. Pasti dia udah sembuh ya?' Batin Arez seakan berbicara dengan Shila saat ini.

"Rez--Rez. Itu si Shila datang."

"Tau."

"Tumben lo diem disini. Biasa juga lo nyamperin buat bawain tas doi ke kelas."

Arez hanya diam tak menanggapi.

Ia hanya memandang gadis yang sudah hampir 3 hari tak ia lihat itu dengan tatapan miris.

"Gue mah apa, cuma debu dipingiran sepatu doi. Gapantes ngarep lebih." Gumam Arez pelan.

"Ha? Apa?" Tanya Fandy kepada Arez.

Arez langsung menggeleng cepat. Seketika Arez sangat beruntung mempunyai sahabat congek seperti Fandy, jika tidak ia pasti sudah mendengar betapa menyedihkannya Arez saat ini.

"Eh, si Boby mana?"

"Gatau. Paling godain dede dede emesh di koridor 1." Ujar Fandy santai sambil mengambil posisi duduk disebalah Arez.

"Eh Rez," Panggil Fandy.

"Ha? Apaan?"

"Lo udah taken. Boby udah taken. Frans udah taken. Kevin apalagi. Lah gue? Gue kapan taken yak?"

"Tapi lo lagi nunggu,"

"Nunggu apaan?"

"NUNGGU MIMI PERI LAHIRAN!" Ujar Arez yang lanjut diikuti gelak tawa Boby yang baru saja datang.

"Bangsat!" Ujar Fandy menyesal berniat untuk curhat dengan kedua makhluk di hadapannya kini.

"HAHAHA!! Sedih amat sih nasib onta arab gue. Sini sini peluk." Ujar Boby.

"Najis njir! Awas lu!" Ujar Fandy setengah kesal.

"Bob, lo udah siap godain adek kelas?"

"Siapa yang godain adek kelas?"

"Lah tadi kata Fandy."

"Gue tadi berak woy. Gausah fitnah ya lu onta!" ujar Boby sambil mengacak rambut Fandy.

"Lah?! Gue kira tadi lu lari lari di koridor 1 buat nyamperin adek kelas." Ujar Fandy.

Arez pun ikut tertawa mendengar ucapan Fandy yang sangat polos itu.

'Setidaknya gue masih punya alasan lain untuk happy, selain bareng Shila.' Batin Arez.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang