Bagian 29

3.5K 248 13
                                    

"Tadi Arez kemana ya? Kanan-- atau-- Kiri." Ujar Shilla yang kini mulai kehilangan jejak Arez.

"Rez! Lo kemana sih. Ngeselin banget." Ujar Shilla yang berusaha mencari wujud Arez disekitarnya.

Namun hasilnya nihil.

Arez menghilang begitu cepat hingga kini Shilla kehilangan jejak.

****

Gita berjalan kembali menuju Villa.

Namun tiba tiba langkahnya terhenti.

Vano. Lelaki yang sejak tadi membuat hatinya kacau kini hadir dihadapannya.

Ditengah hamparan kebun teh dan dibawah langit senja, Gita terpaku pada wajah tampan Vano.

"Ngapain?" Tanya Vano heran melihat Gita yang berjalan seorang diri disini.

Sejenak Gita tersadar dari kekagumannya.

"Eh-- Van. Gu--gue disini tadinya pengen nyari Shilla. Tapi kayanya kalian udah balik. Jadi gue--"

"Tunggu. Maksud lo-- Shilla--- hilang?"

"Ya tadinya gue pengen bilang gitu. Tapi Shilla bareng lo kan?"

Vano menggeleng.

Mata Gita langsung membulat.

"Ha? Jadi Shilla ga bareng lo?!"

Sekali lagi Vano menggeleng.

"Astaga! Shil, lo dimana sih!" Ujar Gita histeris.

"Shilla kemana?"

"Van, Kalo gue tau juga, gue gabakal nyariin dia gini. Yaudah, mending sekarang kita cari Shilla. Keburu malam nih." Ujar Gita.

Vano langsung mengangguk dan bergegas melangkah mencari Shilla.

Walau Gita merasa sangat khawatir saat ini, namun didalam hati kecilnya terselip rasa lega yang sulit untuk diterima.

Bukankah tidak seharusnya saat ini Gita merasa bersyukur.

****

"Duh, udah gelap lagi. Gue balik aja deh." Ujar Shilla.

Namun langkahnya terhenti ketika melihat jalan bercabang sehingga ia harus memutuskan pilihan yang tepat.

"Lagi lagi gue disuruh milih. Kanan atau kiri. Huaa!! Gue lupaa!!" Pekik Shilla yang semakin merasa takut disaat malam mulai menghampiri.

"Engga Shil. Lo gaboleh lemah. Lo pasti bisa!" Ujar Shilla sambil berusaha tetap tenang dibalik ketakutannya.

Akhirnya Shilla berjalan cukup jauh, hingga kini ia benar benar tersesat ditengah tengah hamparan kebun teh yang sangat luas.

"Please. Siapapun. Tolong gue." Batin Shilla yang mulai menyerah perlahan.

***

"Chel, Gue ga liat Shilla. Gaada ditoilet juga."

"Gue juga udah cari keliling Villa sampe 5 tangga gue naiki dan gue jelajah, tapi gaada juga." Ujar Michele terengah-engah.

"Gita mana?" Lanjut Michele.

Milly menaikkan bahunya tanda tak tau.

******

"Duh, Arez mana sih." Ujar Shilla sambil memandang sekelilingnya yang semakin lama semakin sepi dan dingin.

Hingga tiba tiba Shilla melihat sebuah pos ronda di tengah luasnya hamparan kebun teh.

'Gue harap disana ada orang yang bisa  bantu gue.' Batin Shilla

Shilla pun berjalan mendekati pos yang terlihat seperti pondok dengan langkah pelan.

Disaat tiba, Shilla merasa perasaannya ada yang janggal.

Pos ini di tempati oleh beberapa pria yang terlihat sangat acak acakan.

Shilla juga yakin melihat beberapa botol minuman keras dipondok itu.

Disaat Shilla ingin membatalkan niatnya, tiba tiba lengannya dicengkram kuat.

"Eh neng, mau kemana? Sini aja, sok atuh gabung sama kita." Ujar salah satu pria berwajah sangar sambil mencengkram tangannya erat.

"Ma--maaf mas. Sa--saya cuma numpang lewat aja."

"Mampir dong, jangan numpang lewat aja atuh neng gelis. Sini sama akang."

Disaat Shilla melepaskan tangannya, tiba tiba pria lain kembali mencengkram tangannya kuat.

"Aaw!"

"Mau kemana kamu?! Kita cuma pengen main main aja sama kamu. Ga boleh?" Goda lelaki itu yang Shilla yakin lelaki itu sedang mabuk.

"Tolong!! Lepas!! Please. Lepasin saya. Saya mohon." Ujar Shilla yang kini sudah hampir tak memiliki tenaga lagi untuk memberontak.

5 lawan 1 sudah pasti 1 akan kalah.

'Rez, please. Bantuin gue.. Gue takut.' Jerit Shilla dalam batinnya sambil menangis tersedu sedu.

Perasaan takut ini melebihi perasaan takut dimana dulu Shilla berada dipinggir jalan akibat di tinggal Vano begitu saja.

Dan bedanya lagi adalah, waktu itu tidak ada satu nama pun di dalam benak Shilla. Sementara saat ini, sebuah nama hadir didalam benaknya. Arez. Ia sadar, kali ini Shilla benar benar mencintai Arez.

Dan ia bertekad jika Arez menyelamatkannya kali ini, ia akan berjuang untuk mempertahankan cintanya kepada Arez tanpa perduli jika lelaki itu sudah melupakannya atau belum.

******

"Aw," Ujar Gita yang kini terduduk di tanah.

Gita tersandung.

Darah segar pun kini mengalir dikakinya.

"Makanya, jalan tuh hati hati." Omel Vano ketika melihat Gita telah terduduk ditanah sambil berusaha membersihkan luka dikaki Gita.

"Gu-- gue gapapa kok."

"Gapapa gimana? Jelas jelas lo luka." Bentak Vano kesal ketika melihat luka Gita yang cukup parah namun gadis itu malah mengatakan ia tidak apa apa.

"Van, gue beneran gapapa. Udah mending lo lanjutin cari Shilla sekarang deh. Shilla pasti lebih butuh lo dibanding gue. Gih sana." Ujar Gita, "Udah Van, sana. I'm ok." Lanjut Vano meyakinkan Vano.

Vano pun pasrah. Kemudian bangkit dan melangkah meninggalkan Gita.

"Gue udah biasa kok dijadiin nomer 2. Jadi kalo gini mah gue bi-- Aw!." Gumam Gita ketika mencoba bangkit namun luka dikakinya berdenyut hebat.

'Kenapa gue jadi selemah ini sih?!' Batin Gita kesal kepada dirinya yang semakin lama semakin lemah. Apalagi menyangkut soal hati.

******

"Rez-- lo ga liat Shilla?"

Arez menggeleng santai.

"Tumben lo santai. Anak ruang 1 pada heboh tuh nyariin Shilla. Katanya udah hampir 2 jam kaga balik balik. Padahal tadi gue kira lu pergi bareng dia." Terang Fandy.

Arez seketika terdiam.

Hingga kemudian bergegas pergi meninggalkan kamar Villa.

"Eh Rez--" Ucapan Frans terhenti ketika Arez kinj telah berlari sekencang angin keluar dari kamarnya.

'Jangan bilang lo tadi ngikutin gue. Shil! Kenapa lo segila ini sih. Gue gabakal maafin diri gue sendiri kalo tau lo kenapa napa. SHIT!' umpat Arez kesal kepada dirinya sambil berlari menjelajahi kebun teh tanpa perduli resiko apa yang akan ia tanggung nanti.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang