110. Broken and Divorced (Extra Part XIII)

8.6K 949 51
                                    

Asyiela Pov

"Kalo mengenai cerai, gue no komen deh. Lo pikirin sendiri aja ya. Gue gak mau jadi kompor lo sama Asten buat cerai. Karena itu udah jauh banget melangkahnya. Jadi buat ingusan macam gue, mikirin gituan bikin pusing."

Aku tahu Nesya tidak mungkin menyuruhku bercerai, dia juga tidak menolak. Benar apa katanya, pernikahan muda antara aku dan suamiku begitu rumit.

Yang menjadi pertanyaan di dalam otakku, apakah kami berdua terlalu muda untuk menikah?

Apakah anak muda seperti kami tidak boleh menikah terlebih dahulu mengingat usia kami jauh dari kata layak?

Mungkin saja.

Kemungkinan-kemungkinan itu pasti akan terjawab suatu saat nanti, entah kapan aku tidak tahu.

Hiks, hiks....

Perlahan, ku cengkram sendiri pakaianku tepat di bagian dada. Rasanya dadaku menjadi sesak dan sakit sekali di bagian ini. Mendapatinya bersama Pachira dalam satu meja, membuat kepercayaanku luntur dalam waktu sekejab.

Aku tidak mempercayainya. Semua dusta. Asten berdusta entah untuk ke berapa kalinya aku tidak tahu. Dulu sebelum kami menikah, dia berjanji tidak akan menyakitiku dan melakukan kesalahan lagi. Tpai sekarang kenyataannya berbeda. Asten berubah. Asten bukan laki-laki baik dan pantas untuk ku kagumi seperti dulu.

"Syiel, lo gak papa?" telapak tangan Nesya menyentuh punggungku. Dia memiringkan kepalanya sedikit ke bawah untuk melihat ku lebih serius.

"Gue capek, Nes. Gue capek untuk sabar...."

"Gue tahu perasaan lo."

Tanpa aba-aba apapun, Nesya menarik tubuhku ke arahnya. Dia memelukku erat, dan aku menangis dalam pelukannya. Ku rasakan hangat sentuhan tangannya mengusap punggungku. Sesekali dia menarik tubuhku ke belakang untuk menyeka air mataku yang sudah terlanjur mengalir ke bawah membasahi wajahku.

Ku luapkan semua kesedihanku, kekecewaanku, dan rasa dakit hatiku akibat perbuatan suami ku sendiri bersama perempuan lain.

Aku mulai berpikir, apakah sedari awal yang dicintai oleh Asten bukan diriku, melainkan Pachira?

Apakah Asten salah memilihku. Atau jangan-jangan dia hanya ingin mempermainkan perasaanku saja? Jika demikian, teganya dia melakukan ini kepadaku.

Aku salah apa?

Aku tidak pernah mengganggu dirinya dan Pachira. Diam adalah caraku untuk menyampaikan rasa cintaku kepadanya, dengan harapan dan khayalan bodoh bila angin mendengarnya, maka dia bisa menyampaikannya kepada Asten.

Memandangnya adalah caraku untuk mengaguminya. Melihatnya dari sudut sempit sampai semua orang tidak tahu jika ada seseorang yang terluka saat perempuan lain jauh lebih bebas untuk berdekatan dengannya, menyentuhnya, bahkan terkadang menciumnya, dan perempuan itu adalah aku.

Ya, hanya dua kata itu yang bisa ku lakukan sampai akhirnya dia memintaku menjadi sebagian hidupnya, atau lebih tepatnya menjadikanku tempat tujuannya pulang.

Tapi kembali lagi, apakah aku hanya tempat nya untuk pulang? Hanya itu kah? Tidak ada yang lain kah?

Lalu, ketika dia berpetualang di luar sana aku tidak boleh mengetahuinya. Apa aku harus diam saja seperti orang bodoh tak tahu arah dan tujuan hidup.

Hiks...hiks...

"Lo sabar ya? Gue bakal temenin lo kok. Gue gak akan tinggalin lo sendiri." Nesya semakin memelukku sangat erat, aku tahu dia juga ikut sedih sepertiku.

Teenager Time (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang