30.

1.8K 267 55
                                        

Shahnaz melangkahkan kaki menuju tempatnya bekerja dengan ringan.
Hari ini Radit harus absen karena ada pertemuan pagi diluar kantor dan kembali siang nanti, tetapi pria itu tadi menyempatkan diri untuk mengantar Shahnaz lebih dulu bekerja.

"Ceile, cerah amat tuh muka." Ledek Acha yang datang dari arah belakang sehabis dari pantry,
Acha memang sering datang lebih pagi darinya.
Dan diledek seperti itu, Shahnaz yang malu hanya membalas dengan kekehan, menujukkan gigi rapinya.

Acha bergidik, "Ngeri ih gue liat lo."

"Apasih, Cha? Sirik aja." Shahnaz meletakkan tasnya lalu menyalakan laptop mengabaikan Acha yang masih memperhatikannya.

Risih karena Acha masih bergeming dengan posisinya tadi, Shahnaz menoleh sebal, "Cha, ih jangan diliatin mulu! Nanti naksir gue yang repot. Jangan lupa gue udah punya cowok!"

Acha mendesah dramatis seraya ikut menyalakan laptopnya.

"Gue tuh ya, Naz, gatau harus seneng apa sedih liat lo. Terakhir kali lo masuk kantor muka lo lemeeees banget sampe gue kasian bener liatnya mana siangnya masuk rumah sakit. Tapi sekarang liat lo seneng begini juga gue males, muka lo alay soalnya, bikin gak nyaman." Keluh Acha menggelengkan kepala.

"Muka lo yang alay! Dasar lo aja busuk hatinya ga bisa liat orang seneng." Sewot Shahnaz.

Acha terbahak, tangannya menyelinap pada tas miliknya lalu mengeluarkan sesuatu disana, melemparkannya kearah Shahnaz.

"Wei anjir untung muka cakep gue ga kena, gue bisa menghindar ya!"
Shahnaz yang terkejut melemparkan protes, kemudian matanya tertuju pada sesuatu yang mendarat dimejanya. "Apa nih?" Tanyanya penasaran.

Acha mengendikkan bahunya, "Buka aja."

Shahnaz membolak-balikkan sesuatu yang ternyata sebuah undangan. "Siapa yang kawin?" Tanya Shahnaz lagi tetapi urung membuka undangan tersebut.

Karena merasa terganggu dengan ocehan Shahnaz, dengan tidak sabar Acha mendekatkan kursinya pada meja Shahnaz, merebut undangan itu, kemudian merobek plastiknya dan menunjukkan pada Shahnaz nama mempelai disana. "Lama lo! Tuh baca!" Tunjuk Acha pada undangan itu.

"Ye anjir! Sabar!"

"Sabar-sabar mata lo! Nanya mulu, sih. Gampang juga langsung lo buka aja muncul tuh nama mempelainya!"

"Ih lo kenapa sih marah-marah mulu!" Dengan bersungut-sungut Shahnaz mengalihkan pandangan pada undangan, membaca kalimat-kalimat disana.
Keningnya berkerut, "Kok gue kayak kenal ya, Cha, namanya sering gue liat nih." Gumam Shahnaz.

Setelah berpikir dan hampir putus asa, akhirnya Shahnaz dapat mengingat sesuatu ketika matanya berpendar pada jadwal di mejanya. "Oh! Oh! Bagas Budiutomo itu kan Bos kita ya, Cha? Nama lengkap Pak Bagas, kan?"
Shahnaz mendekat kearah Acha, kemudian menunjuk-nunjuk nama di undangan, menyamakannya dengan kertas yang tidak sengaja ia lihat bertuliskan nama Bosnya disana.

Acha hanya berdehem mengiyakan.

"Lha tapi ceweknya siapa? Gak asing, tapi jarang denger juga.. Lo kenal ceweknya ga, Cha? Gue kok ga pernah yaa lihat atau denger si Bos deket sama cewek eh tiba-tiba sebar undangan aja."

"Mereka pacarannya in private, kali." Acha menimpali.

Shahnaz mengendikkan bahu, menjauh dari Acha kembali ke tempatnya. Kemudian menutup undangan itu dan meletakkannya kembali di meja. "Ceweknya jelek kali makanya gamau dipamerin atau gapernah keliatan."

Ketika Shahnaz mulai akan fokus pada pekerjaannya, kali ini ia mengaduh karena sebuah pulpen mendarat tepat dipelipisnya.
Shahnaz menoleh ke samping hendak protes, arah pulpen datang itu dari Acha, maka ia ingin meminta penjelasan.

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now