Bagian 18

4.2K 294 5
                                    

Dengan santai, lelaki berhidung mancung dan berwajah tampan itu mulai memetik gitarnya dengan lihai.

Ku akui ku sangat,
Sangat menginginkan mu...

Tapi kini kusadar,
Ku di antara kalian...
Aku, tak mengerti..
Ini semua harus terjadi.

Ku akui ku sangat,
Sangat mengharapkan mu...

Tapi kini ku sadar ku tak akan bisa.
Aku tak mengerti, ini semua harus terjadi..

Lupakan aku... Kembali padanya,
Aku bukan siapa siapa untukmu.
Ku cintaimu,
Tak berarti bahwa ku harus milikimu selamanya

Ku akui ku sangat,
Sangat menginginkanmu
Tapi kini kusadar ku di antara kalian.

Dengan hati yang rasanya tersayat, Arez menyangikan lagu itu dengan luka yang semakin lama semakin menghancurkannya.

Semua pengunjung kafe langsung bertepuk tangan riuh ketika Arez selesai menyanyikan lagu Diantara Kalian oleh D'masiv.

Namun, lagi lagi Arez menutupi lukanya, dengan senyuman dan tingkah konyolnya, "Terima kasih, terima kasih." Ujar Arez sambil membungkukkan badannya ala ala penyanyi internasional yang malah membuat Fandy, Frans dan Bobby jijik.

"Temen lo?" Tanya Bobby kepada Frans dan Fandy.

"Kagak." Ujar Frans dan Fandy serentak.

"Eh, tapi gue yakin tuh anak sekalian curhat dah nyanyi lagu itu." Ujar Frans sambil meneguk minumannya.

"Iya, bener bener." Ujar Bobby sambil mencomot kentang goreng dihadapan Fandy.

"Kasian Arez.. Padahal dia cinta banget sama Shila. Eh tuh cewek malah kagak lepas dari friendzone nya sama si Alfin." Ujar Fandy sambil menatap iba ke arah Arez.

"Alfin-- Al--Alvano woy!" Ujar Frans menatap sebal kearah sahabatnya yang paling bolot itu.

"Kalo gue jadi Arez nih ya, dengan muka dia yang paling ganteng diantara kita, gue bakal cari cewek lain yang lebih dari si Shila." Ujar Bobby sambil memakan makanannya dengan lahap.

"Tauk, tuh anak. Temen lo tuh, sarap emang. Ga pernah PDKT padahal, langsung main jadian aja." Ujar Frans.

"Eh, si anjing. Gosipin gue dibelakang." Ujar Arez yang baru saja turun dari panggung dan kini mengambil posisi duduk disebelah Frans.

"Gue ga ikutan, Rez!" Ujar Fandy cepat ketika melihat ekspresi wajah Arez yang hendak menerkamnya.

"Rez, lo move on ngapa dari si Shila. Lo tau kan, Angel anak IPA 1 nanyain lo terus sama gue." Ujar Bobby berniat memberi pencerahan untuk Arez.

"Gue tetep milih Shila." Ujar Arez santai sambil memakan kentang goreng dihadapan Fandy.

"Angel?! Angel gebetan gue waktu kelas 1 ?!" Tanya Frans shock.

Bobby mengangguk.

"Wah, Rez. Parah lu. Angel bidadari surga gue, yang secantik kendall malah lo anggurin. Mending dah lo lupain tuh si Shila, lu sama si Angel aja. Gue mah rela." Ujar Frans yang terlihat tak mengerti arah pikiran sahabatnya itu.

"Udahlah! Kisah cinta gue, biar gue yang urus." Ujar Arez kesal sambil mengambil 5 potong kentang dari piring yang terletak dihadapan Fandy.

Fandy menatap tanpa kedip kentang goreng yang telah berada didalam mulut Arez, "Yah--yaah, kentang gue abis." Ujar Fandy pasrah ketika Arez telah menelannya.

"Elah, nanti gue pesenin lagi." Ujar Arez, "Tapi tetep lo yang bayar." Lanjut Arez tanpa rasa bersalah.

Sontak semua tertawa melihat tingkah Fandy yang selalu paling bolot diantara mereka.

"Eh, itu Shila kan?" Tanya Bobby menunjuk seorang gadis yang baru saja memasuki pintu kafe.

"Iya, iya. Bener. Panjang umur tuh Rez." Ujar Frans.

Senyuman Arez langsung mengembang ketika melihat wanita penghuni hatinya memasuki kafe.

Arez hendak bangkit menghampiri Shila, namun tiba tiba terhenti akibat seorang pria menyusul Shila dari belakang.

Rahang dan kepalan tangan Arez mulai mengeras akibat lelaki itu menggenggam tangan Shila.

****

"Al, kan gue bilang di mobil aja. Lo juga belum sembuh total, gih sana balik." Ujar Shila sambil memegangi lengan Vano, jaga jaga agar Vano yang belum sembuh total tidak terjatuh.

"Gue udah sembuh." Ujar Vano santai.

"Tapi--"

"Udah, ayo. Gue laper." Ujar Vano sambil menarik tangan Shila menuju meja yang berjarak dua meja, dari meja Arez dkk.

Mau tak mau pun Shila pasrah menuruti Vano yang notabennya sangat sulit dibantah.

Dilain sisi, Arez yang duduk membelakangi meja Vano dan Shila hanya mamlu berusaha mengontrol emosinya.

"Tuhkan Rez, gue bener. Lo kaya gaada harganya dimata Shila." Ujar Bobby.

"Bob, lo apaan sih. Malah dipanas panasin liat sahabatnya emosi." Ujar Frans menyenggol kaki Bobby.

"Iya-- tapi cewek kaya gitu juga gabisa dibiarin Frans. Dia kaya ga ngertiin perasaan Arez, gila. Kalo ditanya, pasti alasannya 'gue cuma temen sama dia. Kita udah temenan dari kecil Rez. Please, pahami aku' Udahlah Rez, putusin aja." Ujar Bobby jengah melihat Shila yang kini duduk membelakangi mereka.

Kepalan tangan Arez hampir melayang ke wajah Bobby, namun dengan cepat Frans menahan tangan Arez.

"Kalo lo gatau apa apa. Mending gausah bacot!" Ujar Arez sedikir keras hingga Shila mendengarnya.

"Rez, udah rez." Ujar Frans.

"Arez?!" Pekik Shila dari bangkunya.

Arez pun menoleh kearah Shila.

Mata Arez berubah menghitam dan tatapan matanya sangat tajam kali ini.

'Astaga! Pasti Arez liat gue sama Vano tadi.' Batin Shila.

Hingga tiba tiba Arez melangkah kearahnya dan menarik kasar tangan Shila keluar kafe.

Vano sempat ingin menahan Arez, namun Shila menggeleng agar Vano memberinya waktu bicara dengan Arez.

'Kalo emang malam ini, lo mutusin gue. Gue rela, Rez. Emang gue pantes lo buang karena udah jadi cewek yang ga berguna buat lo.' Batin Shila sambil menatap tangannya yang kini didalam genggaman Arez dan berjalan mengikuti langkah besar lelaki itu.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang