DEEP [EMPAT BELAS]

En başından başla
                                    

"Mending lo ke kelasnya sekarang."

Tanpa menjawab Selika, Quinta sudah lari menuju kelas Gladis. Tak peduli proposal kemah yang baru dikerjakannya. Yang di pikiran Quinta sekarang hanyalah Gladis.

Di depan kelas Gladis sudah banyak kerumunan siswa-siswi yang ribut. Perasaan Quinta tidak enak. Dia membenah kerumann itu. Dan dia menemukan Gladis yang meringkuk di depan pintu masuk kelas. Seragamnya basah kuyup bercampur dengan tepung.

Quinta mendekati Gladis.

"Siapa yang ngelakuin ini? Jawab!"

Semua terdiam, tak ada yang bersuara.

Quinta tertawa hambar. "Siapapun yang ngelakuin ini, lo pengecut karena gak berani nampangin muka lo! BUBAR LO SEMUA! LO KIRA INI TONTONAN!?" suara Quinta menggelegar. Membuat semua yang ada di situ langsung membubarkan kerumunan.

Tanpa berkata apapun, Quinta langsung mengambil handphonenya. Memberitahu yang ada di sana.

🌊🌊🌊

Abel merasakan getaran di sakunya. Ternyata ada notif masuk. Segera ia membuka pesan itu

Quinta : Bel, jemput gue sama Gladis. Nanyanya nanti aja. Fast. Mobil gue gak bisa keluar kalo belum jam pulang sekolah.

"An pinjem mobil lo. Mana kuncinya?"

"Hah? Buat apa?"

"Udah nanyanya nanti aja. Urgent."

"Nih, ati-ati jangan ngebut."

"Nanti kalo ada guru yang nanya bilangin aja gue izin ada acara keluarga."

Anya hanya mengangukkan kepalanya.

Tanpa membalas pesan itu, Abel bergegas mengambil tas dan meninggalkan kelas.

Abel mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Berharap agar dia cepat-cepat sampai sekolah Quinta.

Hanya butuh waktu dua puluh menit, Abel sampai di depan gerbang SMA 1 Jaya. Dia mengecek handphonenya.

Quinta : Samper gue di toilet putri deket lab ipa.

Abel langsung turun dari mobil dan memasuki sekolah yang kebetulan gerbangnya terbuka. Dengan langkah cepat ia mencari kamar mandi putri.

Abel membaca papan nama di setiap ruangan sambil terus merapalkan nama ruangan yang di tuju. Dan akhirnya ketemu. Toilet putri.

Begitu Abel memasuki toilet itu, dia menemukan Gladis dan Quinta. Namun yang membuat Abel tercengang adalah kondisi Gladis. Seragamnya basah kuyup dan seluruh tubuhnya dipenuhi tepung. Mata Abel seketika itu juga memerah.

Tanpa berkata apapun, Abel dan Quinta membawa Gladis pergi. Tujuan mereka adalah rumah Quinta.

Sesampainya di sana, Abel dan Quinta menuntun Gladis ke kamar mandi. Membantu membersihkan tepung yang memenuhi rambutnya yang panjang. Miris hati Quinta melihat pemandangan di depannya ini.

Setelah bersih, mereka berdua membiarkan Gladis membersihkan diri dan memberikan pakaian ganti.

Lama ada di kamar mandi, akhirnya Gladis selesai juga. Quinta sudah membuatkan teh hangat untuk Gladis. Berharap dapat membuat dia lebih tenang.

Abel membelai rambut Gladis,"What happen with you dear?"

"Nothing," Gladis tersenyum samar.

"Dis, kenapa lo gak cerita sih? Sejak kapan lo di gituin?"

Abel yang tidak mengerti arah pembicaraan Quinta langsung angkat bicara. "Ini sebenernya ada apa sih?"

"Lo tau gak Bel dia kayak gini kenapa? Dia di bully Bel sama temen-temen satu kelasnya. Dia di kerjain, di pasangin jebakan di atas pintu. Supaya kalo pintu itu di buka air seember sama tepung yang di pasang ngenain Gladis."

Abel tercengang. Dia tidak dapat menerima perlakuan itu. Menghina sahabatnya sama saja menghina dirinya.

"Bener Dis?" Abel menatap Gladis lekat-lekat.

"Gak kok Bel, gue gakpapa, udah biasa kok. Mungkin emang gue ini aneh. Jadi mereka kayak gitu."

"Ini gak wajar Dis. Ini namanya bulliying. Kenapa lo gak bilang sih?"

"Ini harus diaduin ke kepsek Dis. Biar mereka gak seenaknya." Quinta emosi. Dia juga tak terima.

"Udah gak papa, gue gak mau masalah ini jadi panjang. Lagian gue gak papa kok."

"Sampai kapan lo mau diem aja Dis?"

"Sampai mereka capek dan berhenti dengan sendirinya."

Quinta dan Abel tediam. Sahabatnya yang satu ini memang selalu diam dan tak pernah bertindak jika ditindas. Dia hanya diam. Dia selalu merasa kecil dan pantas di perlakukan seperti itu. Dia merasa dirinya aneh. Padahal enggak. Gak sama sekali.

"Tapi kalo ini sampai keulang lagi dan ketauan sama gue ataupun Quinta, gue gak segan-segan laporin ini ke pihak berwajib." Kata Abek penuh penekanan.

"Thanks kalian udah perhatian sama gue. Gue beruntung banget punya sahabat kayak kalian."

Quinta dan Abel memeluk Gladis.

maaf Ta, maaf Bel, gue harus pergi dari kehidupan kalian. Ini semua demi kalian. Gue gak mau kalian di salah-salahin sama ortu gue. Makasih udah jadi sahabat terbaik gue selama ini.

🌊🌊🌊

Jangan lupa vote and comment ya (:
Salam jomnlo!

-DEEP-Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin