Bagian 8

5.1K 353 7
                                    

Cinta kita ibarat kutub magnet yang sama dan membuatku sadar bahwa kita tak mungkin menyatu.

A.K.N

💙💙💙

Hampir 3 mata pelajaran tak mampu diserap Shila akibat pernyataan Vano tentang perasaannya.

'Gue sayang sama lo-- Bukan cuma itu, gue juga cinta sama lo Shil--'

Ucapan Vano terus terngiang dibenak Shila.

Jika memang Vano mencintainya, lalu kenapa Vano tak pernah mengatakan perasaannya selama ini hingga harus membuat Shila menderita.

Mengapa Vano selalu bersikap dingin kepada Shila.

"Aaarrghh!!" Pekik Shila frustasi sambil mengacak acak rambutnya.

"Shil, lo kenapa?" Ujar Milly khawatir dengan teman sebangkunya itu.

"Gamungkin. Ga. Gamungkin." Lanjut Shila sambil menggeleng gelengkan kepalanya, berbicara kepada diri sendiri.

Milly mengerutkan dahinya, "Shil!" Panggil Milly takut takut Shila telah kerasukan jin tomang.

"Eh-- iya?!" Ujar Shila dengan ekspresi kagetnya.

"Apanya sih yang gamungkin?" Tanya Milly.

Shila hanya menghela nafasnya panjang, dan kemudian kembali fokus kepada bukunya.

"Gatau Mil. Gue bingung." Ujar Shila pasrah kemudian menyandarkan tubuhnya disandaran kursinya.

"Bingung kenapa? Lo dari tadi udah kaya kerasukan setan tau gak. Tiba tiba diem, terus teriak gajelas. Kenapa sih?" Ujar Milly yang berhenti mengerjakan tugas fisika yang telah diberikan akibat guru fisika tidak hadir.

"Em-- Mil, gue ke toilet bentar ya." Ujar Shila yang kenudian langsung bangkit dari bangjubya.

"Eh ta--tapi-- Yaudah deh." Ujar Milly yang sudah terlanjur ditinggal Shila.

*****

Shila berjalan dikoridor yang saat itu tengah sepi akibat proses belajar mengajar masih berlangsung.

Shila berjalan dengan pandangan kosong lurus kedepan.

'Kalo Vano suka sama gue, kenapa dia ga pernah bilang? Kenapa dia selalu cuek dan ketus sama gue.' Batin Shila.

Hingga tiba tiba langkah Shila terhenti akibat bertemu dengan lelaki yang sejak tadi ia pikirkan.

Ya, Shila berpapasan dengan Vano.

Lelaki berwajah tampan dan dingin itu kini menatap mata Shila.

Shila justru membuang arah pandangnya ke lapangan basket disebelahnya, berpura pura tidak melihat Vano.

Hingga akhirnya mau tak mau Vano melanjutkan langkahnya menuju ke arah yang berlawanan dengan Shila.

Shila pun menguatkan hatinya untuk terus melangkah tanpa menatap Vano.

'Gue gabisa terus cinta sama lo. Karena lo terlalu abu abu buat gue, Al.' Batin Shila sambil melangkah melewati Vano begitu saja.

Tanpa sapaan, bahkan senyuman Shila berlalu melewati Vano.

Shila bukanlah Shila yang dulu selalu berjalan disisi Vano lagi.

'Gue tau lo ga percaya, tapi kenyataannya memang benar, gue sayang sama lo. Tapi kali ini waktu ga berpihak untuk kita. Maaf, gue terlambat.' Batin Vano yang kini juga melangkah melewati Shila dengan tatapan nanar.

Vano kini selalu merindukan saat dimana Shila selalu mengusik hari harinya yang damai, berceloteh ria disebelahnya, bahkan kini Vano sangat merindukan tawa Shila.

Tapi Vano sadar, semua hanya kenangan.

Shila dan Vano yang dulu selalu berjalan beriring kini telah menemukan arah masing masing.

*****

"Shil, makan dong. Lo dari pagi belum makan sama sekali tau." Ujar Gita.

"Shil, lo bisa cerita ke kita apapun yang lo rasain sekarang."

Shila tersenyum, kemudian menggeleng, "Gue gapapa kok. Cuma--" Ucapan Shila terhenti akibat Arez yang tiba tiba duduk disebelahnya.

"Hei." Sapa Arez sambil menatap Shila dari samping.

"Shil, lo kenapa?" Tanya Arez setelah sadar bahwa gadisnya tak memiliki ekspresi ceria seperti biasa.

"Shil--" ujar Arez sambil menoel pipi Shila.

Shila yang biasa akan mengamuk bak singa lapar jika Arez menyentuh pipinya kini hanya diam sambil menggeleng.

"Dia kenapa?" Tanya Arez kepada Milly dan Gita.

"Apa? Kenapa lo liatin gue kaya gitu?" Ujar Gita ketus ketika mata Arez menajam kearahnya.

Arez tau, sejak dulu Shila sering sedih karena Gita.

"Eng--gue balik kelas ya." Ujar Shila yang kini bangkit dari bangkunya dan kemudian meninggalkan kantin.

"Tuhkan, gue bilang juga apa. Bukan karena gue. Oh-- atau lo pura pura lugu dan sebenernya lo yang buat Shila---"

"Stop!! Kalian tuh kenapa berantem mulu sih kalo ketemu."

"Gue gatau deh kenapa Shila bisa milih dia. Mending Vano lah dibanding dia." Gumam Gita kepada Milly.

Kemudian Arez bangkit sambil memukul meja dihadapan Gita yang mampu membuat Gita terhentak, setelah menatap tajam kearah Gita, Arez pun melangkah pergi.

"Gila ya tuh orang! Mil, kenapa sih Shila milih dia. Brutal kaya gitu. Padahal Vano lebih baik dari dia." Ujar Gita kesal akibat tingkah Arez.

"Git, lo gaboleh ngomong gitu. Gimana pun juga lo gapernah tau hati orang. Bisa aja sifat dan tingkah Arez lebih buruk dari Vano. Tapi siapa tau Arez punya cinta lebih besar dari cinta Vano ke Shila."

Apapun yang dikatakan Milly tentang Arez, tetap saja Gita tidak menyukai Arez. Lebih tepatnya Gita membenci Arez.

'Kenapa lo malah milih Arez sih Shil? Padahal gue udah ngorbanin perasaan gue buat kebahagiaan lo dan Vano.' Batin Gita yang kembali fokus kepada siomaynya.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang