95. Best Friend

8.4K 979 26
                                    

Asten

"Asten, kamu yakin mau ketemu sama mereka?" sudah tiga kali sejak kami keluar dari Sekolah, gadis cantik di sebelahku bertanya.

Padahal dia tahu aku tidak tuli dan aku mendengar jelas apa yang dikatakan olehnya.

"Iya Ay, kenapa kamu takut?"

"Dikit." jawabnya sambil menganggukkan Kepalanya pelan.

Perlahan ku sentuh Punggung Tangan bagian kiri miliknya yang dia letakkan diatas Pahanya itu kemudian meremas nya kecil.

Hal ini ku lakukan agar dia tidak cemas dan tetap tenang sebab aku melihat dia tidak bisa nyaman duduk di Mobil ini bersamaku.

"Gak papa kan?" aku bertanya sekaligus ingin memastikan agar dia tidak selalu dilanda pikiran yang buruk.

"Iya, tapi aku takut mereka menolak kita."

"Dicoba dulu ya."

"Iya."

Setelah berhasil meyakinkan dia, aku pun mengajaknya turun bersamaan dengan Arfa dan Mario yang turun dari mobil milik Arfa.

Kebetulan Arfa membawa mobilnya hari ini setelah berhasil melewati uji test kelayakan dirinya mendapatkan Surat Ijin Mengemudi.

Selama ini memang Arfa jarang sekali membawa mobil ke sekolah karena dia tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi. Arfa lebih banyak diantar oleh Om Affan atau menaiki Taksi ke sekolah.

Pernah sesekali tapi itu juga sebab dia nekad dan sudah bersengkongkol dengan Tante Isti.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum." aku mewakili Kekasihku, Arfa, dan Mario mengucapkan salam di depan Pagar.

Karena Rumah di depan kami adalah Rumah yang sangat berukuran besar dan tentunya merupakan Keluarga yang kaya raya, maka tidak heran Pagar berjajar begitu tinggi menjulang dengan Ukurannya yang hampir menyamai tinggi satu Lantai Rumah di ini.

"Wa'alaikumsalam. Selamat siang, adik-adik ini mau cari siapa?" seorang Security Rumah menghampiri kami setelah dia berlari dari Pos pengaman menuju ke Pagar.

Usianya ku tebak sekitar diatas kepala empat.

"Saya Asten, saya mau bertemu Pachira atau Sigra ada?" dengan sangat sopan aku bertanya kepada Security tersebut.

Aku berbicara seperti ini karena mungkin saja kedua teman ku itu melarang Security nya untuk membiarkan aku masuk ke dalam Rumah mereka.

"Beberapa hari ini Pachira dan Sigra tidak masuk, Pak. Kami teman sekolahnya ingin menjenguk." tambah Arfa yang berdiri di belakangku.

Untung saja dia memiliki tinggi yang hampir menyamaiku, jadi meski posisinya di belakang dia tidak terganggu karena aku berdiri di depannya.

"Eng, itu... den Sigra dan Non Pachira nya tidak ada. Mereka sedang tidak di rumah." jawab Pak Security dengan nada yang terlihat resah.

Dia menjawab seperti orang yang penuh dengan kebohongan saja. Padahal kami kan hanya menanyakan hal itu kepadanya, bukan sesuatu yang mendalam di Keluarga Om Barra dan Tante Jenny.

"Lalu mereka dimana, Pak?" belum juga aku bertanya kembali, justru calon Istriku sudah bertanya dahulu kepada Pak Security.

Sontak aku langsung menoleh ke kanan melihat dirinya dengan raut Wajah penuh tanya. 

Entahlah mengapa atau hanya perasaanku saja, akhir-akhir ini Asyiela-ku seperti paranormal yang tanpa aku memberitahunya dia sudah bisa seperti membaca pikiranku.

Teenager Time (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang