Bagian 9

4.8K 334 3
                                    

Saat aku tak pernah berhenti memikirkan mu, saat itulah aku sadar bahwa aku telah mencintai mu.

A.D.S

💥💥💥

Hujan turun membasahi permukaan bumi.

Lagi lagi Shila mendengus sebal.

"Kenapa hujan terus sih." Gerutu Shila sambil bersandar ditiang penyangga koridor sambil menatap beberapa murid yang tengah menerobos hujan melewati pintu gerbang SMA merpati.

"Tumben lo ngeluh soal hujan. Bukannya dulu lo maniak banget sama hujan?" Ujar Milly yang kini ikut berdiri disebelah Shila menunggu hujan bethenti.

Shila menatap Milly sebentar, kemudian kembali menatap bulir air hujan yang jatuh dari atap.

Shila menampung tetesan air hujan tadi dengan telapak tangannya.

"Hujan selalu ngingetin gue tentang Vano, Mil." Ujar Shila sambil bermain dengan air yang telah ia tampung tadi.

Milly hanya menatap nanar kepada temannya itu, "Segitu bencinya lo ke Vano?" Tanya Milly yang ikut merasa sedih jika mengingat hubungan Shila dan Vano yang kini seperti orang asing.

Shila menghela nafasnya dan kemudian mengendikkan bahunya, tanpa berniat menjawab pertanyaan Milly tadi.

Hingga tiba tiba sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan gerbang, menandakan Milly telah dijeput.

"Nah tuh dia pak wawan. Luan ya Shil." Pamit Milly yang kemudian dibalas anggukan oleh Shila.

Hingga tiba tiba notif chat hp-nya berbunyi.

Arez 🙉 : Shil, sorry hari ini gue pulang luan. Nemenin mama ke pesta temen. Lo gapapa pulang sendiri kan?

Shila hanya menatap datar kelayar handphone-nya dan kemudian membalas chat dari Arez.

Iya gapapa. lagian gue bawa sepeda kok.

Namun, disaat Shila hendak menekan tombol send, tiba tiba seorang pria berkulit putih dan beralis tebal berdiri disebelahnya.

Aroma parfum Vano kini menelisik kedalam rongga hidung nya, hingga menguatkan feeling Shila bahwa lelaki yang ada disebelahnya ini adalah Vano.

"Belum pulang?" Ujar Vano yang kini menatap langit kelabu sore itu.

Shila hanya diam, tak berniat menanggapi pertanyaan Vano.

Tanpa berpikir panjang Shila melangkahkan kakinya menerobos hujan sore itu.

Vano hanya menghela nafasnya dengan berat, kemudian ikut melangkahkan kakinya sambil mengikuti jejak Shila dari belakang.

Ngapain sih lo ngikutin gue? Gue pengen lupain lo al! Please. Batin Shila sambil mempercepat langkahnya menuju sepedanya

Shila berhenti dan berbalik menatap Vano yang kini berdiri tepat dibelakangnya.

"Lo ngapain sih--- dan juga, gue ga percaya sama apa yang lo bilang kemaren. Jadi gue mohon jangan ganggu ataupun ngikutin gue lagi." Terang Shila.

Vano hanya diam, kemudian mengangguk mengerti.

Shila pun melanjutkan langkahnya menuju sepedanya.

"Astaga, lo ngapain lagi sih. Gue kan udah bilang. Jangan ikuti---" Seketika Shila terdiam ketika Vano melewatinya begitu saja.

Disaat Shila berbalik kearah Vano, entah nasib atau apa, ternyata tepat disebelah sepedanya, adalah motor milik Vano.

Damn! Jadi ternyata tadi Vano ga ngikutin lo. Bego. Bego! Batin Shila merutuki dirinya.

Vano memasang helm nya, dan menstater motornya.

Dan lagi lagi Shila harus merutuki betapa sial nasibnya sore ini.

Shila pun menggeram, "Kenapa pake kempes segala sih!" Ujar Shila sambil menjongkok meratapi ban sepedanya yang kempes.

Vano sempat melirik kearah Shila, namun bukan Vano namanya jika tidak memiliki sikap tak acuhnya kepada Shila, alias kepada semua orang kecuali keluarganya.

Tanpa memperdulikan Shila, Vano menancap gas sepeda motornya meninggalkan Shila yang kini sedang merutuki dirinya dibawah hujan.

"Dasar Vano raja cuek! Ngeselin banget sih iihhh!!!" Ujar Shila sambil menendang ban sepedanya kesal.

"Bukannya ditawarin, malah pergi gitu aja. Kalo udah gini, lo nawarin gue naik bajaj bareng lo juga gapapa, gue pasti mau kok." Celoteh Shila kearah ban sepedanya, seakan akan itu adalah Vano.

Hingga tiba tiba suara deru motor kembali terdengar ditelinga Shila.

Masih dengan posisi jongkok, Shila mengarahkan pandangannya ke sebelah, dimana motor tersebut berhenti.

Vano?! Batin Shila sambil membulatkan matanya tak percaya, bahwa Vano akan kembali.

"Ban sepeda lo kempes kan? Ayo naik." Ujar Vano datar.

Shila berlagak jual mahal. "Gausah. Makasih." Ujar Shila ketus.

"Yakin ?" Masih dengan ekspresi datar, Vano bertanya lagi kepada Shila.

Shila pun bangkit dan berpura pura tampak mempertimbangkan tawaran Vano.

"Oh, yaudah. Gue luan ya." Ujar Vano yang siap untuk menancap gasnya lagi, meninggalkan Shila.

"Eeh! Tunggu!!" Hadang Shila tepat dihadapan motor Vano.

"Gue belum jawab, kenapa lo main pergi aja sih." Gerutu Shila kesal kepada Vano yang selalu memiliki sifat dingin.

"Gue kira lo bakal tetap jawab enggak." Ujar Vano.

"Udah, ayo jalan." Ujar Shila yang kini telah duduk dibelakang Vano.

Vano pun tersenyum tipis dan kemudian membuka helmnya, "Nih, pake." Ujar Vano sambil memasangkan helm ke kepala Shila.

"Eh, apaan sih. Gue--"

"Gausah bawel pake aja, gue cuma gamau lo sakit." Ujar Vano dan kemudian melajukan motornya.

'Kenapa jantung gue harus deg degan gini lagi sih? Gue ga seharusnya kaya gini.' Batin Shila.

'Dulu gue benci hujan. Tapi sekarang, karena lo, hujan adalah favorit gue.' Batin Vano sambil menatap lurus kearah jalanan.

******

"Thanks." Ujar Shila cuek dan berniat berbalik kearah pekarangan rumahnya.

"Tunggu." Ujar Vano sambil menahan lengan Shila.

"Apa?"

"Shil," Ujar Vano yang kini turun dari motornya.

"Gue punya pertanyaan. Dan gue mohon lo jawab jujur." Ujar Vano sambil menggenggam tangan Shila.

Shila hanya menatap Vano dengan bingung kemudian mengangguk ragu.

"Shil, apa gue masih mungkin ada dihati lo?" Tanya Vano menatap kedua manik mata Shila.

Shila terdiam.

Hingga kemudian sebuah jawaban terlintas dibenak Shila.

"Gue udah punya Arez. Dan gue-- gamungkin nyakitin Arez." Ujar Shila, "Dan--Gue rasa lo udah tau jawaban dari pertanyaan lo tadi." Lanjut Shila.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang