🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Radit berhenti sejenak, menelisik respon yang diberi istrinya. Tapi nihil, Shahnaz belum memberikan reaksi apapun.
"Saya baru tahu tentang liburan kamu tadi malam. Ginanjar baru bilang semuanya. Saya minta maaf karena saya memutuskan mengambil pekerjaan lain alih-alih berlibur dengan kamu, saya benar-benar nggak tahu."
Kali ini Shahnaz melengos, "Halah, itu juga karena mau ngehindarin aku, kan? Kamu males berduaan sama aku and thats why."
Radit menangkup wajah Shahnaz kembali mengarah padanya, mengecup gemas bibir sang istri. "Sekali kamu menyela penjelasan saya, waktu saya ditambah satu jam." sahut Radit asal agar istrinya itu diam. Dan benar saja setelah itu Shahnaz kembali menutup bibirnya rapat-rapat.
"Untuk Dimitri, saya tidak memiliki tujuan lain. Sesederhana karena Dimitri paling mudah di bujuk dengan games, tadinya saya membujuk Diandra juga, tapi pesona berbelanja princess stuff dengan Mami membutakan Diandra atas segalanya. Alasannya ya kembali lagi karena saya tidak tahu, saya merasa akan banyak meninggalkan kamu karena kesibukan. Maka saya pikir sebaiknya anak-anak ada dirumah menemani kamu."
Radit menarik napas panjang, "Ya, saya akui saya memang takut untuk berduaan dengan kamu. Kamu itu berbahaya, kamu tahu? Sekali saya dekat-dekat kamu, saya suka lupa diri."
Shahnaz kembali menyela, "Kamu pikir aku pernah keberatan atas itu? Aku bahkan rela jadi murahan karena kamu!" geram Shahnaz tidak habis pikir.
"Waktu saya jadi dua jam." Radit tersenyum usil sementara Shahnaz memberengut kesal. "Mas!"
Radit membelai sayang rambut istrinya, "Kamu memang nggak keberatan, saya juga akan dengan senang hati meladeni kamu. Tapi sayang, emosi kamu nggak stabil akhir-akhir ini.." Radit ragu-ragu menjelaskan.
Shahnaz mengerutkan kening tidak mengerti, menyela tidak sabar, "Kamu malas berhubungan dengan aku yang tantrum?!"
Radit menyentil kening Shahnaz dan cepat-cepat menggeleng, "Bukan, bukan begitu. Bukan saya mau membuat kamu tersinggung, tapi coba kamu ingat-ingat, kapan terakhir kamu datang bulan.."
"Hah?"
"Saya ingin mengatakan ini sedari minggu kemarin. Tapi saya takut kamu tidak nyaman."
Memang beberapa bulan terakhir Shahnaz ingin sekali memiliki anak lagi karena Dimitri dan Diandra meminta itu darinya ketika mereka berdua berulang tahun.
Dan Shahnaz harus menelan kecewa ketika hasilnya tidak sesuai harapan setiap kali Shahnaz mengeceknya.
Itu menjadikan Radit juga serba-salah, jalan satu-satunya yang ditempuh pria itu adalah tidak menyentuh istrinya beberapa waktu ini ketika Radit sadar periode menstruasi Shahnaz telah lewat dari waktu seharusnya. Dibanding harus menyinggung tentang kemungkinan bahwa Shahnaz hamil, Radit takut pembahasan itu akan membuat Shahnaz terbebani.
Padahal tidak seperti itu.
"Saya pasang pengingat agar lebih berhati-hati dan tidak menyerang kamu, saya masih belum yakin hasilnya. Karena Didi, mungkin saja adik si kembar sudah ada disini." tangan Radit berpindah mengelus pelan perut Shahnaz membuat Shahnaz seketika bangkit karena terkejut.
Sial! Gimana bisa gue lupa! Shahnaz mengumpati dirinya sendiri dalam hati.
Shahnaz bangkit dari tempat tidur memperbaiki penampilannya, "Mas! Antar aku ke apotik."
"Nakas, baby." Radit menunjuk nakas sebelah ranjang dengan kepalanya.
Dengan cepat Shahnaz membuka laci dan menemukan beberapa alat tes kehamilan kemudian Ibu dua anak —oh mungkin akan menjadi tiga? itu meringis. Radit lebih peka darinya. Radit tidak pernah tidak mengenal Shahnaz dan kali ini itu hal yang baik.
Shahnaz menyempatkan diri naik ke atas ranjang dan mengecup suaminya. "I love you." dan dibalas Radit dengan kalimat yang sama. "I love you."
"Dont run!" Peringat Radit ketika setelahnya Shahnaz setengah melompat, berlari ke kamar mandi, pria itu menyusul dibelakangnya dan Radit tahu apa hasilnya ketika sampai di daun pintu, ia mendengar Shahnaz menjerit dan terisak keras.
"Oh my god! Maafin Ibu sayang, maafin Ibu."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
nih aku kasih nih lanjutannya dan panjaang! apa ini memenuhi ekspektasi kalian? HEHE maaf kalo masih jauh dari harapan yaa.
anyway, makasih yang udah sayang banget sama cerita ini sampe ada yang beberapa kali baca ulang. aku bener-bener terimakasih kalian udah mau mengapresiasi tulisan amatir aku ini. semoga aku bisa kasih tulisan lebih baik lagi kedepannya!